Memasuki bulan ketiga menjadi manusia introvert yang nyaman menepi dari keramaian, bahkan sekadar bermain ke tetangga sebelah rumah pun sangat terbatas. Sebenarnya ada, hanya beberapa kali aku mencoba keluar rumah, menyapa orang-orang sekitar sekenanya, atau mengajak anak-anak bermain ke rumah Mbahnya yang hanya berjarak sekian meter dari rumah kami.

Sejujurnya, bukan tanpa sengaja aku menarik diri dari lingkungan (khusus) di sini. Aku masih bersikap normal ketika berada di luar. Itu tentu saja tak mudah, tetapi lama kelamaan aku mulai terbiasa. Jika dulu bersikap apatis bukan sesuatu yang gampang dilakukan, kali ini aku merasa menjadi apatis di lingkungan tempat tinggal yang kurang kondusif menjadi sangat penting.

Terutama untuk tipe orang sepertiku. Terlepas apakah aku memiliki mood disorder di balik itu, atau pun tidak. Apa caraku merespon yang bermasalah, atau memang karena mereka sendiri juga memiliki andil yang salah.

Fakta bahwa aku sendiri bukan penduduk asli, barangkali juga mempengaruhi. Lahir dan dibesarkan di seberang pulau Jawa, ada hal-hal yang melekat dalam diriku, dan menjadi begitu terusik ketika berbenturan dengan cara-cara penduduk sekitar yang mereka anggap biasa tapi tidak menurutku. 

Seperti halnya, kebiasaan nonggo yang mustahil tanpa topik membicarakan orang lain. Atau, ketika mudah sekali melanggar privasi orang lain tanpa lebih dulu permisi. Kalau soal seseorang yang tak senang padamu, kemudian menyebar omongan yang tidak-tidak hanya agar orang lain juga ikut salah paham denganmu, aku anggap itu sebagai tabiat individunya. Di manapun tinggal pasti ada satu atau dua.. orang-orang dengan tipikal begini.

Bahayanya jika penyakit hati itu dijadikan sebuah hal yang wajar, ada pemakluman pula dari orang-orang yang juga tak jauh berbeda dengannya.

Jadi, paham kan? Alasan mengapa aku lebih nyaman diam di rumah. Membersamai anak-anak, membaca buku, juga menulis. Aktivitas nonggo bukan termasuk pada kebutuhan primer maupun sekunder sekalipun sebagai makhluk sosial. Karena ada banyak pola interaksi yang sehat, sportif, supportif, tanpa harus duduk bercengkrama setiap harinya.

Bukan berarti pula, yang memilih memberi batasan seolah ogah mengenal tetangga. Bukan, bukan begitu. Aku melihat dulu siapa orangnya, bagaimana lingkungannya. Ini bukan hanya perkara bagaimana aku akan merespon mereka, karena semua juga tergantung sikon seperti apa yang sedang ada di hadapanku beserta siapa yang tengah kuhadapi.

Kemarin hari, aku beramah tamah pada siapapun. Tetapi ada celah yang mereka ambil untuk menusukku dari belakang. Kali ini, aku memilih mawas diri. Tak bicara jika memang tak diperlukan. Berinteraksi seperlunya. Berikan bantuan jika memang dibutuhkan.

Betapa menjadi orang yang terlalu baik, atau terlalu ramah, adakalanya bukan sesuatu yang menguntungkan. Karena tak jarang, ada orang-orang yang mendekat hanya untuk memanfaatkanmu. Apalagi kalau kamu termasuk pada people pleaser. Serba nggak enakan.

Aku suka heran, sama orang yang senang sekali menggubris kehidupan pribadi orang lain meski terkadang tak dimintai saran maupun pendapat darinya. Beberapa orang mungkin akan bersikap biasa. Tapi tak sedikit orang yang akan merasa tak nyaman, aku di antaranya. Menghargai privasi orang lain adalah privilege yang bagiku pantas didapatkan oleh setiap orang, di manapun itu. Walau realitanya? Tak semudah itu memang. Kembali lagi pada SDM manusianya, juga habit yang terbentuk di lingkungan itu.

