7 Agustus di 23 tahun silam, aku tak tahu sesakit apa yang harus ditanggung ibu saat melahirkanku ke dunia. Tetapi aku tahu bagaimana rasa sakit yang bertubi-tubi menghujam sekujur tubuh, saat melahirkan buah hati. Apa rasa sakit itu sama seperti yang aku rasakan saat melahirkan Aidan? Atau rasa sakit mamak lebih dari itu?

Aku hanya pernah mendengar sepotong cerita tentang kelahiranku. Anak pertama dari pernikahan mamak dan bapak. Putri pertama yang katanya hampir lahir di kamar mandi, karena mamak mengira ia hanya akan buang air. Beruntungnya sebab bapak datang di waktu yang tepat. Hanya selang beberapa menit usai mamak terbaring di tempat tidur, aku lahir tanpa bantuan bidan maupun dukun kampung.

7 Agustus 1994, aku adalah wujud pertama dari buah cinta bapak dan mamak. Aku adalah apa yang mereka nanti setelah mengikrarkan cinta di hati masing-masing. Aku adalah bayi perempuan yang tak kurang pelukan hangat dari orang-orang sekitar.

Dan aku adalah anak perempuan yang dulu tak pernah kehabisan kasih sayang dari bapak. Anak perempuan yang selalu dimanjakan oleh bapak. Anak perempuan yang kemudian melihat dan merasakan langsung proses jatuh bangun orangtuanya setelah itu.

Hari ini, tepat 23 tahun setelah tangis pertamaku menyabitkan senyum di wajah maupun hati mereka.. tetapi aku justru hendak menangis karena mereka tak di sisi tepat di hari jadi anaknya. Aku ingin menangis karena mereka tak sempat menemaniku berproses tumbuh hingga bisa seperti sekarang. Aku benar-benar menangis karena apa yang kucapai tak bisa kuceritakan langsung pada mereka.

Berkisah tentang anak perempuan mereka yang tak lagi seperti dulu. Tentang anak perempuan mereka yang tumbuh bersama didikan waktu.

Namun yang kutahu, segala sesuatu tentang anak pertama dari buah cinta pasangan suami istri adalah kenangan tak terlupa bagi mereka, baik itu dari hal kecil hingga hal besar lainnya.

Kadang aku bertanya-tanya apa hati bapak dan mamak masih terpaut jika mengingat moment kelahiran putri mereka ini?

Aku memang sudah dewasa sekarang. Bahkan siapa yang tahu jika di usia 23 tahun, aku tak hanya sudah berkeluarga tetapi juga memiliki seorang anak.

Hingga saat ini, barangkali bapak dan mamak tetap melangitkan doa-doa terbaik mereka kendati kami terpisah jarak satu sama lain.

Maka semoga bapak dan mamak bisa mengingat.. secuil dari kenangan kelahiranku di tengah-tengah mereka saat 23 tahun silam. Mereka juga akan memelukku lewat doa, menghujaniku dengan harapan-harapan terbaik mereka. Sebab doa dan harapan terbaik merekalah yang akan menuntun langkahku mendekati takdir-Nya yang lain. Takdir dari ketetapan terbaik Allah.

Aku hanya selalu yakin bahwa doa orangtua tak ada bandingannya dari sekian banyak keberuntungan yang telah dimiliki. Sebab doa merekalah sumber keberuntungan itu. Doa merekalah yang diam-diam mengetuk langit di setiap saat, agar terbuka jalan mudah bagiku untuk meraih mimpi satu persatu.

Walau mungkin mamak sudah melupakan rasa sakit saat berjuang melahirkanku.. walau mungkin mamak sudah mengikhlaskan malam-malam tanpa lelap saat harus menjaga nyenyak tidurku. Aku berharap, mamak tak akan pernah lupa euforia pertama yang ia rasakan saat menyambutku lahir dalam pelukannya.

Sebab setiap ibu memiliki kenangan tentang euforia pertama mereka setelah menjadi ibu. Aku hanya ingin mamak tidak melupakan itu. Aku ingin itu menjadi kenangan kami berdua.

Dan di antara semua doa terbaik dari ketulusan orang-orang yang murah hati mendoakanku, aku hanya ingin bertemu mamak. Hanya ingin di dekat mamak.

