Bagaimana jika rencana Tuhan lebih baik dari rencanamu, walau jalannya tak sebaik keinginanmu. Apa kau tetap ingin kembali dan memperbaiki yang mungkin akan lebih baik jika demikian adanya? #Reflection


Hai, assalamualaikum. Apa kabar? Sebelum genap satu tahun dari postingan terakhir blog ini, aku harus segera menulis dan membuat postingan terbaru. Semoga dari postingan ini, menyusul new entry lainnya di blog "Bianglala Hijrah". Maafkan, karena setahun belakangan... si penulis blog Bianglala Hijrah sedang berada di mode survival demi *nambah cuan aja sih. Masyaa Allah. Setahun terakhir, aku meng-upgrade skill baru di dunia perkontenan affiliator saat teman-teman penulis lain mungkin tengah menelurkan karya baru dan selebrasi atas pencapaian yang didapat.

Aku tak ingin membandingkan progressku dengan progress siapapun. Karena meski tak sedang fokus menulis, aku fokus berkarya di bidang lain. Aktif ngonten dengan menjadi affiliator dan menghasilkan dua digit setiap bulannya. Allahumma barik. Pelan-pelan mencentang list target dan impian untuk menjadi womendependent yang memiliki financial freedom. Aku bersyukur, karena berkat itu pula aku bisa mendatangi agenda Munas Forum Lingkar Pena yang ke 6 dan semua biaya yang keluar murni dari uangku sendiri. Suami jadi tak mengeluarkan uang untuk ongkos perjalanan atau pun sangu istrinya. Ini kebanggaan tersendiri untukku yang selama ini bergantung keuangan dari suami.



Persis seperti wishlist yang kutulis di tahun-tahun sebelumnya, apapun itu, selama bisa kukerjakan dari rumah tanpa meninggalkan anak-anak.. semoga Allah memberikanku ladang penghasilan yang dapat menopang kebutuhan pribadiku, bahkan membantu orang-orang yang kusayangi pula.

Aku mungkin menjeda produktifitas menulisku. Tetapi aku memberdayakan diri di bidang lain. Meski terkadang rindu, ingin kembali menoreh karya dan prestasi baru. Tapi aku akan bersabar untuk itu.

Pelan-pelan. Satu persatu. Tak ada yang bisa kita genggam sekaligus dalam waktu bersamaan. Jika pun ada, pasti ada satu hal yang kita berikan energi lebih sepenuhnya.

Maka, aku berusaha untuk memfokuskan energi pada hal yang paling mungkin kulakukan saat ini untuk diriku maupun keluargaku. Tak dipungkiri ya, finansial ini menjadi momok dalam keluarga jika dianggap sepele. Jadi dari pada mengeluh ini itu, aku ingin berdaya atas diriku sendiri. Suami tetap melaksanakan kewajibannya, tapi aku juga ingin menebus kesenangan tanpa rasa bersalah seperti saat menggunakan uang suami.

Dan ternyata itu jauh lebih melegakan hati. Alhamdulillah.

Setahun terakhir berlalu cepat sembari masih menimbang-nimbang langkah. Kadang optimis, kadang pesimis. Karena di satu sisi ingin serius di dunia konten kreator, tapi di sisi lain panggilan jiwa untuk menulis merongrong sedemikian kuat.

Tapi itu tak mengurungkan niat untuk ikut serta di perhelatan Munas FLP, meski ketika berkaca diri, aku memang tak sedang di performa cukup baik sesuai apa yang organisasi ini usung sejak awal berdirinya. Tapi bismillah, bukankah banyak cara untuk bermanfaat? Selama itu bisa dipertanggungjawabkan sebagai wajah depan yang membawa nama Forum Lingkar Pena.



