Mengawal Fitrah Anak : Membentuk Aktivitas Ibadah Sejak Dini
Kapan waktu terbaik untuk mulai melatih anak beribadah? Seperti shalat, shaum, mengaji Al-Qur'an, dan aktivitas ibadah lainnya. Benarkah harus menunggu si anak memiliki nalar lebih, tatkala telah remaja, atau bahkan menunggu dewasa. Bukankah pembentukan aktivitas ibadah dapat menjadi pelengkap dalam fase pembentukan akidah Islamiyah pada diri seorang anak? Tatkala anak tergerak untuk menyambut panggilan Rabb-nya hingga mematuhi perintah Allah, anak sejatinya tengah menyambut naluri fitrah dari dalam dirinya.
Fitrah di dalam Al-Qur'an dijelaskan yakni perjanjian antara manusia kepada Allah sejak masih berada di dalam rahim ibunya. Itu berarti setiap kita yang terlahir ke dunia, dari bayi ke remaja kemudian tumbuh dewasa, telah membawa fitrah tersebut. Jika berdasarkan Al-Qur'an surah Al-A'raf ayat 171-172 maka fitrah yang dimaksud ialah fitrah keagamaan dan agamanya adalah Islam. Ketika masih di dalam kandungan kita dimintai persaksian bahwasanya Allah adalah tuhan kita, beserta janji untuk mentauhidkan-Nya.
Mendidik anak sejak dini untuk mengenal nilai-nilai Al-Qur'an dan rabbaniyah, kemudian membentuk aktivitas ibadah anak, memberikan pemahaman agama sedari dini, sama dengan ikhtiar mengawal fitrah anak. Jadi tak hanya aspek fisik saja yang menjadi tumpuan perhatian. Melainkan pula perkembangan rohaninya sejak dini.
Anak adalah tabungan sekaligus ujian. Jika kita berhasil menuntun fitrahnya dengan baik maka tak menutup kemungkinan kita akan membentuk anak shaleh, berakhlak Al-Qur'an, yang senantiasa meng-Esakan Allah sebagai tuhannya. Bukankah satu dari tiga perkara yang tak terputus setelah manusia meninggal adalah doa dari anak yang shaleh? Selain dari pahala jariyah dan ilmu yang bermanfaat.
Tetapi jika dipikir lagi, sejatinya tatkala mendidik buah hati kita juga tengah menabung pahala jariyah itu sendiri. Kita tengah menempa ilmu yang bermanfaat bagi ananda, yang akan menuntun fitrah tauhidnya hingga dewasa bahkan tatkala ajal menjemputnya kelak. Anak bisa menjadi penyebab masuk surganya orangtua, sekaligus juga menjadi sebab tergelincirnya orangtua ke jurang api neraka.
Tatkala anak menjadi ujian, bisa jadi adalah teguran dari Allah. Barangkali kita sendiri yang telah keliru mengawal fitrahnya sejak awal. Bukan karena anak yang nakal, tetapi orangtuanya lah yang keliru menerapkan pola asuh di awal. Maka, pentingnya pendidikan Islam menjadi PR besar bagi setiap orangtua. Sebab kita mendidik anak manusia, amanah dari Allah, di mana kita sendiri lah yang pernah meminta bahkan memohon kepada-Nya untuk diberikan seorang anak. Tugas kita lah untuk membingkai akhlak dan pemahaman ananda, jauh sebelum kita siap melepasnya untuk membaur dalam kehidupan luar yang lebih kompleks tatkala nanti telah remaja dan menjadi dewasa.
Di samping itu diperlukan kesadaran bahwa anak adalah cerminan orangtuanya. Fitrah anak adalah pantulan dari fitrah kedua orangtuanya. Bermakna, apabila menghendaki anak yang shaleh atau shalehah. Maka orangtuanya harus lebih dulu menjadi shaleh/shalehah. Harus lebih dulu menempa diri dengan ilmu.
