Nissa baru saja pulang usai menghadiri kegiatan mentoring yang ada di kampusnya. Seperti biasa kegiatan yang seminggu sekali diadakan itu, sengaja dibentuk oleh para aktivis dakwah terutama akhwat yang ada di kampusnya. Sebagai metode agar selain disibukkan oleh kegiatan-kegiatan lain yang mereka kerjakan selain dari pada mata kuliah. Mereka juga dapat menyisihkan sedikit waktu mereka untuk lebih mempererat tali silaturahmi di antara para mahasiswi yang ada di Universitas tersebut yang juga turut andil dan bergabung di dalam kegiatan itu untuk sama-sama belajar dan mendalami pemahaman akan islam dengan mengikuti penjelasan materi yang diberikan oleh tiap-tiap Murabbi. Nissa yang sebelumnya tidak pernah tertarik pada kegiatan tersebut secara tidak sengaja bertanya pada salah satu aktivis dakwah yang aktif di kegiatan tersebut. Tentang apa dan bagaimana mentoring itu? Yang membuat Nissa penasaranan dan ingin tahu apa sebenarnya keistimewaan dan manfaat dari kegiatan mentoring tersebut. Yang juga sering disebut sebagai liqo’ di kalangan beberapa mahasisiwi UK yang juga aktif sebagai aktivis dakwah di liqo’. 
Kini sudah hampir empat bulan Nissa mengikuti kegiatan tersebut. Kegiatan liqo yang telah banyak merubah kepribadian dan cara hidup Nissa. Terutama tentang bagaimana cara menutup aurat dan mengenakan jilbab yang benar sesuai dengan syar’i. Mahasisiwi semester lima di Universitas Sastra tersebut, merasa pengetahuannya akan Islam lebih bertambah setelah ia mengikuti kegiatan liqo di kampusnya. Bahkan saat ini ia tidak lagi asal mengenakan jilbab seperti yang pernah ia kenakan sebelumnya. Benar-benar telah mengenakan dan berniat untuk belajar mengenakan pakaian muslimah sesuai yang diaturkan oleh syar’i. Nissa benar-benar telah berubah. Bukan seperti Nissa yang dulu lagi. Setidaknya ia merasa diri dan pengetahuannya akan islam lebih mendalam ketimbang sebelumnya. Meskipun ia telah berjilbab, bahkan kedua orangtuanya pun heran dan turut merasakan melihat perubahan yang ada pada diri anaknya itu. Pernah sewaktu Nissa ingin berangkat ke kampus dengan mengenakan baju terusan dan jilbab yang benar-benar menutupi dada. Orangtuanya berpikir bahwa Nissa saat itu sedang mengada-ada. Karena setahu mereka, meskipun Nissa telah dari kelas satu SMP berjilbab. Tapi untuk mengenakan pakaian muslimah atau baju muslim ia tidak pernah ingin. Kecuali di moment-moment tertentu seperti hari raya atau ada acara syukuran yang sering di adakan keluarga. 
Dan hari itu kedua orangtua Nissa benar-benar sudah tidak bisa lagi menyembunyikan rasa heran dan penasaran mereka tentang perubahan-perubahan yang ada di dalam diri Nissa kecuali kakaknya Hasna yang sudah tidak heran lagi. Karena sebelum Nissa mengenal dunia liqo’ dan kehidupan seperti apa yang saat ini ia jalani. Hasna telah lebih dulu menjalaninya. Hasna yang saat ini juga telah mengajar di salah satu Sekolah Agama yaitu YPI Al-Ikhlas yang letaknya tak jauh dari rumah. Pagi itu sewaktu mereka sedang sarapan bersama-sama. Ayahnya langsung menanyakan perihal apa yang saat itu menjadi pertanyaan mereka pada anak kedua mereka itu. Karena Nissa memang hanya dua bersaudara.
“Hmm Niss, ayah mau tanya. Belakangan ini ayah sama ibu perhatikan. Kok ada yang beda dari kamu?” Ujar ayahnya memulai pembicaraan sembari menatap pada Ibu Nissa yang saat itu langsung ikut mengkerutkan kening sambil menaikkan bahu.
“Ada yang beda yah? Apanya yang beda sih? Perasaan Nissa baik-baik saja. Nggak ada yang berubah kok. Ya nggak mbak?” Jawab Nissa dengan meminta tanggapan serta dukungan dari kakaknya Hasna yang hanya dibalas senyum oleh hasna yang saat itu tengah menghabiskan sisa sarapannya.
“Gini lho Niss, maksud ayah itu kok sekarang penampilan sama sikap kamu berbeda tidak seperti yang dulu? Setahu kami semua kamu itu dulunya tidak pernah mau meskipun disuruh untuk mengenakan baju muslimah kecuali pada hari-hari tertentu. Lha sekarang ini ibu dan ayah perhatikan kamu kalau mau ke mana-mana lebih sering memakai baju terusan atau gamis dan jilbab yang sedikit lebar dan besar yang benar-benar menutupi dada. Seperti yang saat ini kamu kenakan.” Terang ibunya yang menjelaskan dengan panjang lebar.
“Ohh jadi itu tho yang membuat ayah dan ibu heran? Sampai-sampai menganggap Nissa ini berbeda? Nissa kirain tadi apa. Hehee.” Ujar Nissa kembali sambil terkekeh.
