“Ada tak orang pintar yang bisa kasih guna-guna untuk memikat suami?” Pertanyaan yang bertahun-tahun silam kudengar tetapi hingga hari ini masih jelas terngiang. Sebab pertanyaan itu datang dari seseorang yang tak lain adalah guru mapel di sekolah.


Sekilas tentang sosok guru perempuan ini, ia dikenal karena ciri khasnya berbeda jauh dari gambaran para pengajar yang pada umumnya berseragam rapi, serasi dari ujung rambut ke ujung kaki.

Kuingat-ingat lagi bagaimana beliau mendatangiku untuk menumpahkan keluh kesahnya. Tatapannya, raut wajahnya, bahkan anak yang tertidur lelap dalam gendongannya. Kerudung segi empat yang melekat di kepala beliau tak pernah berganti model, kerap tampak lusuh seolah tak tersentuh setrika. Potret beliau dengan kerudung yang acak-acakan itu disempurnakan dengan beberapa helai rambut yang menjuntai keluar dari wadahnya.

Belum lagi tubuh subur yang telah melahirkan tiga anak dari buah pernikahannya itu, kian bertambah tambun. Tak ada wewangian parfum yang ia pakai, kecuali bau keringat dari sela ketiaknya yang menguar tatkala melintas. Para siswa acap berbisik-bisik di belakang beliau ketika sang guru tengah menulis di papan tulis. Karena bau badannya terkibas angin dari pintu yang terbuka persis di depan tempatnya berdiri. Aroma therapy ledek para siswa dan siswi.

***

Beberapa hari lalu, kawan akrab satu kajian mengulas bahasan menarik di status WhatsApp. Kendati cukup panjang, aku tergelitik mengikuti ulasannya. Bahkan obrolannya dengan akhwat lain yang dishare dalam bentuk screenshots juga sengaja aku screenshots ulang karena merasa ada benarnya, layak menjadi sentilan bagi para kaum hawa.

“Kalau aku malah risih deket suami misalkan belum cakep. Minimal ya udah mandi, udah wangi, nggak perlu mek-up yang penting orang yang duduk di sebelah nyaman dan nggak tersiksa. Memang tak bisa dipungkiri rutinitas mamak-mamak sudah diganduli gawean dari bangun ke tidur lagi, tapi cantik tipis-tipis juga nggak ada salahnya.” Imbuh seseorang yang namanya disamarkan.

“Hihi bener banget. Sebenarnya nggak mesti kita makeup tebel, yang penting bersih wangi jadi hidungnya suami nggak tersiksa kan ya. Karena penciuman suami ini kuaaat banget, seriussss. Nggak bohong soal ini.”

“Setujuu, kan nggak asyik kalau sudah dempulan maksimal tapi begitu suami nempel masih bau badan, bau bawang, bau keringat. Do’i nggak ngomong mungkin buat jaga perasaan istri, tapi sebagai istri yang peka, habis mandi semprotin parfum dikit biar wangian. Pake deodorant biar keringat aman seharian. Siapa tahu bau wangi kita yang bikin beliau kangen rumah, eaa 💃💃

Aku senyum-senyum membaca obrolan khas emak-emak yang sejatinya benar. Lalu di status selanjutnya, ia kembali menukil sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah pernah ditanya, “Siapakah perempuan yang terbaik?”

Rasulullah menjawab, “Yaitu wanita yang sangat menyenangkan ketika dilihat, taat ketika diperintah oleh suaminya, dan tidak menyimpang pada dirinya sendiri dan hartanya dengan melakukan sesuatu yang tidak disukai (oleh Allah).” (HR. Abu Dawud dan an-Nasa’i)

Saat itu lah ingatanku kembali kepada sosok yang pernah menumpahkan keluh kesahnya di hadapanku. Aku berandai, semisal dialog di atas menjadi masukan untuk beliau. Alih-alih menyatroni orang pintar untuk menarik kembali hati sang suami.

Jika Rasulullah saja menekankan salah satu kriteria terbaik seorang perempuan ialah menyenangkan saat dipandang, berarti sesuatu hal yang juga harus diperhatikan para istri setelah bersuami adalah ‘tetap’ menjaga penampilannya. Seolah kode bahwa bersolek, mempercantik diri di hadapan suami, bukan perkara remeh yang harus diletakkan pada urutan paling akhir, dengan dalih sebab yang utama adalah perempuan berilmu.

