Pernikahan adalah komitmen. Bak bangunan baru, cepat atau lambat akan menua karenanya perlu dirawat. Ada waktu untuk dibenahi sedikit. Ada saat harus berganti kusen baik pintu atau jendela. Pernikahan adalah rumah bagi sepasang suami istri, satu-satunya arah yang dituju untuk pulang. Pun, satu-satunya ladang pembelajaran yang tak habis tersuguh sepanjang hidup. Teruntuk suami, mari kita saling merawat takwa. Membangun cinta, menyusun tangga-tangga, menuju Jannah-Nya. Aamiin. -bianglalahijrah-

Tadinya, aku bagian dari orang-orang yang menganggap salah satu pasal kontroversi dalam RUU KUHP adalah sebuah lelucon. Bagaimana mungkin ada suami yang akan dipenjara hanya karena dianggap telah memperkosa istrinya? Bukankah hubungan suami istri dalam pernikahan bukan hal yang tabu, atau tindak pelecehan, hingga harus dianggap pemerkosaan?

Sampai akhirnya, salah seorang dosen di grup whatsapp mulai menyentil rasa ingin tahuku. Beliau juga sempat mengirimkan link agar kami semua membacanya.

Aku tak merasa beliau sejurus dengan kesadaran yang mulai menyentilku saat itu, tetapi yang pasti, barangkali aku sendiri telah keliru. Bukan karena tagar #mahasiswabergerak yang menyentak semua orang untuk kemudian berbondong-bondong turun ke jalan menghampiri gedung para pejabat pemerintah negara. Tetapi logikaku yang masih sempit hanya menganggap keliru apa yang tercantum dalam pasal-pasal tersebut. Karena beberapa di antaranya terasa ambigu.

Tak lama itu, aku tanpa sengaja beroleh sebuah tulisan menarik dari laman facebook yang melintas ketika tengah asyik scroll status terbaru dari circle pertemanan yang ada di beranda. Tulisan itu cukup panjang, tapi isinya seperti menampar kesadaranku. Ah iya, ini sejurus dengan RUU PKS maupun yang ada di dalam RUU KUHP mengenai tindak pemerkosaan kendati berbeda lingkup. Aku tak punya ranah untuk mengulas ini lebih jauh. Bukan pula berbalik arah dan diam-diam membenarkan RKUHP jika benar alasan di balik pasal itu demikian, yakni untuk melindungi korban marital rape.

Apa itu marital rape? Tindakan pemerkosaan yang terjadi dalam lingkup pernikahan, baik itu kepada istri atau pun suami. Tetapi yang lazim terjadi, justru wanita yang lebih sering menjadi objek korban dari kejadian seperti ini. Istri dipaksa mengikuti fantasi liar suami dengan dalih berdosa jika tidak melayani. Faktanya, di masyarakat awam masih banyak suami kolot yang memakai dalil-dalil sejurus untuk memuaskan syahwat kepada pasangan. Ada yang melalui ancaman, kekerasan verbal hingga fisik. Imbasnya, psikis korbannya lah yang pelan-pelan terkikis.

Mengadu baginya bukan solusi tersebab malu. Takut dianggap mengumbar aib rumah tangga. Belum lagi, kebanyakan orang hanya mudah menghakimi ketimbang mengetahui terlebih dahulu duduk persoalan secara keseluruhan. Ditambah, pertimbangan lain-lain tak memberi cukup kemudahan dalam memilih. Sebagian dari kita di luar sana, barangkali tetap bungkam kendati harus menjadi properti dari kesimpangan nafsu suami sendiri. Detik ini kita perlu tahu, terlepas undang-undang seperti apa yang berdiri untuk melindungi hak perempuan, bahwasanya marital rape nyata ada di sekeliling kita.

Barangkali, kita adalah bagian dari orang yang gemar menjudge ketimbang berempati. Kita mendengar tetapi juga tak sadar menambah luka mereka dengan ucapan yang merendahkan. Sesama wanita, seringnya lupa, padahal kita takkan menjadi sesiapa jika untuk unggul tetapi merendahkan orang lain. Jadi mulai sekarang, sedikit saja mari membuka mata dan telinga kepada siapa saja. Tahan saja lisan itu untuk berkata yang tidak-tidak. Terkadang, korban marital rape yang juga sama seperti kita seorang istri pun ibu, hanya butuh didengar keluhannya dan diberikan sedikit saja kekuatan untuk bertahan dalam kesulitannya.

Kemarin tepatnya, ketika lalu lalang pembahasan soal marital rape ini begitu menyebar luas dalam waktu singkat. Tiba-tiba muncul link-link artikel dengan judul yang membuat miris. Seorang ibu yang baru empat hari usai menjalani persalinan dipaksa melakukan hubungan badan dengan sang suami. Penolakan yang telah diupayakan sang istri berujung ancaman. Puncaknya, sang istri harus dilarikan ke rumah sakit karena mengalami trauma jalan lahir. Gemas! Lelaki seperti ini jelas bukan tipikal lelaki yang mumpuni dalam ilmu agama, minimal sedikit saja bisa menahan hawa nafsunya untuk berempati pada istri yang baru kemarin hari melahirkan buah hati.