FLP bukan hanya tentang keorganisasian, tetapi juga ada dua pilar lain yang berdiri bersamanya. Yakni keIslaman yang insyaa Allah senantiasa disertai dengan upgrading diri, maupun kepenulisan itu sendiri. Pilar kepenulisan ini yang tak sedang kutekuni setahun terakhir. Tapi setahun ke depan? Rasa-rasanya aku ingin memuntahkan semua hal yang tertahan. Karena meski berkarya dalam bentuk konten video, panggilan jiwaku di dunia kepenulisan tak bisa dibendung lagi.

Awal September dibuka dengan tiga kali bermimpi didatangi oleh pendiri organisasi ini, bunda Asma Nadia & bunda Helvy Tiana Rossa. Setiap kali terbangun, yang membekas adalah mimik wajah mereka dan warna baju yang dikenakan. Aku percaya di dunia spiritualitas, mimpi bukan sekadar bunga tidur. Mimpi itu hadir ketika jiwaku terasa gersang dan rindu melakoni panggilan jiwaku dalam hal menulis. Aku coba menuangkan tulisan dan isi pikiran itu dalam bentuk caption maupun video reels. Tapi dahaga dan lapar pun masih terasa. Apa memimpikan beliau berdua adalah tanda jika aku diminta untuk segera kembali?

Itu pula yang menjadi motivasi kuat untuk menghadiri acara Munas FLP di Surabaya - Jawa Timur. Ada keyakinan besar bahwa hal-hal baik menantiku di kota besar itu. Bahwa setelah pulang, aku akan kembali memeluk momentum yang kudapati di sepanjang tahun 2024 lalu. Ketika sedang aktif-aktifnya menulis, menjuarai kepenulisan nasional dan menang di event kepenulisan tingkat internasional, sekaligus menjadi narasumber di berbagai workshop yang diselenggarakan oleh sekolah-sekolah yang ada di Magelang. Dari tingkat sekolah dasar hingga menengah atas.



Rindu? Tentu saja sangat-sangat rindu. Jiwaku ada di dunia ini. Menulis, berkarya, berliterasi. Aku bahkan meyakini sesuai life path jiwaku, aku terlahir untuk mengabdikan diri di bidang ini. Sama halnya seperti motto FLP; berbakti, berkarya, berarti. Membaktikan diri untuk terus membumikan literasi di manapun, atau kapanpun. Berkarya positif yang tak lekang kebermanfaatannya dari generasi ke generasi. Menjadi berarti, untuk tak mati tanpa makna yang membumi pun melangit baik kini hingga nanti, saat si penulisnya telah kembali ke pelukan Ilahi.

Singkat cerita, 16 Oktober pun tiba, persiapan matang yang terlaksana sejak satu bulan sebelumnya menghantar langkahku menuju stasiun Tugu Yogyakarta yang akan bertolak menuju Surabaya. Ditemani empat kawan, satunya dari Kalimantan. Tiga lainnya personil dari FLP Jogja. Perjalanan yang menyenangkan, beberapa gambar maupun video kuabadikan dengan baik. Otak kreatorku bekerja bahwa perjalanan ini bisa sekaligus menjadi bahan konten untuk postingan sosial media. Ehem.


Teman-teman seperjalanan..


Setibanya di stasiun Gubeng Surabaya, dalam hati aku mengucap takbir dan sholawat berkali-kali. Lega sekali rasanya, meski ini safar pertamaku tanpa didampingi suami. Dari ibu kota Jawa Timur, ada kota lain yang kudoakan dapat mempertemukan kembali dua saudara yang terpisah karena takdir. Adik bungsuku, Sandi, yang sampai sekarang masih lost kontak. Kabar terakhir, ia berada di salah satu kota provinsi ini. Sepanjang perjalanan ketika kereta melaju mundur, aku menghitung sekian ribu sholawat jibril. Semoga Allah mudahkan setiap hajat, dan jika direzkikan bertemu, adikku akan menemukan radar itu untuk menghampiri kakaknya.


Stasiun Gubeng (Surabaya)


Munas yang baru pertama ini kuikuti, menghadirkan getar haru luar biasa. Terlebih ketika di pembukaan, ada sosok Habiburrahman El-Shirazy di depan mata. Entah aku yang kurang jeli membaca informasi, karena tak menangkap bahwa sosoknya akan hadir di perhelatan munas tersebut.

