Barangkali setiap kata yang terlontar akan menerima ganjaran. Sebab Allah maha membolak-balik hati. Kita punya daya apa? Saat bisa berkata bahwa sesuatu hal takkan pernah terjadi karena kau tahu apa yang benar, tetapi siapa yang menjamin jika suatu waktu kita sendirilah yang akan melanggar semua aturan itu?

Aku mengenal beberapa orang yang tadinya sangat menjunjung prinsip mereka. Sampai-sampai tak ada orang lain yang bisa menjudge pemikirannya. Seolah tak ada yang boleh menyanggah. Mereka begitu percaya diri bahwa selamanya hukum itu akan terus berlaku baginya.

Kemudian aku melihat apa yang pernah mereka tentang pada akhirnya mereka telan sendiri. Disusul statement lain untuk membela keyakinan yang baru mereka anut. Begitu mudahnya hati berubah kendati kita sendiri yang tadinya berkoar-koar soal prinsip yang diyakini.

Seorang ummahat yang kukenal saat masih berkiprah di PAUD pernah berujar, bahwa memperkaya diri dengan benda-benda duniawi bukanlah hal penting. Hanya membuang-buang uang.

"Urip niku teko apa anane.."

Aku mengingat dengan jelas perkataan itu. Pun saat ia menjelaskan bahwa tas yang dipakai setiap kali ke PAUD adalah tas lama pemberian saudaranya. Meski lama dan ketinggalan model, menurutnya tak masalah jika dipakai. Dari pada harus menghambur-hamburkan uang hanya untuk membeli tas.

Sayangnya penampakan yang tampak saat ini justru membuatku heran. Gaya hidup yang dulu pernah beliau anggap mubazir berubah menjadi tolak ukur penampilan. Sosok sederhana yang bersahaja tak lagi jadi kepribadiannya.

Lalu seorang gadis yang baru saja hijrah mengenakan hijab syar'i. Bahagia sekali saat ada muslimah yang sadar untuk mau menutup aurat dengan baik. Awal mula mengenakan hijab, tak sekedar jilbab gaul yang menempel.. tetapi sempurna melabuhkan jilbab ke seluruh tubuh dengan khimar yang menjuntai lebar. Kagum sekaligus iri mengingat awal hijrahku tidaklah semudah itu.

Status FBnya yang tadi berisi curhat anak a-be-ge berganti updetan islami. Ia yang lantas begitu rajin memposting hukum mengenai selfie dan mengupload foto ke sosial media. Dalam satu kesempatan kami pernah sharing melalui chat WA. Aku menjelaskan beberapa hal yang mungkin tak sama dengan pendapatnya. Ia tetap tegas mengatakan haramnya mengupload foto selfie ke media sosial walau hanya punggung yang tampak dari belakang. Menurutnya, apapun alasan berselfie untuk seorang muslimah tetaplah haram. Karena akan menjadi sumber fitnah.

Barangkali begitulah garis keras yang ia pahami saat awal mendalami Islam. Beberapa postingan Islami menjadi acuan. Baca kemudian share. Entah benar atau salah. Semua dilahap mentah-mentah tanpa disaring terlebih dulu. Remaja Islami yang begitu kuat memegang apa yang ia anggap benar kendati pemahaman itu berasal dari postingan dunia maya. Padahal mempelajari Islam taklah sesederhana dengan hanya membaca artikel yang ada di Internet. Menelaah hadits kemudian berani membuat kesimpulan sendiri. Subhanallah. Ahh mungkinkah dulu aku juga begitu? *malu

Tetapi baiklah aku acungi jempol untuk pendiriannya soal meluruskan fenomena selfie yang melanda muslimah masa kini. Soal akhwat berhijab lebar tapi masih menjulurkan lidah centil saat berfoto selfie. Tentang muslimah bercadar yang belakangan kian eksis di dunia Instagram. Tentang fenomena kekinian yang perlahan mengikis esensi hijab syar'i yang sebenarnya.

Namun sedikit kecewa jika akhwat yang tadinya sangat lantang menyuarakan ketimpangan yang terjadi pada dunia muslimah, justru mulai sering mengupload foto dirinya meski hanya punggung yang tampak ditutupi khimar jumbo. Meski sesekali ada grufie bersama akhwat lain dengan wajah sengaja diblurkan.

