Ya Ilahi Rabbi ... tenggelamkan aku dalam cintaMu
Hingga tak ada sesuatupun yang menggangguku dalam jumpaMu
- Rabiah Al-Adawiyah

Desember penutup tahun. Rasanya waktu benar-benar cepat berjalan. Alhamdulillah untuk kemudahan-demi kemudahan yang telah Allah berikan. Kemarin, seharian aku lebih banyak diam di kamar. Memuhasabah diri dan melangitkan doa setelah membumikan ikhtiarku. Satu persatu tampil serupa slide show yang membuatku menangis usai shalat dzuhur. Aku memutar kembali semua episode dalam waktu yang sudah terlampaui selama sebelas bulan. Waktu yang menghantarku pada Desember penutup, waktu yang mengharuskan diri untuk bermuhasabah atas semua hal yang telah berlalu dalam hari. Lagi-lagi hanya bisa berujar lirih 'fabiayyi ala'i  rabbikuma tukadziban'. Semua keluh sudah tuntas kuhaturkan pada-Nya. Semua yang mengganjal di benak telah tumpah ruah bersama doa-doa. Aku hanya berharap semua dapat berjalan lebih baik meski melewati setapak yang tak mudah. Allah tentu lebih tahu yang terbaik. Barangkali apa yang sudah aku lalui selama ini adalah bagian dari rencana-Nya untuk mengantarku pada gerbang keberhasilan dan impian. Barangkali pula ini yang aku butuhkan. Allah tak ingin aku bermanja-manja dan membuang waktu sia-sia. Bukankah waktu adalah pedang? Hanya ada dua kemungkinan di dalamnya. Pedang itukah yang akan menyelamatkanmu, atau justru mencelakakanmu.

Aku jelas tak ingin termasuk pada orang yang merugi. Kemarin, entah berapa lama aku terpekur merenungi semuanya. Kutumpahkan segala beban yang menyesak di dada tanpa ada lagi yang aku tutup-tutupi kendati Dia Maha Tahu. Aku jujur dalam rasa malu, sebab kelemahanku yang begitu cengeng pada hal sepele yang terasa berat. Aku sadar bahwa hanya Allah tempat terbaik untuk berkeluh kesah. Hanya Allah yang mengerti sekelumit masalah yang mendentam di benak. Aku tergugu sekian lama. Bahkan saat aku menyenandungkan Ar-Rahman sebagai penawar sedihku. Aku lagi-lagi tak mampu menahan tangis. Setiap kali sampai pada lafadz 'fabiayyi ala'i rabbikuma tukadziban', maka airmataku ikut menderas. Semua bercampur jadi satu. Antara sesal, syukur, dan bahagia. Kupuji Dia dengan kekata yang kupunya. Berharap cinta-Nya senantiasa menaungi dan tak pernah pergi.

Hampir 22 tahun perjalanan yang telah kulalui untuk dapat mengenal-Nya lebih baik, kendati upayaku takkan pernah menemui penghabisan. Setiap hati mengaku beriman, maka ujian juga selalu datang. Aku tahu bahwa tak ada hamba yang tak diuji begitu ia menisbahkan dirinya telah beriman. Dan keimanan itu seterusnya akan Allah uji hingga di hembus nafas terakhir. Selamanya ujian akan terus mengikuti diri sebagai jalan cinta menuju Illahi. Meski terkadang aku menyesali nasib. Aku ragu pada ketetapan-Nya. Aku lupa pada janji-Nya yang pasti. Aku mengutuk seluruh kesulitan yang harusnya menjadi hikmah untukku. Hikmah agar aku berkaca setiap saat. Bahwa hanya Allah satu-satunya tumpuan hidup ini. Bahwa tak ada tempat kembali, sebaik-baik kembali kepada Dzat yang telah menciptakan diri. Sepanjang sujud aku tergugu dalam tangis. Mengiba dan meminta pada-Nya untuk tak pernah meninggalkanku saat yang lain meninggalkanku. Mengaku kelemahan diri yang bahkan lebih kecil dari sebutir dzarah. Yang bahkan tak ada apa-apanya dibandingkan Aisyah ra, Fatimah Az-Zahra, dan Khadijah sang Ummul Mukminin. Yang bahkan tak pernah bisa menyaingi Rabiah Al-Adawiyah dalam menasbihkan cintanya.

