Capek ya, jika harus menampung semua perkataan orang lain dan dimasukkan ke hati. Dipikir dalam-dalam, sampai merugikan diri sendiri. Padahal orang yang sengaja merusak suasana hati kita tengah bertepuk tangan, merasa menang, dan puas karena telah menyesakkan dada orang lain.

Kalau dipikir-pikir, untuk apa ada orang-orang yang berlaku demikian dan terlalu ambisius untuk merecoki kehidupan orang lain, hanya karena penyakit dalam hatinya? Bahkan sikap dan tindakannya sering membuat kita tak habis pikir, kok bisa ya? Mengapa orang seperti mereka begitu mencurahkan segenap waktu untuk membuat orang lain menjadi serba salah?

Faktanya.. di dalam hidup, di lingkup keseharian malah. Kita akan kerap berjumpa dengan watak-watak yang demikian. Terlepas apapun titelnya, latar belakangnya, pergaulannya, usianya, akan selalu ada orang yang cenderung mudah sekali panas hati tatkala melihat orang lain memiliki kelebihan dalam soal apapun.

Ada orang yang senang mengomentari sesuatu hal, bukan untuk tujuan baik melainkan agar orang lain merasa malu.. sungkan.. dan enggan melanjutkan apa yang tadinya sedang dikerjakan.

Mereka sengaja maido, mengolok-olok, meremehkan agar kita tak bertahan lebih jauh dan meraih lebih banyak dari apa yang ingin kita ikhtiarkan tadinya. Mengapa? Ya karena di situlah letak kemenangan mereka. Yang tak puas hati melihat keberhasilan orang lain. Hatinya susah melihat orang lain beroleh kesenangan. Jika mereka menginginkan hal serupa tetapi belum bisa, maka cara mudahnya dengan membuat orang lain menyingkir dengan sendirinya.

Picik sekali ya?

Oleh karena itu, kita memang dituntut untuk lebih bijaksana. Ada yang perlu didengar sebagai masukan dan bahan evaluasi diri. Tetapi ada pula masukan yang alih-alih mendatangkan kebaikan dan mendorong orang lain untuk menjadi lebih baik, yang ada.. sebenarnya lebih pada tujuan menjatuhkan.

Hal seperti itu, cukup dimasukkan telinga kanan lalu keluarkan lewat telinga kiri. Ditampung pun akan percuma. Hanya membuatmu semakin lelah dan ujung-ujungnya patah semangat.

Parahnya, ada tipe-tipe manusia yang tak senang melihat kelebihan orang lain. Baginya, jika tak bisa menyerupai keberhasilan seseorang.. maka orang tersebut juga tak boleh meraih pencapaian yang belum bisa ia realisasikan.

Ada orang yang seperti ini? Ada!

Mungkin tak terhitung di sekitar kita. Ada yang tampak jelas, ada yang bias, ada yang benar-benar terselubung.. nyaris tak terlihat. Yang tak menunjukkan rasa dengkinya disebut seseorang yang mulia, sebab saking buruknya dampak dari penyakit hasad tersebut.. dalam hadits riwayat Abu Daud diumpamakan bahwasanya hasad memakan kebaikan sebagaimana api yang melahap kayu bakar. Hangus tak bersisa.

Seseorang yang iri hatinya, tak akan berhenti sebelum melihat titik jatuhmu. Orang-orang seperti ini senang mencari-cari kesalahanmu dan menyebarkan aib-aibmu untuk diceritakan pada orang lain.

Capek ya? Menghadapi manusia dengan karakter demikian. Sebab penyakit itu bermukim di hatinya. Sesuatu yang tak kasat mata tetapi dampaknya akan sangat merugikan sekaligus menyengsarakan. Baik si empunya penyakit hati, maupun orang yang menjadi target iri hatinya.

Betapa kita tak pernah bisa menjauh dari kecemburuan, rasa iri, bahkan pemikiran picik orang-orang mengenai diri kita di hadapan mereka.

Mereka yang hatinya tertutupi dengan kabut kebencian, maka sulit untuk menemukan cahaya sekecil apapun yang bersumber dari kebaikan orang lain. Justru ia hanya akan merasa silau, berusaha menutup kedua matanya karena merasa terganggu. Sederhananya, begitulah orang yang tak suka pada keberhasilan kita.. memandang apa yang kita raih sebagai sesuatu yang menyakitkan dalam pandangannya.

Ia tak suka. Di waktu bersamaan ia sedang mendamba milik orang lain yang tak mampu dimiliki. Saat itu lah benih kebencian, rasa iri dengki, panas hati, mulai merasuki dirinya.

