Ada saat, di mana langit akan menangis saat uap air yang membendung di setiap sisi dari kapas putihnya, tak lagi mampu menampungnya lebih lama. Dan saat itu pula, ia akan tumpah. Tumpah dalam wujud hujan yang basah dan dingin. 

Sementara aku, menangis saat kesedihan tak lagi menemukan jalan pelampiasan lain, untuk reda dan bernafas dengan lega. Aku seperti dedaun kering. Yang terbang tersapu angin.. lalu jatuh di atas tanah asing tempatku terhempas. Aku tak ubahnya seperti bunga yang layu dan dengan sendirinya meninggalkan kelopakku. Jatuh tak berdaya. 

Aku bagai manusia yang tak tahu arah untuk pergi.. dan juga tak tahu arah untuk pulang. Pelangi bagiku adalah keseluruhan atas warna abu-abu dan hitam. Tak ada merah, tak ada kuning, tak ada hijau, pun tak ada warna-warna yang lain. Rasa bagiku hanya hambar atau justru pahit. Tak ada manis, tak ada rasa lain yang dapat mewakili rasa di hatiku kecuali hambar. 

Aku seperti pohon yang tak memiliki tangkai. Tak ada tawa, tak ada senyum, tak ada bahagia, hanya duka dan luka. Menangis, bersama kata yang memekik pilu. Hingga kata tak dapat dibahasakan. Hingga rasa tak dapat dijabarkan. Dalam sepi yang merindu...

copyright @bianglalahijrah, 27 November 2013. Magelang.
Teruntuk hati yang lara dalam kerinduan yang tak lekang.

0 Komentar