Jika ingin mengatakan sesuatu yang buruk tentang orang lain, berdirilah di depan cermin dan katakan hal itu kepada diri sendiri. Jika rasanya enak, katakan! Jika tidak, pikirkan kembali! Atau, lebih baik diam saja.


Sebagai pembuka, mengutip kata-kata Mbak Dewi Hughes dalam bukunya - hypnotic diary "Diet Kenyang" -. Kalau mbak Hughes punya pengalaman mengenai orang-orang yang masih senang berkomentar negatif terkait keberhasilan diet kenyangnya. Barangkali setiap orang yang ada di fase tersebut juga mengalami hal sama. Aku dan beberapa teman juga demikian.

Salah seorang temanku tadinya menderita obesitas hingga harus diopname di rumah sakit. Berangkat dari sakit itu lah ia kemudian berkomitmen untuk mulai berbenah diri. Tak ada pilihan sehat untuk orang yang sudah terkena obesitas, ketika organ dalam pun tertutupi lemak, kecuali mulai membenahi diri dengan menjalankan diet sehat.

Singkat cerita, temanku ini berhasil menurunkan berat badan hingga 20 kilogram melalui sebuah program diet. Tentu saja motivasinya tak sekedar bisa kurus, tetapi sehat lah yang menjadi harapan paling besar ketika bisa beroleh berat badan ideal. Di tengah-tengah menikmati kebahagiaan ketika tubuh mengecil dan size baju juga berpindah ke medium tak lagi triple, ia masih tak lepas dari orang-orang yang tetap berkomentar macam-macam.


"Ngapain diet? Gemuk pun tak masalah yang penting sehat." Padahal kan jelas-jelas udah diopname. Karena obesitas alhasil organ hatinya tertutup lemak. Jadi stop statement 'biar gendut asal sehat', itu hanya mengelabui mindsetmu. Pemikiran salah!
"Alah kemayu, sok-sok diet."
"Kok sekarang kelihatan kempot sih? Jadi kelihatan aneh."
dan bla bla bla ..

 Ah manusia memang begitu. Ketika orang lain bertubuh gendut atau pun kurus selalu akan dikomentari minus ini dan itu. Tatkala seseorang mulai berproses, mereka masih akan berkomentar dengan kata-kata yang menjatuhkan bahkan menghancurkan kepercayaan diri begitu saja. Sudah berhasil pun, jangan kira bisa lepas dari mulut-mulut latah yang masam jika tak mengomentari orang lain.

Ini pengalamanku sendiri. Ketika tubuh bertambah tambun, tak satu pun orang-orang yang melontarkan bullying memberi saran atau masukan sederhana agar aku membenahi diri dan mulai peduli pada tubuh yang Allah beri. Tak jarang guyonan yang mereka lempar justru hanya membuatku tak bersyukur pada apa yang dimiliki. Bagi sebagian orang, melakukan body shaming mungkin hanya tindakan lelucon yang mereka anggap lucu bahkan menghibur. Tetapi sebagian korban body shaming itu sendiri, mereka harus mati-matian menata perasaan dan membangun kepercayaan diri.

Lebaran 2018, moment tak terlupakan ketika waktu silaturahmi berujung tangis dan kemarahan pada diri termasuk pula suami. Padahal, suami tak salah jika sejak dulu beliau tak pernah bertubuh tambun. Sayangnya orang-orang yang kelewat batas mengambil ini sebagai kesempatan untuk nyinyir. Hampir ke manapun pergi, yang kudengar hanya gumaman orang-orang yang berkomentar tentang tubuh tambunku.

"Sekarang gendut banget ya."
"Baru anak satu kok badan sudah melar."
"Jadi kelihatan lebih dewasa."
"Ihh kok gendut, jadinya jelek."
"Mesti nasinya dimakan sendiri, karena suaminya kurus, kamunya yang makin gendut."

Fix, aku memblokir semua ucapan itu. Sakit hati loh, sesederhana itu tetapi ampuh mencederai psikis seseorang. Saat itu aku tak hanya tersinggung, tetapi marah pada diri sendiri dengan cara yang salah. Marah pada suami karena meski pun makan banyak tubuhnya tetap tak bertambah pesat. Pada akhirnya suami lah yang kujadikan benalu di sini, andai ia tak bertubuh ramping, mungkin aku takkan menjadi bahan olok-olokan semua orang. Itu yang kupikirkan. Intinya, betapa ucapan seseorang yang tak memiliki filter mudah sekali menghancurkan rasa syukur orang lain. Sekali, dua kali, tiga kali, masih bisa ditoleransi sebagai guyonan. Berbeda jika itu nyaris setiap kali bertemu.

