Kali pertama setelah sekian tahun. Aku kembali dibuat jatuh cinta oleh hujan. Pemandangan hujan siang tadi di depan resto seafood yang kami singgahi, memberi kesan berbeda. Hujan memang selalu punya cerita. Bagaimana mataku menangkap pecahan hujan yang berhambur di udara. Seperti butiran kecil kapas putih yang bertebaran. Andai serupa salju, maka jelas berbentuk bunga es. Sulit sekali sepertinya, menggambarkan keindahan yang tampak di depan mata. Hujan yang kulihat kali ini berbeda jauh. Entah karena ditengahi pucuk-pucuk pinus yang merunduk tertempa butiran hujan. Atau karena mataku menangkap siluet mimpi yang tiba-tiba mengetuk imajiku siang tadi.

Hujan itu jelas bercerita tentang hal lain. Karenanya, aku buru-buru mengeluarkan kamera handphone. Mengabadikan jejak hujan yang menggodaku beberapa jam lalu. Tak dipungkiri, aku bukan penikmat hujan yang memuja setiap bulir jatuhnya. Tetapi yang terjadi sore tadi, aku menengadahkan wajah menantang langit. Merasakan tetes demi tetes yang menekuri lekuk wajahku. Pandangan pengguna jalan lain bahkan tak lagi membuatku rikuh, walau bisa saja mereka menilaiku aneh. Bagiku, itu waktu berkualitas ketika hujan menjelaskan hadirnya tak hanya sebagai berkah. Melainkan pula serpihan rindu.

Kemudian, lirih doa-doa kurapal dalam hati. Sekalipun saat suami memanggil namaku beberapa kali untuk segera naik ke kendaraan. Seperti yang kutahu, salah satu waktu terbaik dan mustajab untuk berdoa ialah ketika hujan sedang turun. Karenanya aku mulai khusyuk merapal doa. Imajiku berlari melintasi ruang tak bersekat. Tak berbatas tempat maupun waktu.

Hujan itu, tiba-tiba serupa salju yang turun begitu anggun. Kendaraan yang hilir mudir hingga gedung-gedung pertokoan berganti menjadi landscape berbeda. Begitu pula dengan marka jalan yang berjejer rapi di hadapan langkahku. Serupa tanda dari negeri nun jauh di seberang benua sana. Hujan bilang, di suatu waktu .. ia akan berwujud serpihan bunga es yang menyambutku datang di negara-negara bersalju itu.

Aku tersenyum tipis. Berdialog dalam hati dan mengerjapkan mata berkali-kali. Benarkah hujan? Wujudmu baru saja membuatku melangitkan satu lagi doa khusus ke petala langit.

Dari dalam hati.. aku mengeja satu persatu kata. "Duhai Allah, kelak izinkan butiran hujan di tempat ini. Adalah butiran salju di tempat lain, di belahan lain bumi-Mu yang nantinya akan menyambut kedatanganku. Izinkan waktu itu tiba sesegera mungkin. Sampaikan aku di masa itu. Duhai Allah, tak ada yang tak mungkin bagi-Mu. Maka doaku melesat menuju langit ketika satu dari sekian waktu yang Engkau janjikan untuk memustajabkan doa-doa dan lalu terijabah."

Di puncak rasa khusyuk yang begitu yakin. Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku. Tatkala batinku masih sibuk berdialog pada hujan dan pemilik hujan itu sendiri.

"Ayo pulang. Hujannya akan turun lebih deras." ucap suami seolah menyadarkanku dari lamunan. Padahal aku sedang tidak melamun. Doaku barusan terapal dengan penuh kesadaran. Aku mengangguk, tetapi mengerling sekali lagi pada tingkah hujan di antara barisan pinus gunung tidar.

Kalian ingat janji itu, dalam waktu yang tak lama lagi, di belahan bumi-Nya yang lain. Kalian adalah wujud bunga es itu. Ingatkan aku ketika nanti kita bertemu di waktu dan tempat berbeda. Pun saat wujud basahmu menjadi dingin yang menggigit hingga ke sumsum. Hujan, itu janjimu. Kau akan ada di sana. Menjadi saksi ketika satu lagi mimpi menemukan takdirnya.

Seketika hujan turun bertambah deras. Di antara suara rintik yang berdenting di seantero tempat dan jalan raya. Mereka lagi-lagi menggodaku.

"Hai, kita akan bertemu di sana. Kami semua akan membuatmu terkagum lebih dari ini. Kami dari Tuhan-mu adalah berkah. Tetapi saksi untuk mimpimu yang secepatnya kembali ke pangkuanmu. Doamu barusan, ribuan hingga jutaan dari partikel hujan mengamininya. Ya, itu kami. Dalam wujud bunga es di negara bersalju yang akan segera kau tuju."

Aku menyabitkan senyum. Tak lagi tipis. Kali ini benar-benar melengkung seperti bulan sabit. Lebih purnama. Lebih utuh. Seutuh keyakinanku yang tertancap di bumi hingga ke langit-Nya. Sampai bertemu di negara itu wahai hujan. Secepatnya. Aamiin insyaa Allah.

___________________________
copyright @bianglalahijrah
Magelang, 03 Maret 2019
Asa, harapan, keyakinan, impian, sampai ke doa, hingga terlahirlah tulisan ini. Inspirasi dari hujan yang menghadirkan cerita berbeda siang tadi. Ini bukan sekedar tulisan fiksi, ini berupa doa dan kemantapan hati. Refleksi bagi diri sendiri.
semoga bermanfaat
[image source : Pinterest]

6 Komentar

  1. Luar biasa yus, bakat mu memang benar2 tak di ragukan lagi dari dulu saat karya puisi2mu tk absen di mading sekolah. Dan kini sudah terbukti dg novel2 mu. Semoga berkah atas ilmu yang kamu miliki aamiin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin aamiin yaa mujiibassailin. Terima kasih banyak :) mohon doa agar terus produktif menulis, lebih baik, dan menghasilkan karya yang bermanfaat pagi pembaca. Terima kasih sudah berkunjung dan tinggalkan jejak. Jangan bosan-bosan yaa.

      Hapus
  2. Hadir menyapa tulisanmu lagi ��

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahhh, terima kasih sayang. Aku BW balik ke WahDays :)

      Hapus

Assalamu'alaikum. Terima kasih sudah singgah dan membaca tulisan di Blog saya. Semoga bisa memberikan manfaat. Jangan lupa tinggalkan jejak baik di kolom komentar. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya. Ditunggu kunjungan selanjutnya :)