Hal-hal yang ingin kutahu ada dalam buku, sahabat terbaik adalah orang yang akan memberikanku sebuah buku yang belum aku ketahui. {Abraham Lincoln} 

 

Menjelang persalinan anak ketiga, aku menyicil sederet list buku-buku bacaan yang ditargetkan khatam sebelum masa persalinan tiba. Ngomong-ngomong tentang membaca, rasanya tak luput dari peran guruku di usia balita. Ia tak lain adalah pamanku sendiri, adiknya Emma. Yang waktu itu ikut tinggal bersama kami di Jambi. Emma ibuku, membuka toko klontong dan paman ikut membantu usaha keluarga kami. Di toko itu lah aku belajar membaca pertama kali. Teknik membaca kilat yang sangat tidak direkomendasikan tetapi nyatanya sukses membuatku lancar membaca dalam waktu singkat.

Setiap harinya, barang-barang yang ada di toko kami menjadi bacaan tersendiri. Paman memintaku untuk mengeja tulisan yang tertera di setiap kemasan barang. Jika gagal ia akan menghukumku dengan palu kecil yang seakan hendak ia ayunkan di kepalaku. Tentu saja itu hanya sekadar gertakan. Cara paman yang jelas akan ditentang oleh semua pakar parenting di penjuru dunia, tetapi kemudian membuatku diperbolehkan duduk di bangku kelas satu Sekolah Dasar pada usia lima tahun.

Hanya sekian tahun menetap di Jambi, kami harus pulang ke kampung di mana Latok dan Mak'aji tinggal. Menghantarku untuk bertetangga dengan anak perempuan tunggal dari pasangan suami istri yang rumahnya tepat di sebelah kediaman kami. Darinya, kebiasaan membaca itu berlanjut. 

Dari kota Jambi ke sebuah kecamatan yang ada di kepulauan Riau. Tinggal di tengah-tengah keluarga besar ibuku yang masih berpandangan patriarkis dan tak ramah terhadap dunia pendidikan menjadi struggling tersendiri. Jika melihat dari cita-cita Emma yang menginginkan anak perempuannya bersekolah tinggi demi meneruskan impiannya yang terpenggal karena tradisi perjodohan dini, Emma tentulah bukan ibu yang akan menentang minat membaca putrinya.

Tetapi pandangan keluarga besar Emma, cara mereka, ternyata juga merubah Emma sedikit banyak.

Hal itu pula yang menjadi tantangan sekaligus kendala bagiku dalam menjalankan hobi membaca.

Tak ada buku bacaan anak yang tersedia di rumah. Jadi aku membaca apa saja yang ada, seperti melahap habis isi majalah Misteri dan beberapa majalah lainnya di usia anak.

Bisa dibilang berkat anak tetangga itu, darinya aku kerap dipinjami bacaan yang sesuai dengan jenjang usia kami. Dari majalah Bobo, berbagai komik, menjadi bacaan yang dilahap setiap kali duduk berseberangan dari pagar rumah masing-masing. 

Bercengkrama tentang bacaan terbaru, keseruan dari serial komik Petruk Gareng, komik manga, dan bisa dibilang berkatnya masa kanak-kanakku terisi dengan bacaan yang semestinya.

Pengalaman itu pula yang menjadi motivasiku di hari ini. Yaitu menyediakan buku-buku bacaan dari berbagai genre di perpustakaan rumah kami. Tak pelit jika hendak membeli buku bacaan anak. Menyadari betapa sulitnya keinginan membacaku dulu yang tak didukung oleh keluarga besar.

Setidaknya sekarang, aku dan suami sama-sama legowo dan royal untuk perkara membeli buku. Meski adakalanya aku yang kalap menghabiskan budget yang cukup besar hanya untuk membeli buku bacaan. Pernah dalam sebulan aku merogoh kocek sebesar satu juta lebih hanya untuk membeli buku. Bukuku dan juga buku untuk anak-anak 😂 Semakin ke sini genre bacaan yang diminati bergeser ke buku-buku non fiksi seperti parenting maupun keislaman.

Meski sempat mendengar omelan suami, kupastikan bahwa sebagian buku yang dibeli menggunakan uang sendiri. Terlebih buku-buku yang dibeli sarat ilmu dan bermanfaat, tak sekadar bacaan selingan yang setelah dibaca akan mendekam diantara barisan buku-buku pada rak untuk waktu lama, hingga berdebu sebab tak lagi tersentuh.

Buku-buku yang dibeli tak sekadar sebagai bacaan di masa sekarang, melainkan pula sebagai referensi yang sewaktu-waktu dapat kubuka kembali pada saat menulis, ketika memerlukan riset data atau informasi tambahan pada naskah tulisan yang tengah dikerjakan.

