Minggu 09 November, sejak subuh aku sudah sibuk dengan beberapa pekerjaan khas ibu rumah tangga. Sebab agenda Kopdar Komunitas Perdu ditentukan pukul tujuh pagi, aku terpaksa mengerjakan semuanya dengan serba buru-buru. Meski pada akhirnya aku sempat ngedumel, sebab kami berangkat dari rumah pukul 7.30 dikarenakan beberapa hal yang membuatku dongkol sepanjang perjalanan menuju lokasi. Sudah tentu suami yang menerima omelanku. Dan.. begitulah. Kami tiba di tempat parkir Gunung Tidar tepat jam delapan. Sempat bingung dan celingak-celinguk kanan-kiri. Mana teman-teman dari Komunitas Perdu? Tak satu pun batang hidung mereka yang kami temui begitu berdiri di gerbang jalan masuk. Aku sempat melongo kaget begitu tahu tempat lokasi yang ternyata jauh dari pemikiranku sebelumnya, disusul kenyataan bahwa aku harus naik turun bukit dalam keadaan hamil. Huft! (_ _')

Seberapa jauh perjalanannya? Kalau tidak salah butuh waktu kurang dari 30 menit untuk sampai di puncak Tidar. Secara umum, Gunung Tidar memang masih cukup alami. Banyak tanaman pinus dan tanaman buah-buahan tahunan seperti salak hasil penghijauan era tahun 1960-an yang menjadikan Gunung Tidar sangat rimbun. Konon Gunung Tidar merupakan pusat atau titik tengah Pulau Jawa. Menurut cerita yang sudah turun temurun, dahulu kala Tanah Jawa ini masih berupa hutan belantara yang tiada seorangpun berani tinggal di sini. Bahkan sebagian besar wilayah Jawa masih dikuasai berbagai makhluk halus. Konon Tanah Jawa yang dikelilingi laut, bak perahu yang mudah oleng oleh ombak laut yang besar. Maka melihat itu para dewata segera mencari cara untuk mengatasinya. Lalu berkumpulah para dewa untuk membahas persoalan Tanah Jawa yang tidak pernah tenang oleh hantaman ombak tersebut. Hingga diutuslah sejumlah dewa untuk bertugas menenangkan pulau ini. Mereka membawa sejumlah bala tentara menuju Pulau Jawa sebelah barat. Namun, tiba-tiba Pulau Jawa kembali oleng dan berat sebelah karena para dewa dan bala tentara hanya menempati wilayah barat. Agar seimbang, sebagian dikirim ke timur. Namun usaha ini tetap gagal. Melihat kenyataan itu maka para dewa sibuk mencari jalan pemecahan. Setelah beberapa waktu berembug, maka didapatkanlah sebuah ide cemerlang. Mau tak mau para dewa harus menciptakan sebuah paku raksasa, dan paku itu akan ditancapkan di pusat Tanah Jawa, yaitu titik tengah yang dapat menjadikan Pulau Jawa seimbang. Paku raksasa yang ditancapkan itu konon dipercaya sebagai Gunung Tidar yang menyebabkan Pulau Jawa menjadi tenang dan tidak oleng. 

Beberapa sumber lain menjelaskan, bahwa menurut kepercayaan sebagian masyarakat. Gunung Tidar pada mulanya hanya ditinggali oleh para jin dan setan yang konon dipimpin oleh salah satu jin bernama Kiai Semar. Kiai Semar tidak sama dengan tokoh Semar dalam dunia pewayangan. Kiai Semar yang menguasai Gunung Tidar ini konon jin sakti yang terkenal seram. Setiap ada manusia yang mencoba untuk tinggal di sekitar Gunung Tidar, maka tak segan Kiai Semar mengutus anak buahnya yang berupa raksasa-raksasa dan genderuwo untuk memangsanya. Gunung Tidar adalah gunung yang berada di tengah-tengah Kota Magelang, Jawa Tengah. Gunung ini tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan militer karena banyaknya kegiatan Akademi Militer (Akmil) yang dilakukan di situ. Gunung yang berada pada ketinggian 503 meter dari permukaan laut dan memiliki sejarah dalam perjuangan bangsa. Di Lembah Tidar inilah Akademi Militer sebagai kawah candradimuka yang mencetak perwira pejuang Sapta Marga yang berdiri pada 11 November 1957. Nah, kurang lebih begitulah yang kuketahui berdasarkan cerita dari Mbah Mbilung ditambah modal data dari google. Semoga kalian tertarik untuk datang ke sini juga ya? Heheu :D