Dan puncak dari semua drama di balik tubuh yang bertambah tambun. Aku divonis "Blighted Ovum" dan keguguran di usia kehamilan menginjak awal trimester kedua. Saat itu aku mulai berpikir kesalahan apa yang sudah kuperbuat ke diri sendiri? Dokter juga mewanti-wanti agar aku membenahi pola hidup menjadi lebih sehat untuk mempersiapkan kehamilan selanjutnya. Sedihnya.. setiap kali berdiri di depan cermin, yang kudapati hanya sisa tubuh yang kian menggemuk tetapi masa kehamilan sudah berlalu sebelum waktunya. Butuh waktu untuk membangun kepercayaan diri lahir dan batin.

Bertubuh tambun bukanlah cita-cita atau pun pencapaian yang patut dibanggakan. Beberapa orang kalap, terlanjur di zona nyaman, merasa pewe dengan gaya hidupnya, sampai-sampai tak sadar bahwa semua kebiasaan yang dianggap biasa itu adalah cikal bakal tumbuhnya sel-sel penyakit di dalam tubuh termasuk obesitas. Tak ada pula yang ingin dibully dalam situasi demikian. Jadi mengapa harus melakukan tindakan body shaming? Mengomentari kegemukan seseorang takkan pernah menjadikan mereka lebih langsing atau pun sehat, begitu pun sebaliknya.

Jika punya saran agar ia bisa menjalani gaya hidup sehat, maka sampaikan. Tetapi jika tidak, lebih baik tahan di dalam hati sendiri. Sebab tak semua hal perlu dikomentari. Tak semua orang butuh komentarmu.

Saat ini aku berhasil menurunkan berat badan yang tadinya -65 kg dan sekarang di kisaran 51-52 kg dalam waktu tiga bulan. Masih saja ada komentar miring yang singgah. Kadang-kadang terasa panas, kadang pula terkesan bahwa mereka hanya ingin membuatku merasa buruk dengan diri sendiri.

Tetapi yang terpenting, aku sudah sangat-sangat bahagia dan bersyukur dengan kondisi saat ini. Tak hanya membenahi pola hidup sehat dari makanan, jam tidur, hingga aktivitas olahraga. Pada intinya, aku merasa jauh lebih baik. Keluhan-keluhan yang tadinya acap dirasakan tubuh, satu persatu sembuh. Nyaris tak seperti sebelumnya yang gampang sekali sakit.

Sekali lagi aku ingin mengutip perkataan mbak Dewi Hughes, "It's more than just a diet. It's a spiritual journey."

Ya, dengan berat badan ideal dan tubuh yang sehat.. kepercayaan diri tumbuh lebih besar dari sebelumnya. Rasa syukur menjadi lebih luap, sebab nikmat sehat dirasakan betul setelah melalui masa sakit. Badan lebih enteng, lebih ringan, hati lebih bahagia, pikiran lebih positif, apa lagi yang harus dilakukan jika bukan bertambah ketaatan pada-Nya?

Jadi ini memang tak sekedar soal diet, supaya bisa langsing. Supaya bisa cantik dan sebagainya. Sehat lah yang utama. Memiliki berat badan ideal diimbangi dengan pola hidup sehat seimbang adalah cita-cita yang harus dimiliki oleh setiap orang.

Jangan biarkan siapapun melakukan bullying dan tindakan body shaming atas tubuhmu. Sesekali berkacalah, sadari apa yang salah selama ini, benahi apa yang harus dibenahi. Abaikan komentar orang-orang yang tak membangun atau membuatmu menjadi lebih baik. Namun tak ada salahnya mengutip beberapa komentar sinis sebagai motivasi untuk membuktikan keberhasilanmu nanti. Jadilah lebih baik, lebih sehat, lebih cantik, bukan untuk orang lain tetapi karena kamu menghargai dirimu sendiri. Kamu sadar betapa bernilainya nikmat sehat yang Allah berikan.

Sampai di sini, kalau orang lain hanya melihat langsingnya, aku menilai ini lebih dari sekedar langsing atau diet belaka. Pada akhirnya, aku sampai di fase ketika betul-betul bisa memaknai arti sehat yang sesungguhnya. Ketika lebih peduli pada tubuh. Bersyukur dengan apa yang dipunya. Tubuh ini toh pemberian Allah, dirawat atau tidak, pilihan itu ada di dirimu sendiri. Satu hal, setiap kita berhak berbahagia dengan segala hal yang ada pada diri sendiri.

Alhamdulillah, sampai di sini dulu. Semoga tetap ada hal positif yang bisa kamu ambil dari postingan ini. Sekali lagi, sehat lah yang utama. Langsing itu, bonus! Salam sehat berbahagia :)

_____________________________

Magelang, 25 Agustus 2019
copyright : @bianglalahijrah
Image Source : Google Picture

0 Komentar