Memahami Stres pada Ibu Rumah Tangga dan Cara Mengatasinya
Perempuan itu katanya makhluk Tuhan paling baper. Mengapa? Ya, karena apa-apa dimasukin ke hati. Sensitif. Perasa. Peka luar biasa. Berbeda dengan laki-laki yang lebih mengedepankan akal dulu baru kemudian perasaan. Lah kita? Kayaknya 99% memang didominasi perasaan dulu baru kemudian bekerja di nalar.
Karena itu pula para peneliti mengaitkan stress pada perempuan beresiko dua kali lipat lebih rentan terjadi dibandingkan dengan kaum adam. Ada banyak hal yang mendasari mengapa perempuan lebih mudah terkena stress; di antaranya karena faktor biologis, psikologi, dan lingkungan sekitar.
Untuk ibu rumah tangga, menjaga kewarasan adalah keharusan. Karena stress sedikit saja rusak susu sebelanga. Ibu itu ibarat jantungnya rumah, ibarat matahari, ibarat oksigen, kalau bermasalah sedikit saja maka semua lini di dalam kehidupan rumah tangga juga terkena imbas. Tetapi, sayangnya tak semua memahami ini.
Tak sedikit pula suami yang menuntut istri harus jadi wonder woman ketika menghadapi stress seorang diri, karena toh Kanda sudah lelah bekerja. Padahal, suami dan istri adalah dua orang yang mengemban tanggung jawab besar untuk keseimbangan hidup berumah tangga. Itu berarti sudah menjadi tugas bersama untuk saling menyeimbangi satu sama lain, saling menutupi cela kekurangan, saling melengkapi kelebihan masing-masing. Saling ada! Bukan antara ada dan tiada.
Tak ada yang lebih dibutuhkan seorang istri selain suami yang tahu kapan waktu untuk menyediakan bahu, sebagai tempat bersandar. Terkadang memang demikian, yang kita perlukan hanya keberadaan suami di sisi. Saling sabar untuk mendengar. Saling henyak untuk menyimak. Solusi tak selalu hadir dalam bentuk saran tetapi kehadiran pasangan jauh lebih dibutuhkan.
Bagiku, pemicu stress yang paling umum dialami oleh ibu rumah tangga tak lepas dari rutinitas harian yang itu-itu saja. Hanya jam terbang yang kian meningkat dengan rules tak jauh berbeda tatkala jumlah anak bertambah. Belum lagi jika rentetan faktor ekstern juga ikut membumbui.
Aku yang masih beranak satu saja masih kerap mengeluh dan kadang rentan terkena stress.
Ada saat di mana otak seperti nge-blank, semua terasa buntu. Mau apa-apa malas. Bawaannya mager. Pekerjaan yang seharusnya mudah hanya dengan sekali sentuh, tiba-tiba terasa berkali-kali lipat lebih berat dari sebelumnya.
Aarrgghh. Pengen teriak saat itu juga!
Rasanya lelah? Iya. Jenuh? Tentu. Bosan? Ya, apa boleh buat. Kata terakhir ini rasanya tak mengena jika disandingkan dengan dedikasi para ibu dalam keseharian. Karena faktanya, dalam kondisi sakit saja.. seorang ibu acapkali tak mengindahkan alarm tubuh dan tetap bekerja seperti biasanya. Karena ada tugas yang melambai tanpa bisa diwakilkan. Rasa-rasanya tak boleh ada kamus bosan.
Oleh sebab itu, kita perlu tahu kondisi di mana stress tengah diam-diam menjalar ke dalam diri. Kita manusia moms, manusia biasa. Bukan mutan, super woman a.k.a wonder woman, apapun itu sebutannya. Jadi wajar jika stress melanda di antara semua rutinitas yang memaku diri atas nama tanggung jawab beserta kewajiban yang diemban setiap harinya.
Yang perlu dilakukan adalah menyadari tahap ketika stress mulai melanda. Larut atau tidak, kita sendiri yang memilih situasi pada akhirnya. Konsekuensi tentu saja berimbas ke banyak hal, ya karena dedikasi para ibu adalah segalanya. Tiang yang menyangga rumah untuk tetap berdiri kokoh.
Maka, lakukan langkah-langkah kecil yang berharga tatkala stress mulai merambah jiwa. Suami bukan hanya sebagai pencari rezeki untuk keluarga kecilnya. Suami berhak tahu seperti apa perasaan istrinya saat itu. Jika bukan kepada pasangan, lantas kepada siapa lagi segala keluh kesah berhak berlabuh? Kepada tetangga sebelah? *Menggeleng kepala.
Seperti apapun, istri adalah tembok bagi rahasia rumah tangganya sendiri. Tetangga terkadang hadir seolah mengulurkan bantuan, tetapi di waktu tertentu, juga dapat menjadi boomerang. Ya, karena tak semua orang dapat dipercaya penuh. Tak semua orang yang menunjukkan kepedulian karena murni mereka peduli, barangkali sekedar ingin tahu. Mawas diri adakalanya harus dijadikan alarm untuk tetap berhati-hati.