“Lha piye tho Niss? Kamu ini ditanya bener-bener sama ayah dan ibu. Kok malah jawabnya gitu sambil tertawa?” Tegur ayahnya dengan sewot. Melihat hal itu, Hasna dan Ibunya hanya bisa saling pandang kemudian tersenyum.
“Iya deh Nissa minta maaf. Kalau sekiranya jawaban Nissa tadi tidak memuaskan dan telah menyinggung perasaan ayah dan ibu.”
“Nissa hanya ingin seperti mbak hasna. Yang mengenakan jilbab sebagai pelengkap untuk menutup aurat bagi muslimah. Yang bukan hanya sekedar mengenakan jilbab. Melainkan yang benar-benar sesuai dengan syar’i. Nissa tidak mau lagi mengenakan jilbab gaul yang kebanyakan lagi trend sekarang. Bagaimana cara menutup aurat yang benar sesuai dengan syar’i, agar Nissa benar-benar bisa menjadi muslimah.” Jelas Nissa lagi kepada kedua orangtuanya.
“Jadi itu, kenapa tiba-tiba beberapa bulan belakangan kamu lebih sering mengenakan pakaian ini?” Tanya ibunya kembali.
“Iya bu, Nissa baru sadar. Kalau cara pakai jilbab Nissa selama ini, itu belum benar. Dan Nissa juga baru sadar kalau sudah memutuskan untuk berjilbab berarti benar-benar telah siap menaati semua perintah Allah sesuai dengan syar’i. Dan Nissa nggak mau dibilang setengah-setengah dalam mengerjakan perintah Allah. Tapi bukan berarti siap itu harus benar-benar berubah drastis. Karena bukankah setiap apa yang kita lakukan seperti halnya hidup itu semua butuh tahap? Dan begitu juga dengan Nissa. Nissa sedang bertahap dalam melakukan perbaikan untuk kehidupan terutama diri Nissa sendiri terhadap Allah. Nissa minta doa sama ayah dan ibu terutama sama mbak Hasna. Nissa memang harus lebih banyak belajar lagi. Bukankah tidak ada kata terlambat untuk menuntut ilmu?” Kecerdasan dan kata-kata Nissa telah membuka mata kedua orangtuanya bahwa Nissa bukan lagi sosok gadis manja mereka yang dulu. Kini ia telah tumbuh menjadi sosok gadis yang matang dan dewasa cara pemikiran juga sikapnya. Sementara itu Hasna hanya mengangguk pelan mendengar kata-kata dari adiknya tersebut. Sesaat kemudian Nissa melanjutkan kembali bicaranya.
“Nissa berpikir bila Nissa tetap mengenakan pakaian yang ketat meski jilbab telah membungkus kepala, apa artinya? Nissa berpakaian tetapi seperti tidak berpakaian karena lekuk tubuh masih terlihat jelas. Banyak orang yang berdalih lebih baik menjilbabkan hati dulu baru kemudian menjilbabkan fisik. Tapi menurut Nissa, sampai kapan kita harus punya pandangan yang seperti itu? Kita tidak tahu kapan saatnya Allah akan mengutus Izrail untuk mencabut nyawa ini. Apa kita bisa jamin saat Allah mencabut nyawa ini, kita telah dalam keadaan kembali ke jalan-Nya? Menaati perintah-Nya dengan benar, terutama mengenakan jilbab sesuai dengan syar’I bagi seorang muslimah. Apalagi yang telah baligh. Jadi menurut Nissa, dengan berjilbab insya Allah akan menumbuhkan kesadaran tersendiri bagi diri kita juga bisa membentengi diri kita dari hal-hal buruk. Setelah itu perlahan semua sisi kehidupan kita akan mengikuti.” Mendengar apa yang dikatakan Nissa. Tak sadar butiran bening haru mengalir dari kedua sudut mata ibunya. Serta ayahnya yang juga mendengar penjelasan Nissa yang begitu detail. Hanya diam mencerna kembali ucapan anaknya itu sambil sesekali mengangguk pelan. Kini saatnya Hasna yang angkat bicara setelah dari tadi dia hanya diam dan menjadi pendengar setia di antara adik dan kedua orangtuanya.
“Mbak bangga sama kamu Niss, mbak nggak nyangka kalau kamu sekarang benar-benar bukan adik mbak yang dulu lagi. Yang manja dan susah sekali diatur. Tapi sekarang kamu sudah tumbuh menjadi sosok gadis yang matang dan dewasa dalam bersikap. Mbak dukung seratus persen niat kamu Niss, percayalah.. Allah pasti akan mempermudah niat seseorang yang ingin berbuat baik.” Pembicaraan pagi itu selesai. Karena Nissa dan Hasna harus segera berangkat untuk memulai aktivitas mereka masing-masing. Setelah sebelumnya pamit kepada kedua orangtua mereka.
Diskusi pagi hari itu di tengah-tengah keluarga pak Rahman ayah Nissa benar-benar hangat dan meninggalkan sebuah rasa haru dan bahagia di hati pak Rahman juga istrinya. Melihat kedua putri mereka tumbuh serta menjadi anak sekaligus wanita yang sholehah. Sungguh merupakan kebahagiaan tersendiri bagi orangtua apabila bisa melihat anak-anaknya menjadi manusia yang berguna. Bukan hanya untuk sesamanya tetapi juga berbakti kepada kedua orangtua terutama Allah.
(20-12-2011, Selasa)

0 Komentar