Alhamdulillah, welcome 2014!!! Semoga di tahun ini akan ada banyak lagi prestasi maupun kebaikan yang kita dapat. Aamiin. Biasanya aku selalu menulis planning terbaru di setiap akhir tahun, dan kebiasaan itu pun tetap berlaku hingga saat ini. Bersyukur karena di tahun-tahun sebelumnya, hampir semua resolusiku telah tercapai dengan baik. Alhamdulillah. Man jadda wajada!!! Benar adanya bahwa tak ada yang tak mungkin. Senang dan syukur tak terkira, mengingat semua nikmat yang telah Allah berikan untuk hidupku. :)

Hemm, ada satu cerita yang ingin aku bagi di sini. Kemarin sewaktu sedang ke luar bersama suami, seperti biasa kami selalu hunting foto di tempat yang kira-kira menarik dan bagus. Tiba-tiba ada segerombolan orang yang lewat dan berteriak dari dalam mobil, 'khalwat, nggak boleh berduaan' teriak salah satu dari mereka. Aku spontan menoleh ke arah suara yang berteriak tadi dan berujar pelan, '...alhamdulillah sudah halal'. Meski bingung aku menatap wajah suamiku seraya tersenyum, kami lagi-lagi dikira remaja yang sedang asyik pacaran. Subhanallah ya, bahkan setelah halal pun masih saja ada praduga negatif dari orang-orang yang berkomentar tanpa tahu kebenarannya. 

Tak lama setelah kejadian, aku share masalah ini ke akun facebookku. Dan banyak sekali tanggapan dari teman-teman yang membaca statusku. Ada yang berkomentar baik selurus dengan pemikiranku, ada pula yang sedikit mencak-mencak dengan dalih harus tetap menjaga sikap meski sudah menikah, agar tidak diduga pacaran dan imej wanita yang berkerudung lainnya tidak ikut diklaim buruk. Aku bingung, padahal kami tidak melakukan hal yang neko-neko seperti bimbingan tangan sepanjang jalan, atau cipika-cipiki. Anehnya lagi, mengapa hanya ditekankan pada kawula pasangan muda yang sudah halal? Bagaimana dengan yang belum halal? Pernahkah mereka berpikir bahwa hal tersebut juga merugikan banyak pihak? 

Adakah orang yang benar-benar menunjukkan jalan dengan memberikan penyuluhan kepada remaja-remaja yang dimabuk cinta, bahwa hal itu tidak baik? Pacaran itu dilarang! Tidak boleh pacaran! Bla.. bla.. bla.. Duh, begitu rumitnya kah? Sampai kerudung juga ikut dipermasalahkan. Menurutku pribadi, sedikit melenceng dari curhat di atas, jika memang ada muslimah yang melakukan kesalahan di luar batas wajar sekalipun ia berhijab, tidak seharusnya apa yang ia kenakan disangkut pautkan pada kesalahannya. Yang salah ialah muslimah tersebut dan prilakunya, bukan hijabnya. Kasihan kan si hijab, niatnya baik untuk membantu si pemakai menutup aurat, eh malah dituding dan dikambing hitamkan. Sebenarnya makna hijab itu apa sih? Masih sebegitu rancunya kah? Atau lagi-lagi masih banyak orang yang lupa atau tak tahu fungsi dari hijab (khimar dan jilbab)?

Hijab itu adalah identitas wanita muslimah. Bukan justru dikambing hitamkan sebagai kedok atau topeng muslimah yang belum bisa menjaga amanah dari apa yang ia kenakan. Mungkin memang tidak pantas melihat wanita yang belum halal begitu akrab dengan lawan jenisnya. Bahkan muslimah tersebut sering atau kerap berganti pacar. Tapi selama ini yang kita lakukan hanya banyak komentar tanpa penyuluhan atau tindakan yang benar-benar real. Jika pun ada hanya sedikit. Banyak dari kita yang hanya bisa berkomentar, 'dia berhijab tetapi prilakunya seperti ini', 'percuma pakai hijab tapi kelakuan nggak bener'. Duhh, tolong ubah paradigma tadi. Komentar saja takkan pernah menyelesaikan masalah. Takkan pernah menyadarkan dan membantu remaja-remaja kita, saudari-saudari kita, untuk sadar dan keluar dari hal yang justru akan merugikan dirinya sendiri. 

Terutama yang kerap terjadi di sekitar kita, saat ada remaja yang ketahuan berbuat mesum, ketahuan hamil di luar nikah. Masyarakat, keluarga, atau oknum-oknum lainnya mendadak peduli dan menyayangkan hal yang telah terjadi pada diri remaja-remaja tadi. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang langsung diasingkan, dibuang, dicap sebagai makhluk nista tak berguna oleh keluarga dan masyarakat sekitar. Seharusnya kita sadar, siapa yang sebenarnya harus disalahkan dalam hal ini? Remajanya kah? Atau orang-orang yang bertanggung jawab pada diri remaja yang notabene masih berpikir labil dan hanya mengikuti nafsu dan keinginannya semata? Tugas orangtua, keluarga, dan masyarakat sekitar lah yang harus bertanggungjawab. Bukankah pendidikan atau sekolah pertama bagi seorang anak adalah orangtua dan lingkup keluarga? Jika seorang anak gagal, siapa yang lantas harus disalahkan? Siapa yang sebenarnya telah gagal mendidik atau gagal dididik?

