Dear diriku yang sedang berusaha menuju titik pulih. Akhir-akhir ini banyak episode yang datang-pergi membawa berbagai perasaan yang sulit dijelaskan. Aku tahu kamu berjuang untuk tetap waras, kendati tak nyaman, walau perasaan kesepian menyergap, seakan begitu terisolasi dari lingkup sekitar. Tak apa. Aku tahu kamu hanya sedang berjuang untuk berdamai dengan dirimu sendiri. Dengan suara-suara yang saling berebut untuk bicara di dalam kepala. 

Mari kita nikmati setiap emosi, perasaan, pemikiran, maupun harapan yang turut hadir. 

Lucu ya, dua episode yang terkadang bisa kamu rasakan dalam waktu bersamaan. Kamu bisa menangis sembari tertawa. Atau bahkan tertawa namun menitikkan air mata. Dear diriku, sini aku peluk. Aku ingin membisikkan sesuatu. Bahwa orang-orang seperti kita begitu istimewa. Kita menghadapi dunia yang tak semua bisa dipahami oleh mereka pada umumnya. Kita istimewa untuk melalui perjalanan ini, di antara kebisingan dunia luar. Bersama gemuruh yang bergejolak di dalam diri sendiri.

Kita tak menuntut orang lain untuk paham sepenuhnya. Bahwa ada struggle yang tengah kita hadapi, kendati memerlukan rasa simpati maupun empati dari orang lain, yang datang serupa dukungan. Ketika hanya didengar pun, itu saja sudah sangat membantu.

Oleh karena itu, kamu tak perlu mencerna seluruhnya, meski begitu ingin mengurai satu persatu tanda yang ada. Kamu juga tak harus mendefinisikan segalanya, walau benakmu ingin sekali berkata. 

Dear diriku, mari kita nikmati saja fase ini. Pelan-pelan belajar menerima. Pelan-pelan belajar membuka diri. Perlahan tak masalah, sebab kita tak sedang berlomba dengan siapapun. Setiap orang memiliki waktu masing-masing atas apapun itu, termasuk soal pulih. Cukup nikmati saja fase ini, jalani dan hadapi, tanpa harus terus menerus lari. Bahwa sesuatu yang hadir bahkan dengan cara yang tak nyaman sekalipun, ada makna berharga di balik itu. Kita hanya perlu menemukan alasan baiknya agar bisa terus bertahan. 

Sebab, untuk menuju titik pulih memang harus melalui berbagai ketidaknyaman terlebih dulu. Merasakan kesendirian, seakan berjalan di jalan lengang, di tengah gurun luas, tak beralas kaki, sepi, hening, tetapi alam terbuka padamu, bukan? Mari menyatu bersamanya, sembari memeluk setiap rasa yang bertandang. 

Jika sedih kamu boleh menangis. Jika terluka kamu boleh berduka. Jika kecewa tak masalah untuk marah. Jika lelah, kamu pun boleh rehat sejenak. Jika dirasa beban itu semakin berat, pelan-pelan belajarlah untuk meletakkannya. Tak harus semua beban itu kamu panggul seorang diri. Ambil yang kira-kira bisa kamu lerai untuk saat ini. Pelan-pelan, perlahan, tanpa tergesa-gesa. Ini adalah moment-mu. Ini masa untukmu. Ini adalah perjalanan bagimu. Tak masalah dengan semua itu.

Seseorang pernah berkata, bahwa ketidaksempurnaanlah yang justru menjadikan kita sebagai manusia utuh. Menyadari bahwa manusia memang tempat di mana berbagai ketidaksempurnaan berada. Tetapi meski begitu, kita tak henti berusaha untuk berjuang, melangkah satu langkah lebih maju, berjalan terseok-seok pun kita tak pernah memutuskan menyerah. Itu lah yang menjadikan kita utuh pada akhirnya, sebagai manusia.

Dear diriku yang istimewa dengan ketidaksempurnaannya. Peluk sayang untukmu. Jangan merasa rendah diri ya. Angkat wajah, berjalan tegak, jangan lagi merasa terlalu berkecil hati. Tak masalah jika sepersekian dunia yang kau singgahi seakan menolak kehadiranmu. Tak benar-benar bisa memahami perbedaan yang ada padamu. Teruslah berjalan, tanpa memotong arah orang lain, tanpa menyakiti siapapun. Terus saja berusaha menjadi manusia yang baik di mata Rabb-mu. Tolok ukur manusia tak jadi soal untuk dilepaskan. Sebab sampai kapanpun, kita tak pernah bisa beroleh ridhonya manusia.

Bukan tugas kita menyenangkan hati semua orang.

Di mata mereka yang tak suka padamu, hadirmu tak benar-benar diterima. Tetapi bagi mereka yang menerimamu tanpa pengecualian, kekuranganmu adalah pertanda baginya, bahwa manusia memang demikianlah adanya. Pun dia, mereka, kita semua, tak ada yang benar-benar sempurna tanpa kejelekan. 