Oke, kembali ke laptop... *wkwkwk. Suami lalu mengajakku masuk setelah sempat memperingatiku untuk tidak bergumam apapun di dalam hati. Mungkin berhubung kondisiku yang sedang hamil, ditambah ceritanya yang memang sedikit mistis mengenai seluk-beluk Gunung Tidar. Begitu masuk, kami disambut seorang ibu berjilbab yang pada akhirnya kami tahu bahwa beliau adalah juru kunci tempat tersebut. Suami berkata pada ibu tadi bahwa rombongan kami sudah berada di atas, karena itu kami diperbolehkan untuk melanjutkan berjalan kaki dengan niat menyusul teman-teman lain yang barangkali sudah berada di puncak. Dalam hati aku terus mendendangkan lafadz doa. Aku tak begitu takut dengan hal-hal kemungkinan yang didatangkan sebab makhluk lain yang kasat mata, tetapi untuk berjaga-jaga aku tetap harus membaca beberapa doa Al-Matsurat dan mengelus-elus perutku. Aku mempercayai kekuatan doa dan Rabb-ku, meski aku tak mengecilkan hal-hal mistis demikian. Karena aku juga percaya bahwa setiap tempat ditunggui oleh makhluk kasat mata selain manusia. Aku tak menampik hal-hal demikian, karena memang begitulah adanya. Allah menciptakan manusia tetapi ada makhluk lain yang juga menghuni alam semesta ini dan tujuannya sama; memuja-muji yang Satu. Meski alkisah, Mbah Ifrit harus diusir dari surga karena kesombongannya yang berimbas pada seluruh keturunannya. Eh? Jadi Oot nih. :)

Kembali ke topik. Belum ada setengah perjalanan, kami sudah bisa menyusul ketiga teman yang lain. Awalnya aku sempat ragu bahwa itu mereka, tapi feelingku bilang iya. Saat nafasku benar-benar terasa tinggal separuh, aku mendada-dada seorang gadis yang lalu memperkenalkan diri sebagai Dien. Mereka turun menyusul kami dan menyuruhku beristirahat sejenak. Kupikir, beginilah jika membawa serta ibu hamil. Hahaha, rempong kelles. O ya, ditambah satu pria tambun yang memperkenalkan diri sebagai Mas Sobat, dan satu gadis berpipi tembem yang kutahu sebagai Suci. Di antara kami bertujuh yang hari itu berkumpul dalam ekspedisi unik, hanya Suci yang lebih banyak diam dan benar-benar menjadi adik kecil yang kalem dan tak banyak bicara. Entah mengapa aku tertarik dengan gadis kecil yang satu ini. Meski usianya hanya terpaut beberapa tahun di bawahku. :D

Yap! Setelah itu, tak perlu waktu lama beristirahat, kami kembali melanjutkan perjalanan untuk bisa tiba di puncak. Walau beberapa kali aku masih mengeluh capek dengan nafas ngos-ngosan. Beruntung suami dengan setia mendampingi dan menyemangati meski wajahku benar-benar menikmati perjalanan yang ajib tersebut. Dan beberapa saat kemudian.. yeay! Kami berhasil sampai di puncak Bukit Tidar. Tahu pemandangan pertama yang aku temui? Sebuah pendopo yang kalau diperhatikan sepertinya butuh jamahan tukang sapu. Berhubung ada banyak sekali sampah yang berseliweran di sana-sini. Yang kedua? Seperti gambar yang ada di bawah ini.. cekidot! :)




