Satu-satunya cara untuk lekas pulih dari trauma, kegagalan, atau rasa sakit apapun adalah menerima apa yang telah terjadi sebagai satu dari rencana baik Allah. Sekalipun saat ini kita belum mengerti benar apa maksud-Nya. Karena seringnya, hikmah dan ibrah itu merasuk ke hati ketika waktu justru telah berlalu cukup jauh. Setelah berminggu-minggu, bulan, atau mungkin hitungan tahun.

Termasuk dengan kondisiku saat ini. Qadarullah, dokter memvonis kehamilanku beberapa waktu lalu sebagai blighted ovum atau kehamilan tidak berkembang. Down? Iya. Sedih? Tentu saja. Terlebih ketika melangkah keluar dari ruang pemeriksaan dan beberapa pasang mata dari ibu hamil lainnya memperhatikanku yang sedang dipapah suami dalam kondisi lemah dan menahan rasa sakit.

Satu minggu sebelum pendarahan hebat menyerang. Flek pertama hadir, awalnya aku dan suami hanya memeriksakan kondisi tersebut ke bidan terdekat. Selain vitamin dan obat penguat kehamilan, saran untuk bedrest total juga diberikan oleh bidan. Tetapi isi pikiran yang meracau, terus saja menambah kekhawatiran. Besoknya, kami kembali ke salah satu rumah sakit yang sama saat memeriksakan diri pada kehamilan Aidan dulu.

Sebelum konsult ke obgyn dan melakukan USG, aku sudah membaca beberapa artikel mengenai kemungkinan buruknya. Aku bersiap benar untuk menerima kemungkinan terburuk dari hasil pemeriksaan. Terlebih setelah menyesuaikan gejala dari awal kehamilan sampai di tahap flek. Beberapa dari yang kurasakan selama hamil sama dengan apa yang tertera di artikel. Aku sama sekali tak mengalami mual muntah, padahal ketika hamil Aidan mual muntah bertahan hingga di usia kehamilan lima bulan. Pun ketika didoppler oleh bidan, detak jantung janin juga sama sekali tak terdengar untuk usia kehamilan yang seharusnya DJJ sudah bisa terdeteksi. Bidan hanya bertanya-tanya mengapa perutku lebih besar dari usia kehamilan.

Tetapi dokter yang sore itu bertemu dengan kami menanggapi sangat santai, ia meyakinkan bahwa aku lah yang salah hitung usia kehamilan. Ada kemungkinan pembuahan tidak terjadi ketika masa ovulasi sebelum aku terlambat haid. Tetapi justru setelah terlambat haid, di bulan selanjutnya. Dalam kata lain saat itu aku hanya belum beroleh haid setelah melepas kontrasepsi IUD. Karena usia kehamilan hasil USG terhitung 6 minggu 3 hari, setengah dari usia kehamilan seharusnya jika berdasarkan hitungan HPHT (hari pertama haid terakhir). Tetapi faktanya, tepat satu bulan setelah lepas kontrasepsi.. ketika waktu haid terlambat, aku sempat mengetes kehamilan dengan alat uji kehamilan dan hasilnya positif.

Dokter kemudian mengatakan bahwa janin memang belum terdeteksi, hanya ada kantung kehamilan saja. Dari ukurannya sudah sesuai dengan usia kehamilan berdasarkan hasil USG. Tapi kecurigaanku kian menguat meski separuh hati berusaha untuk yakin penuh dengan kemungkinan baik yang disampaikan oleh dokter. Lanjutnya, aku diberi asam folat dan obat penguat kandungan. Dokter Very menyuruh kami untuk kembali dua minggu lagi, dengan harapan janin sudah terlihat melalui alat Ultrasonografi itu.

Hari-hari selanjutnya berlalu dengan penuh was-was. Berharap kehamilan ini berlanjut. Berharap kemungkinan baik dari dokter adalah ketetapan terbaik dari Allah pula. Tak ingin kecewa, takut jika kemungkinan buruk yang ada di dalam pikiranku adalah kenyataan yang harus kami terima pada akhirnya. Sholat dan dzikir kukencangkan. Aku mencoba mengingat lagi kelalaian apa saja yang telah kuperbuat hingga beroleh teguran seperti ini. Tiap kali usai mengerjakan sholat, aku menangis lebih lama. Tasbih teruntai, satu-satunya senjata untuk membulirkan doa sekaligus merayu Allah. Tolong, biarkan janin ini tumbuh dan berkembang dengan baik. Harapku.