Bagiku, mencintai buku dan aktivitas membaca bukan hanya dari kesediaan diri menyisihkan uang untuk membeli buku. Tetapi juga menjadikan kegiatan membaca di rumah sebagai satu hal yang menyenangkan untuk dilakukan dan tak pernah ada istilah buang-buang waktu untuk membaca.

Sederhanya, aku tak bisa memaksa anak-anak untuk mencintai buku jika tak dimulai dari diri sendiri sebagai role model mereka.

Tatkala melihatku membaca buku, dari Aidan maupun Dhafin, mereka kemudian sama-sama tergerak untuk menarik buku dari barisan raknya. Oh ternyata melihat kebiasaan membaca ibunya secara tak langsung menjadi suatu hal yang ingin mereka tiru.

Adakalanya mereka duduk bercerita menurut versi sendiri berdasarkan visual buku yang dilihat, saat belum bisa membaca. Sekarang, Aidan sudah lancar membaca. Ia bisa membacakan sang adik buku cerita. Pun sang adik akan dengan antusias menyambut paket buku baru yang tiba diantar kurir ke depan rumah, dan memeluk buku baru tersebut seperti antusiasnya sore ini.

Ada enam paket yang tiba sepanjang bulan Juni berisi 13 judul buku baru, diantaranya ada paket buku bacaan untuk anak. 

Aku tergolong produktif sekali menambah list bacaan setiap tahunnya.

Berharap buku-buku yang tiba bulan ini, semoga bisa khatam satu bulan sebelum persalinan anak ketiga kami.

Mengingat setelah persalinan aku masih harus beradaptasi ulang. Me-manage waktu untuk bisa menyeimbangkan peran diri sebagai istri, mengurus rumah, dan ada toddler berusia tiga tahun ditambah adik bayi nantinya. 

Semoga meski digandrungi kesibukan sebanyak apapun, aku masih bisa terus produktif membaca dan menulis untuk melahirkan karya yang sama berdagingnya dengan bacaan-bacaanku selama ini.

Bagiku, membaca buku sama halnya dengan menulis. Dua dunia yang tak bisa dipisahkan.

Sejak bisa membeli buku dengan uang sendiri, dari sebelum menikah bahkan hingga sekarang nyaris berbuntut tiga, bisa membeli buku adalah kebahagiaan tersendiri. Tak semua istri beroleh privilese untuk longgar membelanjakan uangnya demi membeli buku. Dan aku bersyukur sebab makin ke sini, suami mulai idem kebiasaan berbelanja buku istrinya.

Jika dulu suami beranggapan membeli buku adalah pemborosan di luar anggaran. Sekarang, kami sama-sama memiliki impian untuk punya perpustakaan di rumah. Yang dindingnya adalah barisan rak buku yang dipenuhi dengan ragam bacaan dari berbagai genre, negara, dan bahasan ilmu.

 


Betapa buku adalah sahabat yang sejak dulu hingga sekarang tak pernah berubah, tetapi justru merubah wawasan dan pemahamanku menjadi versi saat ini yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Hal-hal yang berkaitan dengan buku adalah candu.

Menyusuri lorong-lorong toko buku.

Membuka plastik buku dan menciumi bau lembaran buku baru yang khas.

Menekuri setiap halaman buku saat membaca.

Menargetkan diri pada saat hendak mengkhatamkan satu atau beberapa buku. 

Menunggu paket buku baru yang hendak tiba di rumah.

Nyaris setiap hal yang berhubungan dengan buku adalah hal yang menyenangkan.

Itu mengapa, meski telah menikah dan digandrungi dengan berbagai kesibukan khas ibu rumah tangga.. aku masih menyempatkan diri untuk membaca buku. Benar-benar harus ada waktu khusus untuk duduk dan mulai membaca.

Bertambah peran tak merubah motto yang dipunya bahwa membaca bukanlah pekerjaan selingan di waktu senggang. Tapi memang ada waktu yang harus diluangkan untuk membaca, mendedikasikan segenap energi, pikiran, konsentrasi pada buku yang tengah dibaca pada saat itu. Entah setelah semua pekerjaan selesai, atau menjeda pekerjaan rumah dengan membaca buku demi membunuh jenuh.

Menikmati sepi tetapi tidak dengan kesepian, karena dikelilingi oleh buku-buku bacaan.

Dari buku aku bisa menjelajah ke banyak tempat meski tak beranjak dari rumah, menembus ruang dimensi, mendalami isi pemikiran orang lain, mempelajari hal-hal baru, beroleh berbagai insight positif yang pasti akan memperbaharui perspektif diri terhadap banyak hal, dan masih banyak lagi.

Dulu dan sekarang, aku masih mencintai aktivitas membaca yang sama butuhnya seperti saat menuangkan isi kepala ke dalam bentuk tulisan.