Dari Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata "Setiap jasad tidak lah bisa lepas dari yang namanya hasad. Namun orang yang berpenyakit hati, akan menampakkannya. Sedangkan orang yang mulia, akan menyembunyikannya,"

Jadi, seseorang yang tak bisa menyembunyikan rasa hasad dalam dirinya.. justru begitu ketara sekali tindak tanduknya. Orang-orang seperti ini senang menjadi pusat perhatian orang lain dengan mengarang cerita yang dibumbui lengkap menurut versinya, untuk menjatuhkan orang yang dianggapnya sebagai lawan hanya karena tingginya rasa iri yang memenuhi seisi hatinya.

Bahkan, kita juga tak bisa menghindar dari kecemburuan saudara sendiri ketika memiliki sesuatu hal yang kendati tak kita pertunjukkan begitu jelas ke hadapan orang lain, mereka yang bercokol iri di hatinya akan tetap merasa seolah apa yang kita raih menyakiti perasaannya dan tak sedikitpun membuatnya bernafas lega.

Ada kutipan yang sangat-sangat relate dan menohok sekali dari Ummu Nathan, bahwasanya hati manusia adalah penentu.

Bila baik keadaan hati itu, maka baiklah lisannya.

Semakin baik kondisi sebuah hati, semakin lemah lembutlah ia dalam bersikap. Semakin terjaga pula dalam berucap. Karenanya hati adalah penggerak. Bila baik keadaannya, maka akan baik pula apa-apa yang dikerjakan oleh anggota badannya.

Hati menuntun lisan.

Hati menuntun sikap.

Lagi-lagi kita berbicara tentang hati manusia yang diibaratkan rumah. Jika tak pernah dibersihkan, semakin lama.. akan semakin kotor dan reyot tak  terawat. Akan semakin mudah pula hati itu untuk dihinggapi berbagai penyakit yang dibenci oleh-Nya.

Jadi, bagaimana agar hati tak mudah berpenyakit?

Ketika seisi relung hanya terisi dengan-Nya. Ketika kita tak khawatir pada apa-apa yang sudah ditakdirkan menjadi milik kita, tentu akan tetap tergenggam tangan, bagaimanapun proses yang dilalui sebelumnya. Takkan pernah tertukar dan berpindah tangan ke orang lain.

Ketika kita berhenti membanding-bandingkan kepunyaan diri dengan nikmat yang orang lain miliki.

Saat kita tak lagi sibuk menilik kehidupan orang lain, mencari-cari kekurangan orang lain, menghitung kelebihan orang lain, sebaliknya.. kita justru sibuk dengan hal-hal yang jauh lebih manfaat. Mengembangkan potensi diri. Meningkatkan kapasitas diri. Meraih pencapaian terbaik menurut versi diri sendiri, bukan orang lain.

Kita bisa menjadikan kesuksesan orang lain sebagai motivasi, tetapi bukan patokan. Ingat, bukan sebagai patokan mutlak bahwa apa yang diraih harus sama persis sehingga menyalahi aturan, jalan, dan niat yang tak lagi murni.

Cukup jadikan keberhasilan orang lain sebagai pendorong bagi kita untuk meraih keberhasilan diri, alih-alih cemburu pada kesuksesan orang lain dan mencari peluang untuk dapat menjatuhkannya. Hati kita, milik kita.. jika tak dilatih pada hal-hal yang baik maka semakin dalam kita terperosok pada jurang kelam berisi lebih banyak penyakit yang mematikan nurani maupun akal. Imbasnya, kita tak hanya sengsara di dunia.. tetapi juga di akhirat.

Tak ada yang enak dari memupuk penyakit hati. Jadi jangan beri kesempatan atau peluang sekecil apapun hingga hatimu dapat tersentuh olehnya. Mau? Ketika kita tersiksa dengan apa yang orang lain miliki, bukannya berproses untuk meraihnya dengan jalan baik, kita justru membelakangi nikmat dan mulai membuat perbandingan yang tak sesuai dengan hitung-hitungan Allah.

Mulai sekarang, tanam ke dalam diri ya.. sebagaimana hadits yang diriwatkan oleh Muslim. Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, jauhilah prasangka karena sesungguhnya prasangka itu pembicaraan yang paling dusta. Jangan saling mencari-cari kesalahan, jangan saling memata-matai, jangan saling mendengki, jangan saling iri, jangan saling membenci, jangan saling bermusuhan, dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.

Dan dengannya, jangan ada dengki di antara kita :)

Sekian dariku, semoga bermanfaat ya. Ini juga catatan untuk diriku pribadi. Betapa tak mengenakkan sekali menghadapi orang-orang yang tabiatnya begitu ketara menunjukkan kebencian dan hasad dalam dirinya. Karena itu, tak perlu lakukan hal serupa.. sekalipun kita memiliki peluang untuk membalas perlakuan tak menyenangkan dari orang lain. Hasad itu, semakin diturutkan ibarat api yang kian berkobar tatkala disirami minyak dan lama kelamaan dapat menghanguskan. Kita sendirilah yang punya kendali.

_____________________________


Magelang, 11 Februari 2021

copyright : www.bianglalahijrah.com

0 Komentar