Setiap ada doa dan ucapan selamat dari semuanya, aku semakin memeluk erat-erat nama 'mamak' di dalam hati. Hanya bisa memeluk beliau lewat rindu dan hanya bisa menyapa lewat doa.

Teruntuk mamak, maaf jika aku pernah menjadi gadis nakal yang selalu punya jawaban setiap kali engkau bertutur marah. Maaf jika aku melangkah jauh sebelum sempat menunjukkan bakti padamu. Maaf untuk jarak yang telah memisahkan sejauh ini. Maaf jika saat sakit dan lelahmu aku tak ada di sana sebagai obat pelipur.

Maaf untuk setiap sendok nasi yang mengenyangkanku, tetapi aku tak tahu apa engkau makan dengan enak di sana. Apakah engkau sudah makan atau tengah menahan lapar.

Maaf untuk setiap tidur lelapku yang berselimut hangat, tapi aku lagi-lagi tak tahu bahwa engkau mungkin tengah sulit memejamkan mata di sana, sulit tidur karena gelisah yang engkau rasa.

Maaf untuk setiap sandang yang begitu elok melekat, tetapi tak pernah tahu selusuh apa pakaian yang mungkin sudah begitu kerap lekat di tubuhmu. Maaf untuk banyak hal yang seharusnya sampai padamu saat ini, tetapi aku justru tak tahu bagaimana kabar dan keadaanmu.

Kau tahu, mak? Aku anak perempuanmu yang selalu menangis hati setiap kali mengingatmu. Aku anak perempuanmu yang tak pernah lupa mendoakan kebaikan orangtuanya di dunia maupun di akhirat. Aku anak perempuan kalian yang 23 tahun lalu belum bisa apa-apa kecuali menyusu, mengompol, dan membuat repot siang malam.. yang sangat ingin merawat kalian di hari tua.

Anak perempuan yang 23 tahun silam pernah kalian titipi harapan-harapan terbaik sejak aku masih di dalam kandungan. Mungkin hari ini dan ke depannya, aku adalah wujud dari pengharapan terbaik itu.

Mamak, di hari jadi kelahiranku tahun ini.. aku ingin bertanya tentang harapan-harapan yang pernah kau sembul di atas ubun-ubun kepalaku. Aku ingin tahu harapan terbesar yang belum sempat engkau katakan padaku. Aku ingin mendengar langsung semua itu darimu.

Agar kelak aku bisa menghadiahi itu ke pangkuanmu.

Mamak, apa aku sudah mendekati impian dan pengharapan terbaikmu itu? Apa aku sudah jadi anak yang membanggakan untukmu?

Sebab mamak dan bapak adalah motivasi pertama di setiap langkahku. Aku hanya ingin membuat kalian bangga, merasa beruntung sebab pernah melahirkan anak sepertiku. Aku hanya ingin menjadi salah satu di antara sebab dan alasan Allah menghadiahi kalian jubah emas beserta surga dan isinya.

Aku ingin menjadi anak yang tak hanya membuat kalian lapang di dunia tetapi juga kelak di akhirat.

Dan yang terakhir, maaf untuk setiap dosa-dosaku yang pernah kalian pikul. Yang mungkin akan menjadi pertanggung-jawaban kalian kelak di hadapan Allah. Maka semoga kalian senantiasa mendoakanku untuk menjadi anak yang shalehah. Menjadi istri shalehah sekaligus ibu shalehah bagi keluarga kecilku, meski seberat apapun ujian yang menguji langkahku. Walau seterjal apapun jalan yang menghambat prosesku.

Sebab sesulit apapun itu, bersama doa kalian, maka tak ada yang tak mungkin. Bersama doa kalian, dengan sendirinya jalan itu akan terbuka.

Barakallahu Fii Umrik untukku.

Titip doa untuk mamak, bapak, dan adik-adik di sana. Kelak, semoga Allah kumpulkan kami dalam limpahan kebaikan dan keberkahan. Aamiin yaa mujiibu.


~ For Life Lesson, 23 Years Old. Berbahagialah.. ~
Magelang, 07 Agustus
Copyright : @bianglalahijrah_

0 Komentar