Tetapi tepat satu minggu kemudian, Jum'at sore darah merembes menembus pakaian yang kukenakan. Aku memberi tahu suami dengan perasaan tak keruan, sambil menangis. Prasangka baik yang kutancap, roboh begitu saja. Kami kembali lagi ke rumah sakit yang sama meski ditangani dokter sps kandungan berbeda. Puncaknya, aku positif  divonis BO. Kuretasi bukan satu-satunya solusi dari dokter, meski kondisi tengah pendarahan aktif dan wajah semakin pucat.

Dokter yang kami temui sore itu kemudian memberi dua jenis obat yang diharapkan mampu mengeluarkan sekaligus membersihkan jaringan yang ada di dalam rahim. Ada obat untuk diminum, juga obat yang dimasukkan ke jalan lahir.

Sepanjang perjalanan pulang, husnudzhon lagi-lagi kukuatkan dalam dada. Meski tak ada keluarga yang datang membersamai. Meski setelah malam itu, aku harus mengikhlaskan kehamilan ini berlalu dengan cara menyakitkan. Tepat di usia kehamilan 3 bulan 3 hari sesuai usia di buku KIA. Fakta bahwa Blighted Ovum memang hanya bisa bertahan sampai usia tiga bulan dan akan luruh dengan sendirinya. Pendarahan yang terjadi adalah satu dari proses yang mengarah pada keguguran, karena tubuh merespon kehamilan tersebut sebagai benda asing yang harus dikeluarkan.

Malam pertama setelah obat pelunak jaringan kuminum, aku dan suami sepakat untuk menunda memasukkan obat pervaginanya. Karena khawatir akan kemungkinan rasa sakit yang dirasa. Jam sepuluh malam aku bisa beranjak tidur usai menangis dan ditenangkan suami. Pukul satu dini hari kontraksi mulai terasa hingga subuh. Persis ketika menghadapi rasa sakit saat pembukaan demi pembukaan terjadi ketika hendak melahirkan Aidan dulu.

Pukul setengah lima subuh, jaringan pertama keluar berbentuk gumpalan darah sebesar kepalan tangan disertai rasa sakit yang begitu menusuk-nusuk. Sesuai prosedur dokter, aku harus tetap meminum obatnya tiga kali dalam sehari sampai habis. Walau suami yang menyaksikan perjuangan dan rasa sakitku jelas tak tega dan tadinya sempat ingin menunda waktu untuk minum obat setelah sakitnya mereda. Karena satu-satunya kemungkinan setelah meminum obat adalah menghadapi rasa sakit dari kontraksi perut yang untuk kali kedua dan ketiga, sampai saat kantung kehamilan keluar, menjadi jauh lebih sakit dari saat melahirkan Aidan. Laa hawla walaa quwwata illa billah.

Benar saja, bahwa rasa sakit ketika mengalami keguguran berlipat-lipat jauh lebih sakit dari melahirkan normal.

Teringat kembali, ketika berjuang melawan rasa sakit berdua dengan suami di rumah. Tanpa ada keluarga yang mendampingi. Tanpa ada tetangga yang tahu persis kondisi yang sedang dihadapi. Hanya Aidan, balita yang melihat langsung semua kejadian hari itu. Balita yang melihat perjuangan ibunya juga darah yang mengalir, seolah lebih deras dari cairan kemih yang keluar. Bersama suami dan Aidan, masa kritis itu dilalui di rumah. Jika bukan karena bantuan Allah, Allah yang memberi kekuatan, barangkali tak ada kekuatan lebih untuk merangkak ke kamar mandi. Hingga jaringan berupa kantung kehamilan berhasil keluar.

Kuanggap ini cubitan sekaligus ujian. Rasa sakit, lelah, kecewa, semoga jadi penggugur dosa-dosa. Insyaa Allah. Kuharap Allah segera gantikan dengan yang lebih baik. Semoga Allah angkat derajat kehidupan kami satu tingkat lebih baik dari sebelumnya. Terutama untuk kualitas takwa, sabar dan imannya. Aamiin.