Dalam catatan, bagaimana kita bisa mengawal fitrah anak untuk mengenal Rabb-nya dan taat pada perintah-Nya, sedang fitrah kita sendiri selaku orangtua tidak diperhatikan? Jadi, apakah anak akan menjadi tabungan di akhirat kelak atau justru ujian, semua kembali pada kedua orangtuanya. Oleh karena itu kewajiban belajar dan menempa diri dengan ilmu tak hanya dilakukan ketika telah menikah, punya anak, dan kemudian kita sadar bahwa ilmu masih sedikit lalu bergegas mencari ilmu. Sudah seharusnya ilmu parenting menjadi bekal, jauh sebelum melenggang ke pernikahan. Memilih calon pasangan pun tak sekedar berdasarkan cinta semata, melainkan visi dan misi apa yang dimiliki jika nanti memiliki anak. Tak sedikit pasangan suami istri yang bertolak belakang dalam perihal mendidik anak dan justru menghadirkan permasalahan lain dalam rumah tangganya. Sebab itu, kendati belum menikah tak ada salahnya mempersiapkan diri dari sekarang :)
Kita langsung ke point-point bagaimana membentuk aktivitas ibadah anak ya. Dari berbagai pengarahan Nabi Shallallahu 'alayhi wa Sallam, bahwa beliau memfokuskan pada beberapa dasar. Di antaranya :
1. Mengajarkan Shalat
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa." (Q.s Thaha [20]: 132)
Pertama, dimulai dari memberi perintah kepada ananda untuk mengerjakan shalat bersama. Terutama tatkala seorang anak dapat membedakan mana kanan dan kiri. Hal ini juga berdasarkan sabda Rasulullah SAW. Kedua, mengajarkan shalat kepada anak. Nabi Shallallahu 'alayhi wa Sallam menentukan usia tujuh tahun untuk memulai pelajaran mengenai shalat. Di mana kedua orangtua harus mengajarkan rukun-rukun shalat, kewajiban-kewajibannya dan apa saja yang menjadi sebab pembatal shalat. Dalam sebuah hadits riwayat Abu Daud dan at-Tirmidzi juga dijelaskan hal serupa. Bahwa pengajaran tentang shalat harus sudah ditegakkan tatkala anak berusia tujuh tahun. Apabila sudah berusia sepuluh tahun, anak diperbolehkan untuk dipukul jika tak juga mengindahkan saat diberi perintah untuk mengerjakan shalat. Tentu saja pukulan yang dimaksud tidak bermaksud untuk sengaja menyakiti fisik anak. Pun Rasulullah SAW melarang keras melayangkan pukulan pada area wajah atau pun bagian kepala sebagaimana yang diriwayatkan oleh hadits Muslim 3/1673.
2. Mengajak Anak ke Masjid
Dari dulu sampai sekarang, masjid menjadi tempat membangun generasi demi generasi. Mengajak anak shalat ke masjid, dengan tujuan untuk melatih ananda agar sejak dini terbiasa mencintai masjid. Kelak, ketika dewasa ia takkan berat kaki untuk menunaikan shalat berjamaah di masjid. Asy-Syaikh Anwar al-Kasymiri berkata, "Kami katakan; masjid yang telah meluluskan anak-anak para shahabat dan salafus saleh, dapat pula meluluskan yang seperti mereka apabila para bapak dan ibu mengarahkan anak-anak mereka untuk ke masjid dengan anjuran bukan dengan ancaman, dengan pujian bukan dengan caci-maki, dan dengan dorongan bukan dengan celaan.
Jadi tatkala anak telah mandiri, sudah bisa membersihkan hajatnya sendiri dan bersih dari hadas/najis, diperbolehkan untuk dibawa ke masjid. Terlebih jika anak dapat pergi ke kamar kecil sendiri dan telah mempelajari adab-adab di dalam masjid. Maka tugas kita selaku orangtua untuk memberinya pemahaman tersebut.
Tak dapat dipungkiri bahwa para ulama besar lahir dari kecintaan mereka terhadap masjid dan ilmu. Sejak zaman Nabi hingga saat ini, masjid pun masih menjadi pusat peradaban Islam ketika berbagai kajian dan telaah ilmu dipelajari bersama di dalam rumah Allah. Sayangnya, ada banyak fenomena saat ini tatkala orang tua justru mengusir kehadiran anak-anak dari masjid. Bukan justru memberikan nasehat baik, merangkul, dan membuat anak memahami adab yang harus ia patuhi tatkala di dalam masjid. Mereka yang tak paham ini lah yang lantas menyebabkan anak-anak menjadi nakal sebab telah meneriaki dan mengusir mereka dari masjid.
Nah, pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.. boleh loh mengajak ananda untuk itikaf di masjid. Sebab usia baligh tidak menjadi tolok ukur sahnya. Momentum Ramadhan menjadi waktu yang memberikan banyak peluang bagi kita untuk mulai membentuk aktivitas ibadah anak sejak dini. Masyaa Allah..
3. Melatih Anak Berpuasa
Perlu kah melatih anak usia dini untuk berpuasa? Jawabannya mengapa tidak? Kendati anak kecil belum berkewajiban untuk berpuasa di bulan Ramadhan, tetapi tak ada salahnya jika kita selaku orangtua hendak melatih ananda untuk mulai berpuasa. Dimulai dari mengajak sahur, mengajarinya membaca doa bersahur, dan memberinya penjelasan faedah atau tujuan dari sahur itu sendiri. Lalu menentukan berapa jam yang anak perlukan untuk mulai berlatih bukan berpuasa sungguh-sungguh hingga waktu berbuka yang telah ditentukan. Hal ini juga ternyata dapat melatih kesabaran ananda.