Nyaris tiga bulan sudah, disusul perpanjangan masa PPKM. Aku bersuka cita di dalam rumah. Keluar jika ada janji konseling ke psikologku. Belanja ke tukang sayur sesekali. Atau butuh ke toko buku untuk membeli bacaan baru agar semakin berkualitas fase menepi yang sedang dijalani ini.

Sebenarnya, ada banyak hal yang ingin kutulis. Entah mengapa justru cerita ini yang lebih dulu meluncur dari kepalaku, untuk mengawali postingan di Agustus luar biasa ini. Bulan bahagia, bulan dengan dua moment penting untukku. Hari ulang tahunku, juga anniversary pernikahan.

Terlepas apakah respon kita yang perlu dibenahi, atau memang orang-orang yang sudah terlalu melampaui batasannya, menarik diri tak selalu adalah hal yang buruk. Menarik diri kadangkala diperlukan, ketika menyadari ada banyak perbedaan yang sulit disatukan. Ada banyak hal yang berseberangan, ketika kita tahu itu sesuatu yang salah, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Aware bahwa kesehatan mental diri sendiri jauh lebih penting. Waktu yang terbuang akan sayang sekali jika hanya dipakai sekadar duduk bersama, dan mulai mencari sosok sebagai korban dalam obrolan. Katanya demi mengisi waktu, sekaligus menaikkan eksistensi diri yang hanya 'merasa' lebih baik dari dia yang diomongi. Big No! Apa gunanya?

Karena aku tak bisa mengubah tabiat orang lain, di sini aku yang merubah responku, jauh dari sebelumnya. Aku tak mau capek-capek menguras energi untuk meladeni ghibahan orang yang tak sepenuhnya mengenalku dengan baik. Tak mau juga menghabiskan waktu pada perkara yang tak mendatangkan manfaat untukku. 

Jika mereka bisa berpikir, mereka akan merasa dengan sendirinya.

So, ini hanya postingan selingan, seharusnya aku menulis hasil konseling kemarin.. mungkin nanti yaa, di frekwensi mood yang lebih baik hehe :)


Dari balik tembok rumah, hari-hari ternyata berlalu jauh lebih cepat. Masyaa Allah. Alhamdulillah.


________________________________


Magelang, 2 Agustus 2021

copyrihgt : www.bianglalahijrah.com 

4 Komentar

  1. Berasa pecah kalau baca yang kayak gini-gini, jadi orang introvert itu nggak mudah, Mbak. Seringkali disalahpahami :')

    Mudah-mudahan Mba selalu dikuatkan ya. Gak apa rubuh sesekali, tapi jangan sampai menyerah. Semangat!

    Jalan ke surga memang tidak mudah. Mudah-mudahan segala ketidaknyamanan ini berbuahkan keindahan nantinya. Aamiin~

    Salam sayang,
    Esa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin allahumma aamiin. Terima kasih support dan doa baiknya. Salam sayang untukmu juga :)

      Hapus
  2. Jika menepi memberi ketenangan, mengapa mencari keramaian yang justru membuat kita lalai. Kirain hanya saya yang introvert, yang kadang kata orang seperti tak pandai bersosial

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihii, orang introvert bukan nggak bisa bersosial, tapi memang kita lebih nyaman ketika menepi. Ketimbang harus berada di tengah keramaian, dan bikin nggak nyaman banget :)

      Hapus

Assalamu'alaikum. Terima kasih sudah singgah dan membaca tulisan di Blog saya. Semoga bisa memberikan manfaat. Jangan lupa tinggalkan jejak baik di kolom komentar. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya. Ditunggu kunjungan selanjutnya :)