Ah, Duhai Rabbi.. tak mudah langkahku untuk terus berada di jalan cinta-Mu. Tertatih-tatih aku kerap terjatuh dalam luka. Aku kembali, dan Engkau menyambutku. Aku salah, tetap Engkau memaafkanku. Aku ingkar namun Engkau menyadarkanku. Aku meminta, lalu Engkau mengabulkan. Entah berapa banyak nikmat yang pernah kusangkal dari-Mu. Entah berapa banyak waktu yang pernah kuisi dengan hal yang sia-sia belaka. Entah berapa banyak kata tak pantas yang keluar dari mulut ini. Entah, entah berapa banyak khilaf yang terus menambah pundi-pundi dosa yang menggelapkan hati. Rabbi, maka peluk aku sekali ini. Leburkan aku dalam lautan cinta-Mu. Rengkuh hatiku agar tak pernah alfa dari-Mu. Ikat cintaku agar tak ada hal lain yang dapat mengalihkanku dari-Mu.

Dan hingga hari ini aku masih mencari jalan. Jalan yang hakiki untuk menuju cinta-Mu. Jika cita-cita duniawi adalah penyemangat langkahku saat ini, semoga tak lepas pada kehidupan akhirat yang juga menanti di jengkal-jengkal kematian. Bantu aku untuk menjadi muslimah-Mu, yang tak hanya mampu mengucap syahadat, tapi juga mampu menjalankan inti dan makna dari syahadat itu sendiri. Bantu aku untuk senantiasa berada di koridor ridho-Mu. Bantu aku.. bantu aku, Allah.

***

Dear... Aku sudah mengoreksi resolusiku tahun ini, mencentang beberapa yang telah tercapai, dan melingkari planning/target yang masih melangkah dalam proses. Setidaknya aku sudah menyusun beberapa list yang harus aku tuntaskan bulan ini, sambil menunggu kabar baik dari dua naskahku yang masih berjuang di meja redaksi. Hanya bisa berdoa agar Allah memberikan kado terindah penutup tahun melalui dua naskah tersebut. Dan semoga pengumuman final kontributor pilihan lomba nulis 'Curhat Akhwat Jilbaber' dapat segera kuposting, meski masih tersisa puluhan naskah yang berlum sempat tersentuh. Pun editan naskah 'Menggapai Impian Setinggi Langit' semoga bisa rampung sebelum akhir Desember, seraya membagi waktu untuk tetap menulis.

Insha Allah tanggal 21 mendatang, kami akan mengadakan kopdar grup TMoW. Merasa perlu mempertanggungjawabkan kewajibanku sebagai Admin grup ini, yang kubentuk beberapa tahun lalu. Agenda untuk mengikuti workshop/seminar kepenulisan telah kucantumkan pula dalam list agendaku bulan ini. Termasuk mengikuti workshop menulis yang diadakan oleh LPM M@T@ Untidar dalam rangka memperingati ulang tahun LPM M@T@ tanggal 7 mendatang, yang dihadiri oleh penulis novel best seller Tere Liye. Memposting agenda baru di grup TMoW untuk kegiatan literasi. Selanjutnya mengcopy materi yang ada di grup TMoW ke grup Lentera Lontara yang baru dibentuk setelah diskusi ringan bersama suami. Rasanya hidup memang jadi lebih berwarna. Berkarya di tengah-tengah rutinitas diri yang padat. Kuncinya lagi-lagi ada pada manajemen waktu yang dimiliki. Apapun rutinitasku dalam dunia literasi, tak boleh mengganggu apalagi sampai membuat kewajibanku sebagai istri terbengkalai, dan semoga tak lepas dari niat (Lillah, Fillah, dan Billah).

Besok Kamis kami sudah bisa menetap di rumah begitu usai selamatan dan mengundang beberapa tetangga terdekat. Rasa-rasanya Desember akhir tahun ini akan ditutup dengan cerita dan semangat baru di kediaman baru. Ke depannya aku dan suami ingin terus berkarya. Menjadi pribadi yang lebih baik dalam keimanan dan keistiqomahan. Sambil berkutat dengan agenda akhir tahun, aku ingin menuntaskan azzamku tahun ini agar tak ada waktu yang berjalan sia-sia. Alhamdulillah 'alaa kulli hal.. Selalu ada kemudahan setelah kesulitan. Airmata yang saat ini hadir, semoga menjadi penggugur dosa-dosa. La tahzan innalaha ma'ana. Keep hamasah!!! :')

Sampai bertemu di postingan selanjutnya.

2 Komentar

Assalamu'alaikum. Terima kasih sudah singgah dan membaca tulisan di Blog saya. Semoga bisa memberikan manfaat. Jangan lupa tinggalkan jejak baik di kolom komentar. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya. Ditunggu kunjungan selanjutnya :)