Beruntungnya sebab posisi dudukku berada di paling depan pojok kiri. Hanya sekian meter dari tempat beliau berdiri di atas podium saat tengah menyampaikan sambutan berikut doa baiknya.


Foto bersama kang Abik (Habiburrahman El Shirazy)


Aku berkaca-kaca, Kak Sari yang kemudian kuketahui datang sebagai delegasi FLP Riau terus mendorongku untuk memberanikan diri maju dan meminta foto bersama Kang Abik.

"Ayo, Mbak. Besok tidak bisa lagi, takutnya habis ini pulang. Tak dapat foto bersama kan.." ucap beliau yang beriring dengan suara degup jantungku.

Beruntung lagi sebab memiliki teman-teman yang begitu peduli pada keinginanku demi berfoto dengan sang idola. Tepat di ruang makan, usai berfoto dengan Kang Abik, tangisku pecah. Wallahi bukan disengaja, apalagi untuk mencari perhatian. Untuk apa?

Tangis itu pecah, karena gambaran perjalanan hidupku di awal merantau muncul begitu saja.

Dulu, dengan uang 20 ribu sebagai pegangan. Anak remaja itu pergi melangkah keluar dari tanah kelahirannya. Meninggalkan orangtua dan keluarga. Menebeng tinggal dari satu tempat ke tempat lain, demi mengejar mimpi besarnya. Tas bekas milik nenekku bahkan diberatkan bukan karena baju bawaan, melainkan novel-novel karya Kang Abik. Kapan aku merasa hidup terlalu berat, aku membacanya ulang. Ingatan itu muncul serupa slideshow. Introvert-melankolis sepertiku jelas mudah menangis untuk hal-hal yang terasa emosional.


Foto bersama bunda Maimon dan delegasi FLP wilayah Jawa Tengah


Aku pernah menangkap semangat itu dari sosok Fahri yang menempel target-targetnya di dinding. Bahkan sosok Anna Althafunnisa yang membuatku beroleh hidayah dan hijrah untuk mengenakan hijab syar'I dan belajar Islam lebih baik. Meski sempat futur dan langkahku terjerembab berkali-kali, aku bersyukur masih istiqomah mengenakan pakaian taat ini meski iman takwaku tak sebaik orang-orang shalih di luar sana.

Aku yang tumbuh di keluarga dengan background islam KTP, membuatku menangis sesenggukan sebab semua ingatan itu tertarik keluar. Kang Abik di depan mata Ya Rabb, penulis dari novel-novel yang selalu kubaca demi meyakinkan diri bahwa langkahku akan sampai pada mimpi-mimpi besar itu, seperti hikmah baik yang terpenuhi di waktu yang tepat. Jiwaku yang sedang butuh disentuh, dikuatkan, digerakkan kembali. Ternyata hanya dengan cara ini, begitu romantis Allah mengingatkanku pada apa yang dulu membangkitkanku setiap kali terjatuh. Allahuakbar.

Dan aku juga bersyukur, sebab orang-orang yang berada di masa laluku menemukan hidayah dan hidup lebih baik saat ini. Baik itu orangtua, maupun keluarga besar.



Oh ternyata ini alasan mengapa begitu mudah langkahku untuk sampai ke Surabaya meski awal Oktober, keluarga kecilku disapa ujian tak terduga.

Ini alasan mengapa panggilan itu begitu kuat untuk menghadirkan kembali FLP di kabupaten Magelang. Bukan karena aku, tapi karena ada berjuta kebaikan yang akan terjembatani lewat organisasi ini.

Alasan-alasan itu membesarkan dada, si introvert-melankolis ini menangis ketika idolanya berdiri sejarak sekian meter saja.