Banyak orangtua juga keluarga yang tahu bahwa anak-anaknya sudah mengenal pacaran, tetapi hanya diam atau pura-pura tak tahu. Tetapi setelah si anak kehilangan kendali hingga terjadi hal yang tak diinginkan, lantas sang anak yang terus menerus disalahkan. Siapa sebenarnya yang patut disalahkan? 

Ada banyak kejadian yang nampak di depan mataku, tapi lagi-lagi kebenaran seolah tak berlaku. Saat ada orang yang mengutarakan kebenaran juga kebaikan, orang tersebut dianggap sok alim atau sok benar. Tetapi justru sebaliknya, saat ada orang yang mengagung-agungkan pemikiran atau perbuatan salah, ia justru dibenarkan dengan argument tak terbantah. Subhanallah, sampai kapan kehidupan ini akan terus seperti ini? Tak cukupkah, atau kurang banyakkah contoh mengenai remaja yang kehilangan masa depannya hanya karena salah pergaulan? Lagi-lagi kita bertanya siapa yang harus disalahkan dan siapa yang salah? Jelas tak ada yang ingin disalahkan dan tak mau disalahkan kecuali hanya cerdas berkomentar. 

Ah, kembali ke topik pertama. Semoga semakin banyak orang yang sadar mengenai ini. Dan sepatutnya bahwa muslimah berhijab tidak harus diklaim buruk dengan menyangkut pautkan apa yang ia kenakan. Perilakunya lah yang buruk bukan hijab yang ia kenakan. Hijab adalah perintah Allah, tidak ada pengecualian untuk tidak menaatinya. Jika ada dari saudari kita yang keliru lantas hilang arah dalam pengendalian sikap, tugas kita hanya mengingatkan dengan cara yang benar lagi baik. Bukan langsung menjudge buruk ia dan apa yang dikenakan. 

Terlebih lagi, kasihan para kawula akhwat-ikhwan yang telah menghalalkan cinta mereka, tetapi tetap kena imbas, karena disangka sedang berpacaran gara-gara nggak gendong debay (anak), jadi kelihatan seperti bukan pasutri. Alih-alih disanksikan dalih bahwa kami harus menjaga sikap, padahal kami tidak melanggar batas wajar di depan umum. Lah mereka yang terang-terangan bagaimana? Lupa atau pura-pura lupa? Duh, mumet juga ya kalau sudah membahas dunia pacaran, remaja, fungsi dan makna hijab di dalam kehidupan. 

Kembali ke diri masing-masing. Bagaimana kita menyikapi masalah ini, dan kontribusi apa yang telah kita berikan untuk menyelamatkan para generasi agar tak terjerembab di jurang kesalahan yang sama. Tugas kita menasehati dengan cara yang baik, bukan lantas mengklaim buruk setelah ia berbuat salah. Sepatutnya kita yang sadar akan tugas kita sebagai sesama mukmin seperti yang tertera pada surah Al-'Asr di Al-Qur'an. "Saling mengingatkan dalam hal kebaikan", bukan saling mengklaim setelah orang lain berbuat salah, sementara selama ini kita tahu bahwa apa yang ia lakukan tidak benar dan hanya diam tanpa usaha yang berarti. Tentu saja, nasehat itu semata untuk menyelamatkannya agar tak lebih dalam menekuni hal yang sudah jelas dilarang, baik hukum atau dari segi agama. 

Hehehe, sepertinya postingan kali ini sudah cukup panjang. Saya sudahi dulu ya. Selamat sore, selamat menyambut ibadah shalat maghrib untuk Magelang dan sekitarnya. Pun untuk sahabat nusantara yang mungkin tengah membaca postingan ini. Semoga bermanfaat dan tidak menimbulkan persepsi yang lagi-lagi buruk. Niat saya menulis postingan ini hanya untuk meluruskan kekeliruan pun pengingat bagi diri sendiri. Salam ukhuwah Islamiyah. Mohon maaf jika terdapat banyak kesalahan penulisan, pendapat, pada postingan ini :)
____________________

copyright @bianglalahijrah
Magelang, 02 Januari 2014
[Image Source : Pinterest]

2 Komentar

  1. Ana mau tanya, bagaimana hukumnya memamerkan kemesraan di sosmed dengan pasangan yang sudah halal

    BalasHapus
    Balasan
    1. Innamal A'malu Binniyat, segala sesuatu itu tergantung niatnya. Jika niatnya memang pamer, maka jatuhnya riya'. Tetapi jika hanya sekedar berbagi tidak dengan niat untuk menyakiti siapapun, maka kembali kepada Allah yang lebih berhak menilai salah atau benarnya prilaku hamba. Kadang, pasangan suami istri yang berbagi moment belum tentu niatnya untuk pamer ke siapapun. Hanya saja, beberapa dari yang menyaksikan moment itulah yang merasa bahwa apa yang orang lain bagi menjadi sesuatu hal yang salah. Penting untuk berkaca, apakah apa yang orang lain bagi itu memang keliru, atau kita yang terlalu baper? :) Maaf jika ada kesalahan atau pun kekurangan.

      Tetapi kalau pertanyaannya mengenai hukum memamerkan kemesraan di sosmed dengan pacar yang jelas belum halal, sudah tahu kan jawabannya?

      Hapus

Assalamu'alaikum. Terima kasih sudah singgah dan membaca tulisan di Blog saya. Semoga bisa memberikan manfaat. Jangan lupa tinggalkan jejak baik di kolom komentar. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya. Ditunggu kunjungan selanjutnya :)