"Sebab menjadi berbeda adalah keistimewaan tersendiri"

Sepagi ini, ketika seharusnya aku mempersiapkan diri untuk berangkat kuliah. Tanganku tergelitik untuk mampir sejenak di blog, dan mulai menulis sesuatu. Benakku terlalu penuh dengan hal-hal yang jika tak ditulis, barangkali akan meledak tidak pada tempatnya. Imajinasiku pun melompat-lompat, aku harus segera menulis jika sudah seperti ini. Itu mengapa, menulis bagiku tak hanya kebutuhan jiwa. Melainkan ruang refleksi. Ruang berekspresi. Sekaligus ruang untuk meneraphy diri sendiri.

Ada hal-hal yang tak bisa lugas dijelaskan dengan bicara, maka menulis dapat menerjemah rasa.

Tadi malam, iya tadi malam. Aku memposting aksi ananda yang sedang bermain wayang fabel (sebutlah begitu) dengan boneka bebek sebagai peraganya. Modal lampu senter dan pantulan bayangan yang ada di tembok, ia pun berimajinasi sendiri. Meliuk-liukkan bebek yang terapit di ujung jemarinya. Sembari berceloteh mengenai kisah dalam versi imajinasinya.

Aku jadi teringat kisah bebek si buruk rupa yang sewaktu kecil pernah kubaca. Bebek ini berbeda dari saudaranya yang lain. Ia juga tak bisa berenang. Tetapi di akhir kisah, berkat kegigihannya untuk terus mencoba, pada akhirnya si bebek menemukan bakat istimewanya. Pun di balik itu, ada ibu bebek yang tak pernah pilih kasih dalam memperlakukan anak-anaknya. Ia mendampingi si bebek buruk rupa dan terus memberikan cambuk bahwa berbeda bukan lah suatu hal yang buruk. Setiap bebek memiliki keistimewaan tersendiri. Begitu kata ibu bebek.

Dari aksi ananda, ingatanku digiring pada sebuah dongeng yang pernah terbaca belasan tahun silam. Dongeng yang hanya memiliki beberapa lembar halaman saja, sekali duduk maka tuntas terbaca. Tetapi pesan dari dongeng itu mencuat kembali ke dasar ingatan, ada banyak pesan baik yang disampaikan oleh cerita fabel tersebut.

Kisahnya menyadarkan kita untuk tak membenci kekurangan yang ada dalam diri sendiri. Juga pembejaran tentang pentingnya berusaha dengan gigih, tak mudah putus asa, yakin bahwasanya setiap usaha yang terkerah akan menemukan titik hasil yang terbayar pantas kemudian. Di sisi lain peran si ibu bebek membuatku mematut diri, betapa di balik anak yang piawai dalam bidang apapun, tentu ada sosok penting yang senantiasa mendedikasikan waktu dan tenaga dalam membersamai. Sosok ibu bebek dalam fabel ini menjadi contoh, bahwa sudah seharusnya seorang ibu mendampingi anandanya menghadapi berbagai kesulitan, membantunya menjawab tantangan, dan menerima kekurangannya dengan tulus dalam sikap bijaksana.

Tentu saja, tak berarti setiap ibu lantas harus mempersembahkan kemudahan demi kemudahan bagi ananda. Sebab anak-anak perlu belajar memecahkan permasalahannya sendiri. Ia perlu belajar bahwa segala sesuatu tak melulu dapat tercapai dengan jalan mulus, ada kalanya butuh perjuangan lebih disertai kesabaran dan kesungguhan. Mencipta kemudahan tanpa memberikan pendidikan edukasi bagi karakternya sering hanya membuat anak tumbuh manja, egois, dan tidak kompetitif. Tak mampu bersaing secara sehat dan lemah motivasi.

Sisi lain dari cerita di balik fabel ini, tak menceritakan sama sekali apakah si ibu bebek akan malu ketika satu telurnya menetas namun membuahkan seekor bebek buruk rupa dan berbeda dari yang lain. Si ibu bebek juga tak berlaku pilih kasih. Pelan-pelan ia menempa bebek buruk rupanya untuk percaya diri. Sebab berbeda adalah keistimewaan tersendiri. Ia melatih bebek buruk rupanya untuk yakin pada kekurangannya. Kekurangan yang terasah hingga melahirkan bakat istimewa.

Aidan lantas berucap di akhir kisahnya, "Iya, aku akan menyelamatkanmu.."

Aku tersenyum geli, sambil mengabadikan moment. Imajinasinya melompat lagi, barangkali bebek dalam genggamannya telah berubah haluan menjadi bebek prajurit yang luar biasa. Aidan menggiring imajinasinya tentang si bebek yang heroik. Suka menolong, pahlawan hebat, bukan lagi si buruk rupa yang tadinya minder pada diri sendiri.

Sampai di sini aku bersyukur, takjub, sekaligus bangga. Barangkali dari dongeng-dongeng yang kami bacakan untuknya, Aidan menemukan dunia dongengnya sendiri. Ia mengekspresikan itu tadi malam. Dengan caranya, dengan gaya ceritanya sendiri, pun ending yang berbeda. Aidan tanpa sadar sedang menulis satu versi baru tentang si bebek buruk rupa lewat ruang imajinasinya. Karena itu pula tulisan ini hadir. Tabarakallah, alhamdulillah.

Semoga bermanfaat :)
_____________________

Magelang, 27 April 2019
copyright : @bianglalahijrah
Image Source : Google Pinterest

0 Komentar