Untuk suara-suara yang tak bisa diutarakan. Juga untuk kata-kata yang berusaha dibungkam oleh orang lain. Kita tak salah dengan memilih menjadi orang yang apa adanya, bahkan ketika terlalu jujur dan terbuka mengenai hal apapun yang sedang dihadapi. Tak salah jika terkadang kita mengutarakan hal-hal yang tak sejalan dengan prinsip dan cara-cara kita dalam kehidupan agar orang lain bisa memahami itu dan bisa lebih saling menghargai atas apa yang dilakoni. Sayangnya, sosmed bukan tempat untuk berbijaksana terkait itu.

Beragam karakter bersembunyi di balik profile atau akun yang ditampilkan.

Ada yang tampaknya peduli pada permasalahan yang sedang berusaha kita urai, sebab mengampetnya hanya akan menjadi gumpalan rasa yang menyisakan perasaan tak nyaman berkepanjangan. Hanya saja, untuk sebagian yang tampak peduli, bukan berarti mereka telah benar-benar memahami.

Tak ayal, apa yang kita share di sosial media.. akan disalahpahami oleh mereka yang bersumbu pendek dan tak bisa membedakan mana dunia nyata dan hanya sekedar maya. Bahwa ada hal-hal yang bisa saja menjadi sesuatu yang serius, namun ada juga yang hanya sekedar intermezzo belaka.

Siapa saja bisa menjadi apa saja di sosial media miliknya. Pun sama, siapa saja bisa membagikan apa saja di sosial media yang ia punya. Tak ada yang salah dengan itu. Selama bertujuan baik, dan tidak merugikan atau membahayakan hidup orang lain, misal.

Ketika setiap aplikasi memberikan pilihan untuk di-install atau un-install.. begitu pula dengan jaringan pertemanan yang diikuti di akun sosmed manapun. Baik itu Facebook, Instagram, hingga pada WhatsApp.

Jika tak senang dengan orangnya, atau dengan apa yang dia posting.. selain memberikan nasehat secara baik-baik, tanpa mencak-mencak dan memaksakan pemahaman diri ke orang lain, kita diberi pilihan untuk berhenti mengikutinya di sosial media. Bahkan jika perlu, blokir saja akunnya. Beres!

Karena kita tak bisa terus menerus mempermasalahkan apa yang ingin orang lain bagi di laman sosmed miliknya.
Kita tak perlu capek-capek membeberkan berbagai hal jelek terkait orang tersebut jika ada sesuatu hal yang tak sesuai, hanya untuk menegaskan apa? Dia buruk dan kita yang baik kah? 

Betapa penyakit hati juga bertumbuh subur hanya karena tak bijak dalam bersosmed. Kita mempermasalahkan postingan orang lain, tetapi memilih untuk tetap mengikutinya di jejaring sosial. Kita memilih untuk masih menyimpan kontak WhatsApp miliknya. Kita masih sibuk membicarakan apa-apa yang seseorang bagi dalam laman pribadi miliknya. Seolah apa yang dilakukan orang itu salah, dan kita yang sedang di posisi "membicarakan kejelekan seseorang" sudah berlaku hal yang benar.

Jeleknya, jika kebiasaan tersebut menjadikan seseorang mengada-ada tentang postingan orang lain. Misal, kita tanpa sengaja pernah tersinggung dengan apa yang orang lain posting dalam sosmed miliknya. Alih-alih memilih bertabayyun, kita percaya penuh pada prasangka bahwa postingan itu sejatinya ditujukan pada diri kita. Padahal apa buktinya? Apa alasannya?

Dan kemudian, tak ada angin tak ada hujan, kita sendiri yang membuka pintu permusuhan. Mungkin kita perlu bertanya ke diri sendiri, sebelum memperkarakan postingan orang lain. Postingan orang kah yang salah, atau hati kita sendiri lah yang bermasalah?

Belum lagi, jika circle yang dimiliki juga adalah orang-orang dalam lingkup dekat kehidupan nyata. Tetangga misalnya. Tak jarang menjadi permasalahan tersendiri. Postingan dibawa-bawa di kehidupan nyata. Yang semula tak memiliki masalah kemudian menjadi fitnah dan saling berprasangka.

Itu mengapa, kukata sosmed tak melulu dapat menjadi tempat untuk berbijaksana. Karena akan selalu ada orang yang isi kepalanya berbeda dengan isi kepala kita.

Ada hal-hal yang kita bagi tetapi sulit mereka pahami dan justru disalah artikan begitu saja.

Jeleknya, jika ada orang-orang yang kemudian memilih untuk percaya. Orang-orang yang tak terkait dengan kita di kehidupan maya, yang tak tahu menahu kronologis secara utuh. Orang-orang yang mengenal dekat pun tidak, tetapi memilih untuk percaya pada cerita dari prasangka keliru seseorang yang menyampaikan kabar tak benar tentang kita hanya karena bermula dari postingan sosial media.

Sebab itu, tak selalu orang-orang terdekat.. entah itu kerabat, ipar, tetangga, sampai pada saudara, perlu untuk kita jadikan teman di sosial media.