Aku yang juga seorang wanita, seorang istri, seorang ibu, jelas tak membenarkan tindakan demikian. Jauh dari tuntunan syariat. Menyalahi bahkan. Sayangnya, tak sedikit mungkin suami yang tak teredukasi dalam hal ini. Kendati telah menikah, bagi mereka pernikahan adalah legalitas yang mengesahkan untuk berbuat apa saja kepada pasangan halalnya. Toh, sudah halal. Toh katanya, istri berdosa jika menolak.

Dari membaca beberapa sumber terkait pembahasan ini, kebanyakan korban marital rape justru menjadi tersangka ketika ingin membela diri. Salah satunya adalah Lorrena Bobbit yang membuat gempar warga USA karena kasus pemotongan alat kelamin pada suaminya. Kendati dijadikan tersangka, orang-orang masih menganggap kasus seperti ini sebagai lelucon. Aksi yang dilakukan Lorrena sendiri adalah puncak dari unhealthy relationship karena kerap mengalami tindakan kekerasan seksual oleh suaminya sendiri.

Sampai di sini, ini menjadi pengingat bagi diri sendiri. Pentingnya menambah ilmu dan memperluas wawasan diri. Pentingnya untuk menempa ruhiyah diri di lingkar-lingkar majelis bersama orang-orang yang bisa membuat diri eling dan menjadi lebih baik. Memulai pernikahan nyatanya tak cukup hanya dengan modal cinta dan kesiapan dana untuk memulai hidup bersama. Jauh setelah pernikahan itu dimulai, akan ada banyak konsekuensi yang tak lagi menjanjikan materi sebagai segalanya atau karena materi maka semua menjadi mudah.

Memilih pasangan yang tepat juga berarti memilih pemimpin untuk keluarga kecil yang akan dibentuk nantinya. Memilih seorang ayah, seorang imam, seorang guru, yang juga akan membersamai kita dalam mendidik dan membesarkan buah hati.

Kasus marital rape di sini masih sangat sedikit yang diulik, karena aku sendiri tak punya keberanian cukup untuk mengulasnya lebih. Sebagian tentu terasa vulgar karena ini menyoal tentang urusan pribadi masing-masing pasutri di ranjang kamar mereka. Tetapi penting untuk mengetahui marital rape ini untuk menyadarkan diri masing-masing. Jika kita tak berada di posisi mereka, setidaknya ada banyak bentuk dukungan yang bisa diberi. Dan yang paling sederhana, cukup tahan diri untuk berkomentar yang bisa saja melukai orang lain.

Jika kita bukan pelaku bahkan korban dari marital rape itu sendiri, maka bersyukurlah sebanyak mungkin. Pegang tangan pasangan di samping, dan pasang komitmen untuk mulai berbenah hingga seterusnya. Tak cukup hanya dengan merasa baik di hari ini atau cukup dengan kebaikan yang ada. Melainkan sungguh-sungguh berlomba untuk menjemput kebaikan-kebaikan lain sebagai ladang ibadah yang tak terputus dalam menikah. 

Ini catatan pengingat bagi diri sendiri, yang juga masih perlu berbenah banyak. Dan menulis adalah satu langkah untuk mewujudkan kebaikan kecil yang dibisa. Semoga bermanfaat. Ambil yang baik, buang yang buruk.

______________________________

Magelang, 03 Oktober 2019
copyright @bianglalahijrah.blogspot.com

4 Komentar

  1. wah artikelnya keren mbak, tulisannya juga mudah dipahami. keren deh pokoknya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai terima kasih sudah singgah dan meninggalkan jejak. Semoga bermanfaat :)

      Hapus
  2. Sedih.
    Saat sebagian besar orang menjadikan ini sebagai bahan olokan dan gurauan, sebagian lainnya sedang merintih dalam pilu, putus asa,tak tahu harus mengadu ke mana...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagi mereka yang tak tahu, terlebih lagi memang tidak berada di posisi sebagai korban, kebanyakan memang kurang rasa empati. Kadang pula 'judgement' mengumbar aib rumah tangga disemat pada korban yang ingin beroleh solusi. Semoga ke depannya, semakin banyak orang yang mengerti dan tumbuh rasa empati ya mbak. Paling tidak, sedia menjadi pendengar ketimbang hanya mencecar.. :)

      Hapus

Assalamu'alaikum. Terima kasih sudah singgah dan membaca tulisan di Blog saya. Semoga bisa memberikan manfaat. Jangan lupa tinggalkan jejak baik di kolom komentar. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya. Ditunggu kunjungan selanjutnya :)