Teman-teman tahu ini apa? Yang kami perhatikan itu adalah Tugu dengan simbol huruf Sa (dibaca seperti pada kata Solok) dalam tulisan Jawa yang terdapat pada ketiga sisinya. Menurut penuturan juru kunci, itu bermakna Sapa Salah Seleh (Siapa Salah Ketahuan Salahnya). Tugu inilah yang dipercaya sebagian orang sebagai Pakunya Tanah Jawa, yang membuat tanah Jawa tetap tenang dan aman. Sebelumnya, beberapa saat menapaki jalanan setapak pendakian kita akan bertemu dengan Makam Syaikh Subakir. Konon Syaikh Subakir adalah penakluk Gunung Tidar yang pertama kali dengan mengalahkan para jin penunggu Gunung Tidar tersebut. Menurut legenda (hikayat) Gunung Tidar, Syaikh Subakir berasal dari negeri Turki yang datang ke Gunung Tidar bersama kawannya yang bernama Syaikh Jangkung untuk menyebarkan agama Islam. Tidak jauh dari Makam Syaikh Subakir, kita akan berjumpa dengan sebuah makam yang panjangnya mencapai 7 meter. Itulah Makam Kyai Sepanjang. Kyai Sepanjang bukanlah sesosok alim ulama, namun adalah nama tombak yang dibawa dan dipergunakan oleh Syaikh Subakir mengalahkan jin penunggu Gunung Tidar kala itu. Situs makam terakhir yang kita jumpai sewaktu mendaki Gunung Tidar adalah Makam Kyai Semar. Namun menurut beberapa versi, ini bukanlah makam kyai Semar yang ada dalam pewayangan. Tetapi Kyai Semar, jin penunggu Gunung Tidar waktu itu(siapa Kyai Semar? Tadi sudah kujelaskan di ulasan atas). Meski demikian, banyak yang percaya ini memang makam Kyai Semar yang ada dalam pewayangan itu. Dan mana yang benar, tinggal kita mau mempercayai yang mana. Penasaran? Beruntung suami sempat mengabadikan beberapa pict makam. Silahkan cuci mata di bawah ini ya :D

Narsis ria. Heheu :) Suci, saya, Dien, dan Mas Sobat

Mau tahu kami melihat apa? Di kaki pohon Beringin tersebut terdapat Makam Raden Pangeran Purboyo yang akan kita temui begitu menuju Makam Kyai Semar ^_^



















































Menara yang satu ini nih, letaknya nggak jauh dari Paku/Tugu dengan Simbol huruf Sa tadi

Ini dia! Makam Kyai Semar yang kumaksud di atas. Menurut cerita Mbah Mbilung(yang pakai blangkon di atas), bangunan ini baru saja berdiri, yang sengaja dibangun oleh Bu Dewi pengusaha asal Jakarta. Menurut cerita Pakdhe Mbilung, waktu Bu Dewi tengah tertimpa satu kesulitan yang besar beliau sempat datang ke tempat ini. Dan barangkali masalahnya selesai setelah pulang mengunjungi makam Kyai Semar, dan bangunan ini adalah salah satu dari wujud nazar beliau. :)

Foto berdua bareng Pakdhe Mbilung :D

Selanjutnya, perjalanan pulang! Tapi kita nggak langsung pulang ke rumah masing-masing sih, karena setelah itu masih jalan-jalan ke Festival Buku Magelang yang diadakan di gedung Perpusda. Perjalanan seru plus foto-foto menarik lainnya akan kupost di postingan selanjutnya. Maklum, pinggangku udah pegel-pegel nih. :D









































Oke, Manteman. Sekilas ulasan perjalanan dariku. Tunggu cerita menarik lainnya di postingan selanjutnya ya. Selamat menjalankan shalat Maghrib. :))

************************

Kopdar Bareng Komunitas Perdu,
At Bukit Tidar Magelang
09 November 2014 

Sumber Terkait : http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Tidar

8 Komentar

  1. Kayak jadi budaya ya, Mak. Tempat-tempat yang seharusnya terawat malah banyak yang enggak terurus >,<

    http://thehappymimi.blogspot.com/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heheu, iya ni. Budaya yang harusnya nggak turun temurun. Terima kasih sudah berkunjung :)

      Hapus
  2. menarik mb tulisan-nya..semangat terus ya.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heheu, menarik karena tambahan data dari Wikipedia :D
      Maklum, meski bukan asli sini.. tapi secara tak langsung ingin mempromosikan Magelang sama teman-teman juga keluarga yang ada di Sulawesi-Sumatra. Semoga di waktu lain bisa membahas tempat wisata bersejarah lainnya yang terdapat di kota Magelang. Siapa tahu my big family mau ngacir liburan ke sini :D

      Trims, sudah berkunjung ^^

      Hapus
  3. jadi pengen ke sana. semoga yang dari artos juga inget kalo di sebelahnya ada tidar. hehe

    BalasHapus
  4. Aku juga pernah sekali mendaki gunung tidar pas acara pembukaan tlatah bocah. Agak horor juga karna waktu itu naiknya malam hari. Salam kenal mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wuih, pasti lebih seru lagi tuh Mas. Trims ya sudah berkunjung :)

      Hapus

Assalamu'alaikum. Terima kasih sudah singgah dan membaca tulisan di Blog saya. Semoga bisa memberikan manfaat. Jangan lupa tinggalkan jejak baik di kolom komentar. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya. Ditunggu kunjungan selanjutnya :)