Mari belajar untuk tak menghindar dari rasa sakitnya. Tak lagi lari dari apapun yang kamu khawatirkan memberi luka. Kamu pasti bisa. Sekalipun terasa sulit. Awal-awal mungkin akan begitu berat dilalui, lama kelamaan kamu secara perlahan bisa, semakin lama menjadi terbiasa pada akhirnya. Yuk, bismillah dulu.

Karena itu, aku ingin menulis ini untukmu, diriku yang kusayangi ...


Dear Myself, I'm sorry ...

Maafkan aku yang akhir-akhir ini terlalu overthinking. Hingga terbawa pada alam bawah sadar, bermimpi buruk ketika tidur, merasa berada di lingkungan yang salah sebab terlalu memikirkan banyak hal yang terasa berseberangan. Padahal, seharusnya aku bisa meredam itu. Memilih untuk memaafkan diri sendiri, memaafkan orang-orang yang memberi rasa tak nyaman, juga setiap hal yang ada di luar kendali. Tetapi aku tak tahu harus memulai dari mana.

Bagaimana berdamai dengan si pengadu domba. Berdamai dengan si penebar fitnah. Berdamai dengan orang-orang yang senang berghibah. Juga perbedaan yang seolah mengusik privasiku. Seharusnya bisa dibuat sederhana. Akan tetapi egoku terlukai jika harus kembali membuka diri sekali lagi, sedang merekalah yang tak bisa berubah begitu mudah.

Maafkan aku untuk hal buruk yang berkelebat dalam pikiran. Juga perasaan yang seharusnya bisa ditepis agar tak membuat keruh suasana hati. Maafkan untuk hal-hal yang semestinya bisa kukendalikan, tetapi hingga detik ini aku masih saja kesulitan.

Maafkan aku yang masih memendam luka, atau barangkali dendam. Pada siapapun juga.

Maafkan aku yang masih memberi peluang pada hal-hal yang tak seharusnya menggoreskan luka.

Maafkan aku yang merasa tak nyaman dengan apa yang kita lalui sekarang.

Maafkan aku yang akhir-akhir ini berpikir untuk menyerah, dan marah pada keadaan.

Maafkan aku yang mungkin menyakiti orang-orang yang kucintai, yang dengan tulus mencintaiku. 

Maafkan aku untuk semua yang berjalan di luar kendali.

Dear Myself, I'm sorry 😢😢😢 Mari kita benahi, dan sekali lagi berusaha menjadi lebih baik dari ini.


Dear Myself, please forgive me ...

Aku mengakui betapa banyak hal yang sulit kuredam. Aku sedang berusaha berdamai dengannya. Untuk itu tolong maafkan aku jika di waktu-waktu tersebut, aku justru bersikap terlalu keras pada diri, hingga akhirnya terluka sendiri.

Dear diriku, tolong maafkan aku ya. Atas banyak ketidakmampuanku dalam mengendalikan hal yang seharusnya bisa menjadi lebih mudah. Pikiranku berkata untuk sekali lagi menyingkir, tetapi kesadaranku meminta untuk berdiri dan melawan ini. Tolong maafkan ya, seperti halnya setiap point permintaan maaf yang kutulis sepenuh hati di sini.

Dear diriku, aku sepenuhnya sadar. Mari menjadi lebih baik. Semakin baik lagi.


Dear Myself, I thank you ...

Di pertambahan usia kali ini, menyadari ada banyak hal yang telah terlampaui dalam baik maupun buruk. Sesuatu yang baik menjadikan kita semakin sadar, sesuatu yang buruk membuat kita pada akhirnya mampu belajar, dan syarat bertumbuh salah satunya ketika kita berlaku salah. Jika tak pernah salah, tak pernah gagal, bagaimana kita memaknai proses demi proses untuk tumbuh setelahnya? Ternyata, dari kegagalan-kegagalan itulah kita kemudian bertumbuh, hingga mampu melangkah sejauh ini. Melompati berbagai kesulitan, kesakitan, penderitaan, untuk menemukan banyak hikmah beserta ibrah diantaranya.

Dear diriku, aku ingin berterima kasih untuk 27 tahun berharga ini. Sekalipun ada banyak moment sakit dan terluka. Karena itu kamu luar biasa. Kamu hebat. Kamu istimewa. Kamu tangguh. Terima kasih ya sudah berjuang, bertahan, dan berusaha sejauh ini. Bahkan ketika hatimu berkata ingin sekali menyerah di tengah jalan, tetapi kamu masih terus melakukan upaya untuk bertahan.

Aku tahu apa yang kamu lalui sejauh ini tak pernah benar-benar mudah. Kamu terluka. Kamu menderita. Kamu kecewa. Kamu mengeluarkan banyak airmata. Tetapi itu pula yang menjadikanmu semakin tangguh, bukan? Kamu semakin kuat, berdiri di antara masalah yang mendera. Menghadapi permasalahan yang semakin kamu bertumbuh dewasa, semakin kompleks pula masalah yang datang di depan mata.

