Aku baik-baik saja, tetapi perasaanku tak sedang baik-baik saja. Kadang terasa tanpa beban, kadang pula tiba-tiba menangis. Akhir-akhir ini ketika malam datang, aku menemukan diriku merenungi banyak hal. Termasuk pada ingatan yang tak ingin kuhadirkan. Bagaimana masa kecilku terlewati begitu saja. Bagaimana masa remaja yang melompat tanpa pernah kunikmati sebagaimana mestinya, dan hari ini.. aku adalah orang dewasa yang bergelut dengan dirinya sendiri.

Satu-satunya kesadaran yang masih terus kubangun adalah.. aku berusaha meyakini bahwa apa yang ada di dalam pikiranku bisa saja tak benar. Ini hanya false belief yang terbentuk sekian tahun karena trauma demi trauma yang dialami di masa lalu. Sebentuk pertahanan diri agar aku bisa terus bertahan dengan berbagai ketidaknyamanan yang tetap hadir hingga sekarang.

Di titik ini, aku seperti berada di garis ambang. Antara kanan dan kiri terlihat samar. Antara benar dan salah juga sama absurdnya. Di satu sisi aku ingin merelakan segala yang terjadi bahwa memang sudah ditetapkan terjadi, tak ada yang perlu diutak-utik, aku hanya harus menerima dan berdamai dengannya. Namun di sisi lain, perasaan, pemikiran, keinginanku juga ikut melawan. Merasa denial pada realita yang ada di hari ini. Bahwa aku masih merasakan sakit setiap kali pengalaman luka itu terangkat ke permukaan ingatan.

Aku di situasi ambang. Sebuah kondisi yang sekeras apapun berusaha kucerna, aku tertarik lebih dalam. Menjadi kian bingung. Semakin banyak pertanyaan. Bertambah deras air mata. Semakin sesak beban yang menghimpit dada. Semakin terperosok jatuh di kedalaman sana, sebuah tempat yang membuatku meringkuk pedih.

Aku tak sedang baik-baik saja, karenanya pikiranku berusaha mencerna banyak hal. Perasaanku juga sedang bernegosiasi. Kenyataannya, ekspektasi yang ada tak sejalan dengan realitas.

Perasaan macam apa ini?

Aku meraba-raba sejak kemarin, ketika menit-menit sebelum terpejam setiap malam.. aku mendapati pikiranku jauh lebih ribut. Pengalihan perhatian pada hal-hal yang kusenangi hanya menambah rasa hampa. Pergelutan itu masih terjadi. Tetapi aku di perasaan ambang yang sempit ini.

Apa yang sedang kucari?

Semua di belakang sana, banyak hal yang telah terjadi, dan mustahil untuk dibenahi dengan realita yang diingini. Sekalipun aku berandai tanpa henti, jika saja waktu bisa diulangi, dan aku tak terlahir menjadi 'aku' yang seperti saat ini.

Satu-satunya kesempatan untuk pulih, aku harus berdamai dengannya.

Tetapi untuk berdamai, aku harus memahami luka-luka seperti apa yang pernah ada. Mengupasnya seperti menguliti lapisan-lapisan kulit yang ada pada bawang. Semakin banyak kulit yang terkelupas, semakin terasa pedih, dan aku tak bisa menolak air mata.

Menghadirkan kembali ingatan itu, seolah menyayat fisik dan psikisku lebih dalam untuk terluka.

Aku seperti menertawai sesuatu yang tak pantas ditertawakan.

Aku juga menangisi hal-hal yang seharusnya tak membuatku terpuruk lebih dalam.

Mengapa emosi seperti mendramatisir situasi? Atau mungkin, respon yang keluar hari ini adalah bagian dari ingatan masa lampau yang belum tertangangi dengan baik? Seperti terjebak pada kenyataan atau ketidaknyataan. Katanya, pikiran manusia seringkali mengelabui manusia itu sendiri. Aku harus bisa melawan ini.

Hai aku, bisa kita hentikan pergelutan ini? Semua yang ada di pemikiranmu, belum tentu benar seyakin apa yang kau rasakan. Kau mungkin terluka terlalu banyak. Ingatan-ingatan itu pula yang membuat responmu hari ini kadangkala menjadi lepas kendali.

Ingatan pada masa kanak-kanak yang dipenuhi dengan pengabaian, penolakan, juga penelantaran.. tetapi paling tidak, kamu sudah bertahan sejauh ini, bukan? Kamu masih melanjutkan hidup. 

Jadi.. bisa kita kembali pada keyakinan tersebut? Bahwa apapun yang terjadi, memang semestinya terjadi, bukankah manusia hanya menjadi pelakon dari skenario yang sudah tertulis untuknya? 

Tanpa perlu bernegosiasi. Tanpa harus menuntut takdir memahami dan bersimpati. 

Ada banyak hal yang ingin kamu lerai di dalam kepalamu, kan? Aku tahu.. aku berusaha menerima bahwa luka yang diberikan mereka yang seharusnya melindungimu, terlalu banyak mendera batin dan fisikmu saat itu. Akan tetapi, kita sudah bertumbuh dewasa. Masa-masa sulit itu sudah berlalu di belakang sana. Lukamu hari ini dan di masa lampau adalah realitas berbeda yang terpisah masa. Aku tahu, kamu hanya berusaha melindungi diri agar tak lagi-lagi terluka, bukan?

Hai anak kecil yang terluka di dalam diriku, kesakitanmu adalah kesakitanku saat ini, aku sedang berjuang memulihkan dirimu. Aku sedang berusaha membuatmu bertumbuh dewasa sama sepertiku.

Hai aku kecil yang terluka di dalam diriku, kamu masih berusaha mencerna banyak hal? Menghubung-hubungkan rasa sakit yang dirasakan hari ini dengan rasa sakit di masa lalu. Tetapi waktu terus beranjak maju, apa yang terjadi dulu, dengan apa yang terjadi di masa sekarang, adalah dua waktu yang berbeda. 

Dulu, kita hanya bisa diam.. menerima perlakuan buruk yang ada. Tak bisa membela diri, memberontak pun kita hanya beroleh makian bertubi-tubi, dan jauh lebih sakit dari sebelumnya. Akan tetapi saat ini, kita sudah jauh lebih kuat. Kita mungkin masih terluka. Kita juga masih menangisi banyak hal yang terasa menyakitkan sebab tak adil, kita masih dirundung masalah, sampai pada terpukul untuk hal-hal yang harus terjadi di luar kendali. 

Tetapi kita bisa membela diri, kita bisa bersuara, kita bisa mencari pertolongan.

Tak ada yang benar-benar salah dan harus disalahkan. Teruslah bertumbuh, berproses, dan belajar menerima ya. Setahap demi setahap, pun tak masalah. Meski terkadang muncul pemikiran-pemikiran yang harus diperangi, it's okay. Menerima titik terburuk diri juga adalah selangkah menuju pulih.

Menerima rasa sakitnya. Rasa takutnya. Rasa ketidak normalannya. Rasa marahnya. Semua emosi yang dulu pernah dipendam, ditahan terus menerus, hari ini.. tak masalah itu semua menuntut keluar dengan caranya. Tugas kita adalah menerima itu, memahami rasa, membaca pesan yang ingin disampaikan darinya.

Hai diriku yang saat ini bertumbuh dewasa, kamu luar biasa untuk bertumbuh dari luka.

Jangan menyerah ya. Ini hanya fase sementara.

Bismillah, biidznillah. Lekas pulih.


_____________________________


Magelang, 15 Agustus 2021

copyright : www.bianglalahijrah.com

0 Komentar