Selain Kang Abik, ada bunda Afifah Afra, bunda Sinta Yudisia, bahkan aku juga berfoto dengan Izzatul Jannah penulis buku Padang Seribu Malaikat yang dulu pernah menemani di jam istirahat sekolah. Ada pula bunda Maimon yang terpilih sebagai dewan pertimbangan FLP, beliau adalah salah satu pendiri organisasi ini.


Foto bersama bunda Afifah Afra

Foto bersama bunda Sinta Yudisia
Foto bersama bunda Intan (Izzatul Jannah)


Munas FLP mempertemukanku dengan sosok-sosok luar biasa dengan karya yang pernah kubaca di usia remaja. Munas juga mempertemukanku dengan teman-teman dari berbagai daerah se-Indonesia, dan tiba-tiba akrab seolah telah berkawan lama.

Bagi orang lain, apa yang kualami, rasakan, dan tulis di sini barangkali bukan hal besar. Tapi aku meromantisasi ini sebagai jejak dari perjalanan hidup yang telah menempaku hingga ke titik ini.

Alhamdulillahilladzi bini'matihi tattimush shalihat. Fabiayyi ala'i rabbikuma tukadzhiban?

Terima kasih ya, aku.. kamu terus berproses meski kadang niat dan langkahmu di salah arti oleh mereka yang lebih memilih melempar prasangkanya padamu.

Terima kasih tetap menjadi dirimu, tanpa harus berganti wajah hanya untuk diterima. Seperti keyakinanmu, yang sefrekuensi akan bertemu dengan frekuensi yang sama; pada akhirnya.

Tetap belajar ya, kosongkan wadah dalam dirimu untuk menimba pengetahuan/pembelajaran baru setiap saatnya. Karena hanya ia yang mengosongkan dirinya untuk siap belajar lah yang akan mendapatkan pemahaman baik itu (himmah, hikmah, ibrah). Terima kasih sudah menjadi sosok pembelajar yang tak enggan menimba ilmu dari siapa saja yang ditemui.


Foto bersama Ketua Umum Terpilih mbak Nafi'ah Al-Ma'rab
(Periode 2025-2029)

Untuk adikku, Sandi, di manapun kamu berada. Entah masih di kota itu, atau kota berbeda.. semoga Allah menjaga dan melindungimu selalu. Suatu hari, mungkin karya yang kutulis akan sampai ke tanganmu. Maafkan masa kecil kita yang tak bahagia. Maaf jika aku tak menggenggam tanganmu lebih erat sebab hidupku pun sama tak mudahnya pada waktu itu. Kelak, mari duduk untuk saling melapangkan dada. Aku dan kamu ketika masih kanak-kanak, di hari ini yang sama bertumbuh dewasa; dengan sikap yang bijaksana. Saling ridho ya, Dek. Suatu hari, kakak akan menunjukkan catatan ini. Aku pernah ke Surabaya dengan harapan tersebut, aku menangis untuk perjalanan hidup yang menempaku sedemikian rupa, tapi doa baikku selalu memayungi langkah saudaraku.

Tapi, aku bersyukur. Aku mensyukuri setiap hal yang datang dan pergi, setiap orang adalah guru, setiap pengalaman adalah kompas kehidupan.

Terima kasih Allah, jika ada pilihan untuk kembali... tapi takdir dan ketetapan dari-Mu justru menempaku sebaik ini. Sami'na wa athona Ya Rabb, kami ridho dengan segala apa yang Engkau gariskan.

Setelah ini, akan kuayunkan kembali pena perjuangan itu. Tak berhenti. Hingga napas di hembusan terakhir, ini caraku berbakti dan mengabdikan diri.

Dan percayalah, apapun yang digariskan untukmu.. akan tetap sampai padamu. Cepat atau lambat. Yakin, kencangkan doa dan ikhtiar. Surrender. Biarkan pemilik kehidupan mengatur ulang kehidupanmu, lebih baik dari apa yang pernah kau minta dari-Nya.

Bismillah biidznillah.





______________________________


Magelang, 23 Oktober 2025

Copyright: www.bianglalahijrah.com

0 Komentar