Dear diriku, terima kasih ya. Menjadi dewasa dengan ini semua. 27 tahun dengan perjalanan hidup yang luar biasa sekalipun beruntai luka. Setelah ini, pasti akan ada pelangi di depan sana. Kita hanya perlu bertahan sedikit lagi. Berusaha sedikit lagi, untuk menuai semua hasil perjuangan itu. Terima kasih ya. Terima kasih sudah menjadi survivor tangguh. Seseorang dengan mental illness yang berusaha bangkit dari keterpurukannya. Memeluk setiap masalahnya. Berdamai dengan lukanya. Berjuang pulih. Akan tetapi juga mampu berbagi pada dunia, sesuatu hal yang barangkali bisa diambil pembelajaran, tanpa orang lain harus sebagai pelakon dari itu semua.

Dear diriku, big thank you!!!

Terima kasih Allah, Tuhanku yang memberikan banyak nikmat tak terhingga di setiap masa.

Terima kasih suami dan anak-anakku, untuk mengambil peran besar dari turning point terbaik di dalam hidupku, kini maupun nanti. Tanpa kalian, aku bukan apa-apa.

Terima kasih pada semesta. Buminya, langitnya, udaranya, airnya, tanahnya, tumbuhannya, segala yang ada. Tempatku terlahir, terluka, bertumbuh, hingga pulih.

Terima kasih pada orang-orang yang sepenuh hati membenciku, dan kadang tak kuketahui apa sebabnya, haha.. aku ternyata memperoleh pelajaran baik dari itu. Bahwa tak masalah berapa banyak yang benci, selama menjadi diri sendiri, tak menyakiti kembali, tidak hidup berselimutkan iri dengki, terus saja menapaki hari demi hari. Hingga mereka yang benci akan sadar dengan sendiri. Aku semangat berbenah diri dengan ini. Menyadari bahwa sebaik apapun diriku, mereka yang memilih benci, akan tetap menaruh benci. Bukankah baginda Nabi juga melalui perjuangan demikian? Bahkan jauh lebih kejam lagi.

Terakhir, terima kasih teruntuk orang-orang yang juga mencintaiku.. menerimaku.. tanpa syarat dan rasa pamrih. Yang ketika berada di tengah-tengah mereka, aku adalah aku, tanpa harus mengganti rupa maupun pribadi. Mereka yang selalu menyediakan maaf pada apapun situasi. Terima kasih yaa 😊😊😊


Dear Myself, and I love you, so much ...

Aku mencintaimu tanpa syarat. Dari kekuranganmu, sampai pada kelebihanmu. Dari kebaikanmu sampai pada keburukanmu. Dari kelalaianmu, juga kesadaranmu. Dari kebodohanmu, juga pada kecerdasanmu. Dari marahmu, diam-mu, tangismu, tawamu, kata-katamu yang kadang ber-energi kadang pula begitu letih. I love you so much, diriku. 

Always be yourself. Just the way you are. 

Jika hendak berubah, berubahlah ke arah yang lebih baik senantiasa. Akan tetapi jangan pernah berubah hanya untuk memenuhi ekspektasi orang lain atas dirimu. Berubahlah menjadi sosok manusia yang mengejar kebaikan di jalan-Nya. Bukan atas penilaian manusia semata.

Dear God, Allah yang segala pinta, cita, cinta, harapan, maupun doa.. tak jeda mengetuk 'Arsy-Nya. I love You, Allah. Yang tak pernah meninggalkanku kendati aku berkali-kali lengah, dan lalai sebagai hamba. Allah yang diam-diam menyusun rencana terbaik di atas rencana-rencanaku.. dan di waktu yang tak terduga pula, Dia mewujudkan itu dengan cara paling romantis. I love You, Allah.. hamba yang masih mudah lalai ini, Engkau buat jatuh cinta berkali-kali. Untuk mencubitku agar kembali.

Dear semesta, tempatku belajar dan bertumbuh. I love you untuk memendekkan jarak yang terentang cukup jauh, menjadi saksi bagaimana aku berproses dari masa ke masa.

Aku sungguh ingin memenuhi hatiku dengan cinta. Cinta tak bersyarat, tanpa pamrih. Agar tak perlu lagi ada luka, kecewa, sakit hati, maupun dendam. Sebab hatiku telah dipenuhi dengan berbagai cinta pada seisi semesta, elemen-elemennya, juga pada penciptanya.


Dear diriku, selamat berulang tahun ya. Terima kasih untuk 27 tahun yang luar biasa dengan pembelajaran berharga, hikmah tak terhingga, pengalaman jatuh-bangun yang hebat, menjadikanmu kian istimewa.


Alhamdulillah bini'matihi tattimush shalihat. Barakallah fii umrik dear YusniaGusaPutri 💗💗💗 Berterima kasihlah pada ibu yang melahirkanmu 27 tahun yang lalu, tepat di hari Minggu, 7 Agustus waktu pagi. Berpeluh letih, dirajam sakit, beruntai doa dan airmata. Tanpa dirinya, lewat perantaranya, engkau bisa hadir ke dunia. Ma, terima kasih banyak yang tak cukup dengan kata-kata semata. 


______________________________________


Magelang, 6 Agustus 2021

copyright : www.bianglalahijrah.com

0 Komentar