Aidan memulai latihan pertamanya tahun lalu, tahun ini pun latihan yang sama masih diterapkan kendati kadang masih kecolongan. Tahu-tahu Aidan tengah mencomot permen atau roti, jadi tugas sebagai ibu hanya menjelaskan bahwa dirinya tengah berlatih puasa, itu berarti sampai jam yang telah disepakati Aidan belum bisa makan dan minum. Ahamdulillah tak sulit memahamkan Aidan, ia tetap bermain seperti biasa. Tidur siang sesuai jadwal, ikut menemani di dapur ketika menyiapkan menu berbuka, hingga belajar menghafal doa-doa pendek. Tabarakallah.
Mayoritas ulama menganggap puasa bagi anak di bawah usia baligh memang tidaklah wajib. Ada sebagian ulama salaf yang menganggapnya sunnah. Sedang asy-Syafi'i berkata bahwa anak-anak diperbolehkan puasa sebagai latihan apabila mereka mampu. Jadi memang puasa bagi anak bertujuan sebagai latihan sebelum ia benar-benar mampu menjalankan kewajiban berpuasa. Anggaplah kita memperkenalkan sejak dini seperti apa orang yang berpuasa. Tentu saja tak ada paksaan ya Ummah, biarkan ananda dengan senang hati melaksanakannya. Sembari pelan-pelan dipahamkan serta dipujuk.
Menjadi seorang ibu adalah kebahagiaan sekaligus tantangan tersendiri. Di tangan kita lah pilar peradaban itu bermula, dari tangan seorang ibu yang mendidik generasi rabbani dan qur'ani. Masyaa Allah. Amanah yang sungguh besar tetapi teramat mulia. Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan. Aamiin.
4. Membaca Al-Qur'an
Sejak ananda masih di dalam kandungan, murottal kerap diperdengarkan. Dengan tujuan, ia terbiasa dengan ayat-ayat suci kalamullah. Di usia balita ia juga mulai menghafal ayat-ayat pendek, bermula dari Al-Fatihah. Ikut menyimak ketika kami membaca Al-Qur'an.
Sebab, adalah kesalahan jika mengajarkan Al-Qur'an ketika anak telah tumbuh remaja. Sedang usia remaja hingga dewasa adalah usia di mana manusia mulai menghadapi permasalahan yang kompleks. Usia remaja sendiri adalah masa transisi. Bila hatinya terlanjur membatu, maka akan sulit untuk memberikan pengarahan dan nasehat baginya.
Karenanya pendidikan Al-Qur'an harus sudah diterapkan sejak dini. Sejak masih di dalam kandungan, sejak usia balita atau dikenal sebagai usia keemasan (golden age), sebab anak-anak relatif masih bersih dan suci jiwanya. Tak tercemari dengan hal-hal fana dan permasalahan yang memecah fokus pada dirinya. Dengan begitu, insyaa Allah kita akan bisa mengawal fitrah anak menjadi hamba Allah yang shaleh. Yang menjadikan Al-Qur'an sebagai akhlak dan pedomannya. Mencintai Rabb-nya melebihi apapun yang ada di dunia. Penerus dakwah Nabi insyaa Allah.
Kelak, ananda kita lah yang akan menjadi penyelamat bagi kedua orangtuanya di akhirat. Di hari yaumil hisab. Aamiin aamiin Allahumma Aamiin.
Alhamdulillah, semoga ulasan ini bermanfaat bagi kita semua. Terkhusus saya sendiri sebagai penulis yang tak lain juga seorang ibu dari balita empat tahun, Aidan Fayyadh Al-Fatih. Segala kebaikan dan kebenaran datangnya dari Allah, jika terselip khilaf semata dari kebodohan dan kekurangan diri sendiri. Selamat menjalankan ibadah puasa. Tabarakallah.
_________________________
#Day 2
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#bianglalahijrah
_________________________
Kitab Referensi : Manhaj at-Tarbiyyah an-Nabawiyyah lith Thifl karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid
copyright @bianglalahijrah
Magelang, 7 Mei 2019
[Image Source : Pinterest]
4 Komentar
Ilmu banget buat emak2 yang baru di dunia persilatan, eh. Makasih ilmunya mba.
BalasHapusBarakallah, sesama mamah muda. Betapa belajar tak boleh mengenal kata cukup. Semoga bermanfaat 😊🙏
HapusBisa banget nih buat belajar dini. Semoga besok kalo dah berkeluarga, bisa jadi ummah yang baik buat anak-anak. Aamiin ya Allah
BalasHapusAamiin, semoga Allah ijabah. Perlu banget dong ya, belajarnya nggak harus nunggu udah nikah dulu, tetapi lebih baik jika mempersiapkan ilmunya jauh sebelum kita melangkah ke jenjang pernikahan 😊👍 Setelah menikah dan punya anak, tinggal diterapin..
HapusAssalamu'alaikum. Terima kasih sudah singgah dan membaca tulisan di Blog saya. Semoga bisa memberikan manfaat. Jangan lupa tinggalkan jejak baik di kolom komentar. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya. Ditunggu kunjungan selanjutnya :)