Perbedaannya, dulu sebelum menikah aku bisa langsung membeli buku ke tokbuk terdekat dan memiliki waktu leluasa untuk membaca. Ada waktu tersendiri untuk main ke perpustakaan hingga hafal di mana saja deretan buku-buku yang disenangi, melebihi petugas pustakanya. 

Mengkhatamkan satu buku dalam sehari walau membaca hingga dini hari. 

Sekarang, ada tugas-tugas rumah tangga yang harus dikerjakan. Kesibukan sebagai istri pun ibu yang mengikat, kadang kala tak memberikan cukup waktu untuk pergi ke toko buku kapanpun aku ingin. Solusinya adalah membeli buku lewat online.

Demi beroleh potongan harga miring, aku rutin mengecek update diskonan buku di akun-akun penerbit maupun distributor buku. Aku sendiri juga turut berjualan buku via online dengan menjadi reseller langsung, dan ini sangat membantuku untuk berbelanja buku dengan potongan harga yang jauh lebih murah.

Beruntungnya lagi, beberapa teman maya yang terhubung akrab denganku juga adalah penjual buku. Dari mereka, aku bisa beroleh buku-buku yang dikehendaki dengan lebih mudah. Hanya dengan mencari informasi terkait buku dan covernya, kemudian memesan lewat mereka. Buku akan tiba di rumah dalam waktu tiga sampai empat hari setelah pengiriman.

Dulu, aku bisa mengkhatamkan ratusan halaman pada satu buku dalam waktu sehari. Sekarang, aku mematok diri untuk buku setebal 200 hingga 300 halaman bisa khatam dalam waktu 2-3 hari.

Cara mudahnya, jika buku ketebalannya 200 halaman, agar bisa rampung dalam dua hari maka sehari aku harus membaca 100 halaman. Jika pagi setelah mengerja pekerjaan rumah aku tak disibukkan dengan hal lain, aku bisa menyicil hingga 25 halaman. Siang, sore, hingga malam sebelum tidur juga dengan jumlah halaman yang sama. Dengan begitu aku tak perlu duduk dalam satu waktu untuk menyelesaikan target bacaan yang harus dicapai, dan dalam dua hari buku setebal 200-an halaman ini benar-benar rampung terbaca.

Jika sedang getol-getolnya membaca, adakala aku meminta pengertian suami demi memberiku waktu lebih untuk menyelesaikan bacaan itu, apalagi jika kebetulan memiliki ketebalan 400 halaman lebih. Pernah dalam satu minggu aku menghabiskan 5-6 judul buku, jika hendak ditotal nyaris ada 1000 halaman buku yang terbaca dalam waktu seminggu itu.

Betapa merawat motivasi dalam membaca seiring waktu dari masa ke masa adalah pekerjaan cinta yang memerlukan dedikasi tersendiri. Sebab hanya hal-hal yang kita cintai sepenuh hatilah yang akan bertahan, berjalan seiring usia yang bertambah, bahkan seperti halnya napas. Sama-sama kebutuhan yang sulit ditepis apalagi ditinggalkan.

Aku sepakat dengan ucapan salah seorang teman yang mengatakan bahwa buku adalah sebaik-baik warisan peradaban.

Dan buku-buku ini, kelak tak hanya akan bermanfaat untukku saja. Melainkan akan bermanfaat pula bagi anak-anakku maupun orang-orang sekitar kami yang berminat di dunia literasi.

Literasi yang baik dimulai dengan membangun minat membaca kita dengan baik.

Kita tak bisa disebut orang yang gemar berliterasi jika membaca saja masih enggan.

Pun setiap karya yang lahir, tak lepas dari proses kreatif, perenungan, salah satunya menenggelamkan diri pada lautan bacaan demi menambah ilham dan pengayaan pada tulisan.

Jika ditanya apa tips agar cinta membaca, maka membacalah hingga engkau benar-benar jatuh cinta dengan membaca itu sendiri. Katanya tresno jalaran saka kulino, hal-hal yang terbiasa kita lakukan, pada akhirnya akan menumbuhkan kecintaan itu sendiri.

Sampai-sampai, seperti ada yang kurang. Seperti ada yang hilang tatkala tak bersua dalam sehari.

Maka, selamat menyelami samudera kata pada tiap buku yang terbaca.

Hingga akan kau temui dirimu menjadi orang yang kaya, kendati bukan serupa limpahan harta.

 

Dariku, ibu yang akan segera beranak tiga, dan terus menggandrungi aktivitas membaca dengan cinta.

 

Semangat membaca, jangan bosan belajar!

 

Semoga bermanfaat :)

 

______________________________

 

Magelang, 19 Juni 2023

Copyright : www.bianglalahijrah.com

0 Komentar