Selelah apapun, bahkan ketika sedang marahan. Semarah apapun kita, hanya suami sebaik-baik diary bergembok yang bisa menampung semua keluh kesah. Entah karena tingkah anak-anak. Lempitan baju yang beranak pinak. Cucian yang belum juga terjamah. Sampai ke nyinyiran tetangga dalam keseharian.
Teringat perkataan dosenku, perempuan itu saking multi taskingnya.. naik kendaraan saja yang ada di kepalanya berisi rentetan pekerjaan rumah. Entah itu cucian, jemuran, sampai ke masakan. Hal remeh temeh yang bahkan tak pernah terbersit di dalam pikiran seorang suami, sudah dirambah luas oleh istri. Allah tentu punya maksud tersendiri mengapa kita diciptakan unik :)
Karena perempuan adalah sumber kasih sayang. Dalam peluknya ada kehangatan. Di pundaknya teremban amanah untuk membersamai jalan suaminya. Dalam keterbatasannya sekalipun, seorang ibu selalu hadir mengisi lini yang kosong. Menyempurnakan, meneduhkan, pendar kebahagiaan.
Bagaimana jika kita bersepakat? Sedih, marah, stress bagaimanapun, maka cukuplah telinga suami yang mendengar cerita kita. Tak perlu orang lain yang duduk di kursi panas, demi mendengarkan curhatan kita yang tak lega tanpa penjabaran mendetil *kalauaku. Ajak suami berkomitmen, untuk tetap saling berbagi rasa lelah. Saling berbagi rahasia. Saling ada! Di zaman yang serba mudah seperti sekarang, kendati LDM pun masih ada perantara telepon sampai ke internet untuk tetap saling terhubung.
Komunikasi adalah hal terpenting bagi pasangan suami istri.
Setelah berbagi pada suami. Pasti ada kelegaan tersendiri. Suami pun akan lebih mengerti. Tak mustahil ia mungkin akan memberi ruang terhadap istri untuk menikmati me time atau santai sejenak dengan ber-quality time bersama.
Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menanggulangi stress
1. Mengeluarkan isi pikiran
Selain suami, masing-masing orang tentu memiliki sosok yang dipercaya untuk berbagi. Sosok yang betul-betul bisa amanah dalam menyimpan rahasia. Bagaimana jika kali ini mencobanya dengan cara menulis? Entah itu melalui platform media sosial seperti blog maupun buku harian. Tujuan kita menulis untuk membangun self improvement dan mendatangkan manfaat bagi orang lain yang membaca. Keterangan lebih lanjut sudah dibahas di postingan ini Menulis Sebagai Terapi Kesehatan Mental tentang manfaat apa saja yang bisa diperoleh dari kegiatan menulis.2. Menyalurkan minat
Setiap orang punya ketertarikan tertentu dalam bidang yang diminati. Entah itu traveling, memasak, seni, membaca buku, melukis, dan masih banyak lagi. Tak ada salahnya menyalurkan minat tersebut sebagai jeda mengistirahatkan rasa lelah. Agar tubuh dan pikiran segar kembali. Komunikasikan pada suami, untuk sama-sama mengkondisikan waktu.3. Menonton film kesukaan
Punya genre yang diminati? Tak ada salahnya mengajak pasangan untuk duduk bersama, menemani menonton film, sampai ke diskusi ringan tentang apa yang baru ditonton. Cara membunuh waktu dengan refreshing murah dan bisa dilakukan di rumah tanpa harus ke bioskop terdekat. Sekarang ada website yang menyediakan streaming dengan berbagai genre film yang dapat ditonton. Salah satunya LK21 serta INDOXXI. Ketahuan kan yaa. Catatan nih, tonton sesuatu yang positif dan bermanfaat.4. Memanjakan diri
Seorang teman berseloroh bahwa jatah mandinya tak lagi senikmat ketika belum memiliki anak. Karena setelah beranak kecil, waktu mandi harus diringkas secepat mungkin. Seringnya halu, pas lagi asyik mandi terdengar suara tangisan bayi. Begitu disusul ternyata baby masih tertidur pulas. Pernah mengalami ini? Sepertinya semua ibu pernah ya. Termasuk aku :'DSelain itu bisa juga pergi spa ke salon, treatment di rumah dengan mendatangkan tukang pijat, sambil liyer-liyer penat pun mereda. Nikmat!