Tak ada yang dapat menentang iradah Allah, apalagi menghindar dari kehendak takdir. Tak ada juga yang serta merta terjadi atas nama kebetulan. Segala sesuatu, sekecil apapun, sudah ada yang mengatur. Garis takdir tertulis rinci dalam kitab lauhul mahfuz milik masing-masing hamba. Maka, sudah pasti Allah yang berkehendak dan pemberi ketetapan terbaik. Segala sesuatu yang terjadi hanya atas izin dan kehendak dari Allah.

Allah lebih tahu yang terbaik..

Meski hari saat keguguran, kami juga dikecewakan oleh seorang teman. Meski terasa pilu untuk berjuang tanpa ada keluarga. Meski kecewa dan rasa sakit berbaur dalam waktu bersamaan baik lahir maupun batin.. semoga Allah jadikan penggugur dosa-dosa dan derajat kehidupan kami di dunia maupun di akhirat naik ke tingkat yang lebih baik lagi. Aamiin.

Hari ini, setelah menghabiskan waktu untuk sampai pada tahap menerima. Mengikhlaskan. Merelakan. Dari bedrest sebelum dan sesudah keguguran. Rasanya banyak agenda dan amanah yang terlewatkan begitu saja. Terhitung sudah berapa minggu meliburkan diri dari jadwal kuliah di akhir pekan. Kegiatan tarbiyah di awal pekan pun tak lagi sempat diikuti. Ada janji-janji yang tertangguhkan hingga kini..

Sudah waktunya kembali mengatur langkah. Menghela nafas lepas. Meluruskan niat dalam diri. Bangkit lagi, menata lagi apa yang tadinya berserak tak rapi. Sebab dunia pun takkan pernah peduli seberapa dalam bahkan jauh rasa terpurukmu. Senjatamu hanyalah doa. Doa, doa, dan doa. Penguat sejatimu hanyalah Allah. Jadi tak ada gunanya berlama-lama mengungkung diri dalam apapun rasa sakit maupun kecewa yang mendera. Sembuh, setiap kita harus sembuh dari semua luka. Besar atau kecil.

Baiklah, aku harus segera meminta maaf pada teman-teman terlebih dosen. Meminta maaf pada diriku sendiri yang sempat menghitung sekian banyak kegagalan dan kesulitan yang berujung futur, ketimbang menghitung sekian banyak nikmat yang telah Allah beri yang nyatanya jauh lebih banyak dari semua kesakitan itu.

Laa hawla walaa quwwata Illa billah. Laa Ilaaha Ilallah ..

Syukran untuk ananda dan suami yang setia mendampingi, yang ikut menangis bersamaku. Juga doa-doa siapapun yang mendoakan kebaikanku. Semoga Allah gantikan dengan yang lebih baik. Semoga setelah ini, kami lebih bisa menjadi pribadi yang semakin baik dalam banyak hal. Terutama dalam peningkatan kualitas ruhiyahnya. Aamiin insyaa Allah.

Bismillah tawaqqaltu ..
Teruntuk sesosok ruh yang masih tertahan di lauhul mahfuz, hadirlah kembali ke dalam rahimku. Hingga waktu engkau akan terlahir. Tumbuhlah, untuk menjadi anak-anak terbaik yang Allah amanahkan untukku di dunia. Sebagai jundullah terbaik di muka bumi. Penerus dakwah Nabi. Pembela agama Allah di mana pun berada.

Engkau yang tertahan di lauhul mahfuz, hadirlah di waktu terbaik menurut Allah untuk kami.. kedua orangtuamu. Sejatinya Allah yang kuasa menentukan waktu. Baik waktu kelahiran hingga waktu kematian tiap-tiap yang bernyawa.

Umma menunggumu untuk banyak hal baik di dunia ini .. dan kita akan mengisinya.

Picture from Danielle Green. For the beautiful of  IVF journey. I agree, difficult roads often lead to beautiful destinations. Barakallah :)

*************
Remind my self. Semoga bermanfaat 🙏😇

Magelang, 06 November 2018
copyright @bianglalahijrah_

0 Komentar