Pikir lagi sebelum meng-accept pertemanan yang masuk, atau saat hendak menyimpan kontak WhatsApp sebagian orang. Apa manfaat yang akan kita peroleh, pun sebaliknya? Hal baik apa yang nantinya akan kita dapatkan sebagai feedback? Tipe orang yang seperti apa dia? Bagaimanapun, karakter asli seseorang sedikit banyak akan mempengaruhi sudut pandangnya dalam bersosmed.

Seseorang yang tak senang padamu, akan dengan senang hati mengorek-orek kesalahanmu untuk dijadikan sumber masalah dan bahan ghibah.

Karenanya delete saja, kontak-kontak atau pertemanan yang hanya ada sindir menyindir di dalamnya. Orang-orang yang sulit memahami kita dari kaca mata baik, namun hanya berprasangka atas apa yang kerap kita bagikan setiap saat. Terlebih lagi jika itu orang terdekat kita, tak jarang, tumbuh sentimentil karena baper, seakan apa yang kita bagi berpusat padanya.

Lelah. Lelah sekali. Kita tak mungkin mengikut kehendak semua orang. Siapalah kita? Selamanya takkan benar atau sempurna baik, di mata orang-orang yang sejatinya memang tak suka. Toh, bukan tugas kita menyenangkan setiap orang.

Belajar dari pengalaman, bahwa tak semua orang terdekat perlu kita masukkan dalam jaringan sosmed yang dimiliki. Apalagi yang hanya sebatas kenal, namun tak dekat.

Semakin menjamur sosmed, semakin berpotensi menimbulkan hal-hal unfaedah yang tanpa disadari menyeret kita ke dalamnya. Semua kembali ke diri masing-masing. Apa yang baik, ikuti. Apa yang tampak jelek, buruk, atau pun salah.. tinggalkan saja.

Jangan memilih untuk tetap terhubung, atau tetap saling mengikuti, jika pada realnya hanya untuk saling menjelekkan satu sama lain di belakang.

Sosmed memberi banyak ruang untuk mengekspresikan diri, personal branding, pekerjaan, hingga pada profesi yang benar-benar terhubung erat dengan arus digital saat ini.

Sosmed tempat pamer? Bisa jadi, bisa juga tidak. Toh, apa yang kita bagikan.. sepersekian persen bertujuan agar orang-orang yang berada di circle kita, dapat melihatnya. Hanya saja kadar kenorakannya saja yang membedakan. Ada yang seperlunya saja, ada yang benar-benar berpuas hati saat bisa membagikan moment apa saja yang dilaluinya. Apa yang salah dengan itu? Jika semisal kita sendiri sebenarnya tak sedang dirugikan.

Jadi kembali pada diri masing-masing dalam menyikapinya. Apa bedanya sosmed dengan kehidupan nyata? Jika itu milik seseorang, terkait hidup seseorang, mengapa harus kita yang repot-repot mencari cela buruknya setiap saat?

Bisa saja, moment-moment yang seseorang bagikan dalam laman miliknya.. adalah sebentuk ekspresi dari bahagianya, rasa syukurnya, pengingat untuknya, mengapa kita harus memusingkan diri atas postingan orang lain?

Jika tak senang, un-friend atau unfollow saja. Itu jauh lebih bijaksana dari pada menjadikannya bahan ghibah di belakang. Memang benar ya, betapa penyakit hati bisa tumbuh dengan suburnya jika orang-orang yang baru 'kaget' menggunakan sosmed kemudian terlalu gumunan. Apa-apa mau dikomentari. Apa-apa harus dipermasalahkan.

Sulit bagi orang-orang seperti ini untuk bertabayyun pada postingan orang lain. Justru perkara maya dibawa-bawa ke kehidupan nyata. Menyebar fitnah. Membuat-buat cerita. Apa untungnya? Jika merasa diri tak pernah membuat postingan keliru, tak lantas kita harus menggembar-gemborkan postingan orang lain hanya karena berseberangan pendapat dalam kepala.

Sosmed tak salah. Orang-orang yang menggunakannya juga tak melulu salah. Yang salah, adalah hati kita sendiri. Jika terlalu memusingkan postingan orang lain. Jika terlalu latah dan gumunan hingga apa-apa dipermasalahkan. 

Terakhir, jika tak bisa meluruskan prasangka atas seseorang dari postingan yang dibagikannya.. jangan membangun persepsi apapun. Kita bisa saja salah. Jangan menyebar cerita, sindiran, apalagi fitnah terkait seseorang juga laman sosmed yang dimilikinya.

Jika tak bisa berbijaksana. Cara paling mudah, JANGAN BERMAIN SOSIAL MEDIA. Ini sosmed, dunia maya, jika tak bisa menikmatinya, tinggalkan saja!

__________________________________

Magelang, 16 Mei 2021


Taqabbalallahu minna wa minkum, taqabbal yaa kareem. Mohon maaf lahir dan batin yaa. Dariku, mamak muda beranak dua 😁😉

0 Komentar