Belum lagi jika kesibukan domestik rumah tangga nyaris tak memberi waktu untuk bisa merawat diri menjadi alasan tersendiri.

Betul, menjadi perempuan berilmu teramat penting karena sebagai bekal dalam mendidik anak. Tetapi menjaga penampilan juga sebentuk menunaikan hak suami terhadap istri, dengan menjadi sebaik-baik perhiasan yang menyenangkan saat dilihat. Menyenangkan tatkala berdekatan.

Aku teringat banyolan suami ketika mengajakku bepergian, “Perempuan selalu bingung dengan dandanannya kalau mau keluar rumah, padahal di rumah sampai bikin geng julukan emak berdaster.” Keluhnya waktu itu.

Karena sibuk membenahi kerudung, aku tak menggubris ucapan suami. Baru ketika di perjalanan lah, benakku mengulang-ulang perkataan suami. Terasa dicubit, ah iya kenapa bisa begitu ya? Mengapa kebanyakan hawa memprioritaskan dandan justru ketika hendak bepergian saja? Baju yang bagus disimpan. Sedang di rumah, baju yang dikenakan sangat ala-kadarnya.

Bahkan tak jarang jadi Mbah Renggo, Kumbah Garing Dinggo. Dicuci, kering, pakai lagi, begitu seterusnya.

Persis dengan ucapan salah seorang dosen di kelas, “Ibu-ibu itu paling ribet kalau mau keluar rumah. Coba kalau di rumah, belum tentu begitu. Sebenarnya cantiknya para istri buat siapa sih? Giliran suami melirik di luar langsung menuduh kalau suami tak bisa menjaga pandangan. Doyan cuci mata lah!”

Mendengar itu beberapa mahasiwi lain yang kebetulan juga ibu-ibu membela diri, emak kok dilawan, gumunku dalam hati. Sedang aku sendiri merasa kian tersentil. Puncaknya suatu hari setelah menginsyafi diri, kudatangi suami yang asyik bermain game mobile legend. Usai mandi, kusemprotkan sedikit parfum kesukaannya. Sengaja kududuk persis di sebelah beliau sebagai kode agar wangiku tercium olehnya.

“Ngapain sih?” Tanya suami karena aku merapat semakin lama bertambah dekat.
“Nggak ngapa-ngapain. Lagi mau nambah pahala.” Jawabku singkat.
Suami langsung menaruh HP-nya dan mengendus-endus ke arahku.
“Widih, istriku wangi bener. Habisin sabun berapa botol, Buk?”

Mataku langsung melotot dan melemparnya dengan bantal kursi. Kutahu itu hanya guyonan tetapi sebagai istri yang adakalanya jaim, aku berpura-pura ngambek.

“Maafin aku, Mas. Karena terlalu sibuk dengan urusan rumah dan anak-anak, sampai lupa jika merawat kecantikanku sendiri adalah hak suami dan salah satu ladang pahala bagiku.”

“Nggeh, Mas maklum. Alhamdulillah sekarang sudah insyaf kan? Bagaimanapun kamu tetap kesayanganku, Nduk. Apalagi kalau sudah cantik dan wangi begini, suami mana yang tak kerasan di rumah?” Ia mengerling ke arahku, buru-buru kugendong si bayi.

“Memandangmu.. walau selalu.. tak akan pernah tumbuh jemu di hatiku..” 🎤🎼

Bisa saja dia melempar kalimat gombal ketika istri sedang serius-seriusnya. Fix, sejak itu aku berjanji pada diri sendiri. Untuk tetap merawat diri bukan hanya teruntuk suami melainkan juga sebentuk self care, self love, self apresiasi untuk diri sendiri bahkan ketika garis keriput telah mulai bertandang nanti.

—————————
Catatan untuk suami, biar makin rajin perawatan, pajak dipastikan naik kan ya? 🙏✌

Hayoo yang bacanya seriuss bener, ambil sisi positif dari pesan baik yang Mak Author coba sampaikan lewat tulisan ini ya 🤗❤️ Semangat cantik, Mak! 💪
—————————


Magelang, 📝 Putri An-Nissa Nailathul Izzah
Senin, 16 November 2020
***
Disalin ulang dari tulisanku di facebook, sempat dipost di grup "Komunitas Bisa Menulis" sebelum grup hilang untuk kedua kalinya ^^ Semoga bermanfaat ..

0 Komentar