5. Melingkar bersama orang-orang yang menyalurkan energi positif
Punya crew liqo? Kelompok majelis taklim? Lingkup pengajian setempat barangkali? Komunitas sesuai passion yang ditekuni? Jika berada di tengah orang-orang yang positif dan dapat menyalurkan energi baru, tak ada salahnya berbaur di tengah mereka untuk recharge semangat dan motivasi dalam diri. Kadang, usai duduk melingkar selalu ada cerita dan hal positif yang bisa kita peroleh bahkan dikaji lebih lanjut sebagai bahan tulisan maupun pembahasan ringan bersama pasangan. Apalagi jika tujuannya bertholibul 'ilmi sekaligus silaturahmi.6. Berolahraga rutin
Olahraga tak hanya membantu untuk beroleh fisik yang bugar dan sehat. Tetapi juga mengembalikan bentuk tubuh ideal, salah satu kunci awet muda, sampai pada kemampuan menurunkan kadar stress di dalam tubuh. Bisa dong dari sekarang mengagendakan waktu untuk berolahraga rutin. Bisa bersama ibu-ibu pecinta aerobic, pilates, yoga bahkan zumba. Atau nge-gym bareng suami. Wah bakalan seru pasti :)7. Memiliki waktu tidur berkualitas / istirahat yang cukup
Tak ada yang menampik, setelah menjadi ibu memiliki waktu tidur berkualitas adalah kemewahan tersendiri. Faktanya, tak sedikit ibu yang harus bergadang setiap malam. Siangnya pun masih harus berkutat dengan pekerjaan sehingga tak memiliki jeda untuk beristirahat, minimal tidur siang. Barangkali suami bisa ambil alih menepikan anak-anak, dan memberi waktu pada bunda untuk istirahat sejenak. Tidur cukup sangat membantu untuk menjaga mood tetap stabil hingga suasana hati pun tak lekas naik turun.8. Banyak membaca
Percaya atau tidak, rutin membaca mampu menurunkan peluang stress. Terlebih jika bacaan itu membangun dan mendorong diri untuk jadi lebih baik. Karena beroleh semangat baru untuk melakukan perubahan-perubahan kecil dimulai dari dalam diri. Banyak buku-buku motivasi, pembangun jiwa, self emprovement, buku apapun selama itu memberikan pemahaman positif tak ada salahnya meluangkan waktu untuk membacanya rutin di sela-sela kesibukan.Terkadang banyak yang berdalih bahwa kesibukan sudah terlalu amat melintir hingga tak ada waktu yang tersisa dalam membaca kecuali rasa penat. Bagaimana jika membaca sendiri dijadikan sebagai salah satu ajang untuk menyegarkan diri? Maka membaca tak lagi menjadi beban atau tugas tambahan melainkan kebutuhan.
......................
8 pointer di atas barangkali belum mewakili keseluruhan, karena tentu ada banyak hal positif lain yang bisa dilakukan untuk menanggulangi stress. Tetapi semoga dari postingan ini, ada manfaat baik yang bisa diperoleh ya. Jangan berhenti di diri sendiri, sampaikan pada orang lain.
Intinya, ada banyak hal positif yang dapat kita upayakan untuk tetap mewaraskan diri sendiri. Setiap bunda memiliki solusi itu di dalam diri masing-masing, tergantung minat dan motivasi. Jangan berhenti menjadi cahaya bagi orang-orang sekitar. Setiap perempuan berharga, setiap ibu luar biasa, setiap kita istimewa. Selamat malam, bahagia adalah niscaya. Jangan lupa bersyukur :)
____________________________
a remind for my self
Magelang, 17 Oktober 2019
Copyright : @bianglalahijrah
6 Komentar
Betul. Menjadi ibu rumah tangga memang tugas terberat yang diemban manusia (perempuan). 24 sehari, sepanjang minggu, bulan, tahun, seumur hidupnya didedikasikan untuk keluarga.
BalasHapusDengan melakukan kedelapan poin di atas, kita tetap memiliki duni kita sendiri tanpa melalaikan tugas sebagai ibu rumah tangga.
Sepakat, Mbak. Karena bagaimanapun, keseimbangan itu penting. Seimbang antara kewajiban dan apa yang menjadi kesenangan. Ya, salah satu trik menjaga kewarasan. Thanks for blogwalking Mbak Lasmi. Jangan bosan main ke sini yaa :)
Hapussatu lagi buat aku tidur, aku kalau sdh capai dan belum semua selesai tak bawa tidur saja, untungnya aku gak pernah terganggu saat anak2 ribut main di sekitar aku, tetep saja tidur, bangun sdh seger kembali
BalasHapusSama nih, bund. Tidur memang bisa menjadi obat lelah, stress, mood booster juga. Kadang kalau lagi buntu mau nulis apa, tidur sejenak ternyata bisa membuat otak refresh kembali ketika terbangun. Setelahnya, kegiatan menulis pun menjadi lebih segar dan cemerlang insyaa Allah. Hehee :)
HapusSetuju banget. Nomer 5 tuh penting. Ikut grup sosial, bersosialisasi, itu penting. Orang kerja kalau stress, bisa curhat ke rekan kerja yang mengalami nasib yang kurang lebih sama. Ibu rumah tangga nggak bisa curhat sembarangan atas dasar privasi dan juga karena masalah tiap rumah orang beda-beda. Tapi yang paling penting adalah pendidikan pada anak-anak mengenai kesetaraan gender dan penghormatan kepada kedua belah pihak agar ketika mereka besar, bisa saling memahami.
BalasHapusHehe, terima kasih tambahannya Mbak. Thanks for blogwalking :)
HapusAssalamu'alaikum. Terima kasih sudah singgah dan membaca tulisan di Blog saya. Semoga bisa memberikan manfaat. Jangan lupa tinggalkan jejak baik di kolom komentar. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya. Ditunggu kunjungan selanjutnya :)