Sayang sekali jika akhwat yang tadinya sudah lurus entah karena alasan apa mulai melenceng dari jalannya sendiri. Dari yang tadinya belum berhijab, setelah berhijab langsung menutup aurat secara syar'i. Dari yang tadinya masih belum tartil mengeja ayat suci menjadi begitu haus mengkaji Islam lewat media apapun. Yang tadinya dengan tegas menentang selfie, hanya selang beberapa waktu, postingan lama mengenai larangan berfoto selfie nyaris tak bersisa setelah diganti dengan foto pribadi. Walau tak ada wajah yang tampak.

Lagi-lagi menjadi reminder untuk diri sendiri. Bahwa kata-kata yang kita ucapkan hari ini, tak ada yang menjamin apakah akan bertahan atau justru sebaliknya. Kadang apa yang kita ucapkan bisa jadi benar dan bisa jadi memang baik, tetapi siapa yang tahu bahwa ucapan itu akan menjadi ujian bagi keistiqomahan diri sendiri.

Menguji apakah kita akan terus memegang prinsip yang tadinya kita anggap benar atau justru hanyut dan terbawa arus masa.

Akhir-akhir ini aku menyayangkan beberapa teman yang dulu pernah menjadi inspirasiku dalam berhijab syar'i. Teman yang membuatku percaya diri untuk taat pada syariat menutup aurat. Teman yang diam-diam memotivasiku untuk jadi lebih baik.

.. dan yang tampak sekarang sangatlah berbeda.

Seorang teman yang tadinya selalu teduh dengan busana syar'inya kendati di rumah, justru dengan mudah melepas semua itu setelah program dietnya berhasil. Berat badan menyusut, ukuran hijab juga mengecil. Jika sebelumnya hijab yang ia kenakan bahkan sampai ke pergelangan tangan dan menutup lekuk tubuh bagian belakang, hari ini semakin berani dengan tutorial hijab kekinian.

Semakin ke sini busana yang tadinya tertutup rapat justru semakin menyusut setelah tubuh menjadi langsing. Yang tadinya suka nyinyir mengenai foto selfie orang lain kini berlaku pula baginya. Foto-foto yang sebelumnya jarang berkeliaran di dunia maya kemudian dengan mudah menjadi santapan publik. Astaghfirullah.

Sebegitu mudahnya hati ini berbalik dari apa yang kita anggap salah kemudian dianggap tak masalah.

Meski hijab syar'i tak menjamin apakah seorang muslimah itu shalehah, tetapi sangat disayangkan jika kewajiban yang sudah bertahun-tahun dijalani, dalam waktu sekejap harus tergadai hanya agar terlihat kekinian. Terbawa pada pergaulan yang diam-diam mempengaruhi cara berpikir. Jika tadinya lurus menjadi sedikit bengkok [hingga] lama kelamaan akan semakin bengkok jika dibiarkan begitu saja.

Manusia ini sungguh punya daya apa? Saat kekurangan selalu ada di mana-mana pun tempatnya salah dan khilaf. Dan di antara banyak kata yang telah terucap, sangat mungkin untuk terlupa suatu hari nanti. Sedang hati hanyalah segumpal daging yang begitu mudah berubah.

Siapa yang tahu bahwa setiap ucapan yang keluar dari mulut, suatu hari akan menguji kebenaran diri sendiri?

Lagi dan lagi. Jika mudah memperoleh kebenaran maka yang sulit adalah mempertahankannya. Jika hidayah begitu ringan menyapa, maka hal terberatnya adalah istiqomah.

Self reminder untuk terus belajar, untuk terus berproses memantaskan diri. Memperbaiki niat, meluruskan niat. Dan yang terpenting semoga senantiasa istiqomah meski berkali-kali hati tergiur. Postingan ini semata-mata sebagai pengingat diri sendiri. Sebab sampai sekarang masih banyak hal yang harus dibenahi. Bukan 'mungkin' sebab aku sendiri juga pernah terjebak pada omongan sendiri. Saat tanpa sadar aku sendirilah yang melanggar aturan itu. Diri sendiri yang berjalan keluar dari koridor yang diyakini.

Tetapi tak pernah ada kata terlambat bukan? Setidaknya kita menyadari sesuatu yang keliru. Maka tugas kita adalah berbenah. Memperbaiki apa yang salah. Meluruskan apa yang bengkok. Seterusnya tanpa henti.

Aamiin.

Bismillah, Magelang 24 Juli

0 Komentar