Senja kali ini kembali bersanding dengan rinai hujan. Aku hanya ditemani dengan tiga buah buku yang belum sepenuhnya tuntas kubaca, segelas teh yang mengepul hangat, sembari mendengar lagu-lagu yang cukup mewakili suasana hatiku saat hati ini. Hemm, ada sedikit perasaan lega karena aku telah berdamai dengan hal yang kuacuhkan beberapa akhir ini. Termasuk, Zhy. Beberapa akhir ini aku tak melihatnya memang, ia bilang.. ia tengah berada di sebuah planet untuk mengusir kegalauannya. Zhy, semoga kau baik-baik saja. 


Rasanya hari begitu cepat berlalu. Dari hari ke minggu, minggu ke bulan. Baru kemarin rasanya menikmati musim yang ada di Januari 2014, dan sekarang tiba-tiba saja aku terdampar di tanggal pertama pada bulan Maret. Ah! rasa-rasanya aku juga ingin pergi menyingkir ke sebuah planet, khusus untuk diriku sendiri seperti Zhy. Aku ingin menikmati rasa sunyi dengan caraku sendiri. Rasa sunyi yang terkadang begitu berarti untuk dilewatkan. Walau ada kalanya aku begitu ingin memaki sepi. Hah! Membosankan. Sebab dalam kenyataannya, aku tak memiliki planet seistimewa planet yang dimiliki Zhy. Aku hanya punya Bumi, dengan beberapa tempat di dalamnya yang bisa aku kunjungi meski tetap berkawal sepi. Huft! Menyebalkan. 

 
Lihat! Rintik hujan yang menetes satu-satu saling mengejar satu sama lain untuk dapat mencumbu Bumi. Terkadang aku berpikir, bahwa adakalanya tingkah hujan begitu pongah, tetapi hadirnya juga merupakan berkah dari Yang Kuasa. Hujan, aku juga kerap begitu merindukan hadirnya. Ia begitu indah di waktu-waktu tertentu yang kukehendaki. Di saat lain, tak jarang aku menggerutui mereka karena membuat hal yang telah kurencanakan dengan baik menjadi tertunda. Tetapi bagaimanapun, ia.. hujan tetap hujan yang turun semata untuk menaati Titah Tuhannya. Seperti hujan yang hadir di senja kali ini, terima kasih karena telah menemani rasa sepiku. Sepi yang hadir membawa kebahagiaan tersendiri untukku. Terutama pada rindu yang tengah bersenandung dalam diam. Pada harapan yang tak juga mengalah lelah. Begitu banyak hal yang menari seiring denting waktu yang berjalan. Tentang banyak hal, yang tak melulu bisa terucap dalam urai kata. Namun ia meminta agar dapat menjelma dalam rupa aksara. Impian yang terbaca.


******


01 Maret 2014, kuawali dengan mengikuti seminar regional PAUD yang diadakan khusus untuk pada kader pendidik KB, SPS, PAUD dan TK. Tema yang dibahas juga menarik, yakni 'Permasalahan Anak Usia Dini dan Berbagai Solusinya'. Dari awal seminar resmi dimulai hingga selesai, aku begitu antusias mengikuti. Mungkin karena aku begitu haus dengan hal yang berbau ilmu, belum lagi tema yang diangkat kali ini sangat bermanfaat bagiku. O ya, tinggal tiga hari lagi ni.. semoga perjalanan Studi Banding Himpaudi ke Purwerejo berjalan dengan lancar. Aamiin. :)


Tadi sore aku lagi-lagi bereksperimen dengan rambut anak tetangga. Ini bukan kali pertama aku jadi tukang potong rambut dadakan. Barangkali aku mewarisi kemampuan Ibuku. Ibu yang juga seorang perias pengantin dengan kelihaian memotong rambut. Karena itu, sejak kecil kami jarang ke salon karena sudah ada Ibu yang siap memangkas rambut kami. Hihihi, sahabat tahu? Aku punya kisah lucu saat aku duduk di bangku kelas 3 SD. Waktu itu Kakek berniat ke tukang pangkas rambut untuk merapikan rambutnya, tapi aku melarang beliau dengan alasan aku bisa membantu beliau kalau hanya sekedar merapikan rambutnya. Maka jadilah insiden yang tak bisa kulupakan. Awalnya aku hanya berniat memotong rambut Kakek sedikit, tapi semakin kupotong rambut beliau semakin tak rapi, kupotong lagi eh malah tambah parah. Lalu aku berinisiatif untuk merapikan bekas potongan yang tak rapi dengan menggunakan silet! Kalian tahu yang selanjutnya terjadi? Yapss!! Eksperimen gadis sembilan tahun berhasil! Rambut Kakek terlihat lebih menarik karena persis seperti rambut Pastur yang ada di film-film luar. Lho kok bisa? Aku sendiri tidak tahu, kenapa malah jadi model seperti itu. Tahu? Rambut yang tersisa di kepala Kakek hanya tinggal setengah, belum lagi kulit kepala beliau yang luka-luka karena tergores silet yang cukup tajam. :D


Hahaha... Selanjutnyaaa!!! Saat Ibu tahu, aku langsung dimarahi Ibu meski beliau sempat tertawa geli saat melihat kepala Kakek. Tapi rambut model topi itu tak bertahan lama kok, karena mau tak mau Kakek harus merelakan kepalanya digundul oleh Ibu, daripada harus punya rambut trend nggak jelas seperti itu. Maaf ya, Kek. Cucumu ini terlalu cerdas plus kreatif memang. :D


Hihihi, ada banyak sekali kenakalan dan kejahilan yang ada di masa-masa kecilku. Kenakalan yang tak jarang membuat orang lain jengkel dan bertambah gemas karena ulah-ulah yang kulakukan. Hihihi, menjengkelkan tapi juga sangat lucu. Sampai hari ini, barangkali Ibu akan tertawa jika mengingat kejadian itu. Tapi sekarang sudah nggak asal-asalan lagi kok, buktinya mereka puas dengan hasil karyaku sekalipun tak berbayar. :) Salah satunya Dek Nia dan Dek Lina, congrats! buat poni barunya :D


Sudah dulu ya, sahabat. Kita berjumpa lagi di curcol selanjutnya. ^_^

0 Komentar