You don't lose friends, real opportunities, or real relationships when you start standing up for yourself and setting boundaries. You lose abusers, manipulators, narcissists, control freaks, attention seekers, and mental health destroyers. - Steven Bartlett

 


Setiap pergerakan juga akan disertai dengan perubahan. Entah itu perubahan besar, atau pun kecil. Perbedaan itu semakin tampak jelas, ketika kita benar-benar menemukan diri pada keputusan yang dipilih, atau menjalani hal yang mungkin tak begitu familiar bagi sebagian  besar orang. Hingga seiring langkah, dan kemantapan hati untuk menemukan ujung pencarian.. hal-hal di sekeliling entah mengapa juga ikut berubah.

Seperti halnya perlakuan orang-orang, sikap yang mereka tunjukkan, sampai pada anggapan-anggapan yang memang tak sepenuhnya bisa kita kendalikan.

Entah memutuskan akan seperti apa kita, bagaimana kita menetapkan arah, bagaimana kita memilih menjadi diri sendiri seapa-adanya, atau bagaimana kita akan menjalani kehidupan sendiri senyaman mungkin.. kita berada di gravitasi orang lain, sebagaimana mereka yang berada di kisaran gravitasi kita. 

Dan ketika kita tampak mencolok karena terlalu menonjol, atau mungkin memiliki sesuatu hal yang berbeda dengan mereka, yang dianggap tak sesuai.. hanya ada dua kemungkinan yang akan diperoleh. Bisa jadi mereka membuka lengan, merentangkan tangan, dan menyambut kita dengan pelukan hangat tanpa tapi.


Sedang sebaliknya, bisa jadi kita akan mendapati orang-orang seperti menjauh. Menetapkan batasan seolah-olah kita bukan lagi hal 'wajar' yang dianggap layak untuk hadir di tengah-tengah mereka. Padahal, seorang kawan sejati tak pernah meninggalkanmu hanya karena mengetahui kekurangan dalam dirimu.

Tahun lalu, aku mendapati diri terpuruk dengan kondisi krisis yang luar biasa. Kendati kemudian menemukan titik balik dari itu semua. Hanya saja, ketika membuka fakta untuk mulai membicarakan kesehatan mental, dan bagaimana proses healing yang kutulis singkat di laman ini.. aku juga menangkap beberapa pendapat yang terkesan menghakimi. Pelan-pelan circle semakin berkurang, teman akrab terasa asing, lingkup yang tadinya serupa wadah beraspirasi kemudian semakin terasa tak lagi memberi ruang hadir bersahaja.

Jadi aku menghibur diri. Peran kebermanfaatan kita tak sebatas apa yang bisa kita bagi ke luar sana, tetapi dimulai dari diri sendiri.. di rumah, di lingkup keluarga terutama. Hal paling mungkin, mulailah untuk bisa berdaya atas diri sendiri hingga orang-orang di sekeliling turut melihat perubahan baik itu.

Apa seleksi alam sedang berlangsung? Menyeleksi siapa-siapa saja yang sungguh menjadi kawan, bukan sebatas sebutan 'teman'.

Tapi bukankah tak ada yang benar-benar bisa kita harap untuk sepenuhnya diandalkan selain diri sendiri?

Bukankah akan ada masanya memang.. semakin dewasa, semakin bertambah usia, menikmati rasa sepi.. berteman dengan kesepian (tetapi bukan hampa), bersahabat dengan diri sendiri, merangkul diri sesering mungkin, bicara pada sosok di dalam diri, mungkin juga adalah fase yang akan dilalui setiap orang pada akhirnya.

Di sekian banyak pertemuan, selalu ada perpisahan. Di sekian ratus halaman tebal dari buku yang kita baca dari lembar pertama, juga akan sampai pada lembar terakhirnya. Dari sekian banyak teman yang pernah kita jumpai, akrabi, bahkan bersamai di sepanjang hidup.. toh pada akhirnya, hanya hitungan jari saja yang benar-benar 'hadir' sebagai kawan sejati. Kendati lahir dari benih pun rahim yang sama, tiap saudara memiliki warnanya masing-masing, tak serupa, tak sama, dan tak melulu akan satu frekuensi dengan kita.

Bahkan tak jarang, kerabat terasa seperti orang lain.. dan orang lain yang justru berlaku sebagai keluarga.

Semakin dewasa, seiring bertambah tua, ketika orang lain tersibukkan pada hal-hal di luar sana.. beberapa dari kita mungkin mulai membuka mata, hingga bergesernya sudut pandang dalam menilai kehidupan.

Dan, ya.. aku mungkin mendapati beberapa waktuku berlalu dengan rasa kesepian yang melingkupi.

Mungkin, ada waktu aku menangisi beberapa kesempatan yang terlepas tanpa sempat diperjuangkan terlebih dahulu. Juga tentang waktu yang tak lagi bisa kembali.

Aku mungkin pula sekali waktu meratapi kenyataan yang tak sejalan dengan ekspektasi, lebih tepatnya harapan sejak jauh sebelumnya..


Tapi ...

Bukankah setiap orang pernah berada di situasi demikian? Memiliki perasaan serupa? Menghadapi hal-hal yang tak selalu sesuai harapan?


Mungkin...

Bukan mungkin, tetapi memang beginilah hidup.


Jadi bahkan dari setiap fase emosi beserta perasaan yang muncul.. dari pengalaman, kejadian, sampai pada kesedihan..

Mungkin kita, atau tepatnya aku sendiri.. sedang ditempa untuk lagi-lagi belajar. Hal baik apa yang ada di balik ini semua?


Namun yang pasti, aku sudah menerima perasaan tersebut, memvalidasi emosi sendiri, berusaha menangkap pesan dari berbagai kejadian sekalipun itu tak mengenakkan. Apa yang sebaiknya aku lakukan untuk menjadikan ini sebuah kebaikan? Atau, hal baik apa yang memang datang dari hal ini? Jika tak bisa meluas ke orang lain, minimal satu gerakan untuk kebaikan diri sendiri.

Karena dengan bergerak, entah itu maju perlahan, meski kesakitan, meski terasa tak nyaman, bukankah memang tak semua orang memiliki privilege khusus dalam hidupnya? Sebagian dari kita, ada yang harus bersusah payah. Mati-matian bertahan dalam keadaan yang tak menguntungkan, tanpa pilihan, tetapi tetap harus berjalan terus ke depan..


Selama kita masih memeluk harapan yang sama. Masih memiliki impian baik. Tak putus harapan, sekalipun acapkali hendak menyerah. Semoga kita masih menjadi pejuang yang ditangguhkan oleh keadaan, dan kesungguhan dalam diri.


Karena, tak semua orang paham dengan kesulitan maupun penderitaan kita.
Tak semua orang akan mengerti, bahkan tulus berempati.


Jangan nyerah ya, aku :') Kamu tangguh! Lillahi ta'ala.

Bismillah biidznillah..

__________________________________


Magelang, 4 Mei 2022

copyright : www.bianglalahijrah.com

0 Komentar