Pada sebuah kesempatan, ketika Emma menelepon, ingatan kami kembali melompat ke belasan tahun yang lalu. Ketika aku dan adik-adik masih menyatu di bawah rengkuh mereka. Emma bilang andai waktu bisa diputar kembali, Emma ingin kembali ke masa itu dan membersamai kami lebih baik. Aku terenyuh mendengar kejujuran Emma. Sebab jika menilik ke belakang sana, ada alasan mengapa Emma tak bisa menjadi ibu penuh waktu dan membersamai anak-anak yang tak hanya tumbuh dari tahun ke tahun, melainkan pula bertambah.

"Masih seperti dulu, Nak? Buku saja yang kau pegang. Tidur pun kau bawa juga buku-buku itu." Aku terkekeh dari seberang sini. Emma masih ingat ternyata, bahwa aku satu-satunya anak di keluarga Mak'aji yang tergila-gila membaca.

"Iye', Ma. Emma masih ingat? Dulu sering kali menemani hingga larut malam ketika menulis cerpen di buku tulis. Waktu itu belum punya sarana komputer maupun laptop. Handphone saja tak punya. Emma yang bilang kalau anakmu ini bercita-cita jadi penulis. Ucapanmu dicatat malaikat, Ma." Gantian Emma yang tertawa. Kubiarkan beliau bercerita panjang lebar, aku menimpali dengan oh dan eh atau sesekali pula ikut tertawa.

Begitulah, Emma. Nyatanya ada banyak hal manis yang dapat dikenang di kemudian hari kendati masa yang mengemasnya barangkali terasa pahit. Waktu itu, belasan tahun yang lalu, ketika impian menjadi seorang penulis sebatas keinginan yang ditertawakan banyak orang. Alah, muluk sekali. Kata orang tak perlu bermimpi terlalu tinggi untuk orang kecil sepertiku. Belum lagi tak satu pun orang di keluarga Mak'aji yang memahami baik obsesi ini. Pun ketika aku sibuk menenggelamkan diri di lautan buku perpustakaan. Buku bagi mereka hanya benda tak berguna. Sering pula bacaanku menjadi sasaran. Ada yang disobek, ada yang dibakar di depan mata. Ada pula yang dibuang ke 'longkang' parit kecil depan rumah.

Masyaa Allah, jika mengingat semua pengalaman tak menyenangkan. Patut betul rasanya berterima kasih pada mereka yang pernah membuat diri berada di titik terbawah untuk diperlakukan demikian. Karenanya, jika hari ini kita masih menemukan orang-orang yang sibuk meremehkan impian orang lain ketimbang menyumbang satu buah doa yang berarti, tak perlu berkecil hati. Akan datang suatu hari, ketika kita akan berterima kasih, sebab mereka lah pemompa semangat di balik perjuangan itu. Ada alasan mengapa langkah kaki tetap terjejak dan maju perlahan-lahan, mereka ini lah satu di antara alasan itu. Menyadarkanmu bahwa ada impian yang harus dibuktikan gaungnya pada mereka yang pernah menertawakan sinis.

Jadi jauh sebelum aku menekuni dunia literasi, membaca telah lebih dulu menjadi dunia yang mengasyikkan. Minat baca ini agaknya tak hadir serta merta. Barangkali ada darah murni yang mengalir dari hasrat Emma yang terpenggal ketika belia. Seperti penuturan Emma, beliau masih hendak belajar ketika akhirnya terpasung perjodohan dini. Jadi tak heran kendati telah melahirkan setengah lusin anak, Emma tak meninggalkan wadah di mana beliau juga menemukan dunia lain selain urusan domestik rumah tangga. Bisa dibilang, Emma satu-satunya perempuan dewasa di keluarga Mak'aji yang masih menyisihkan uang untuk membeli bacaan kendati hanya majalah muslimah atau 'hidayah' pada masa itu.

Jika hari ini aku begitu mencintai buku dan ilmu, itu mungkin turunan dari Emma. Perbedaannya, aku beroleh kesempatan lebih baik dalam belajar dan mengejar ketertinggalan. Sedang Emma tertatih-tatih seorang diri. Acap kali merasa lucu jika Emma di hari ini menjadikanku guru setiap kali kami berbicara lewat seluler.

"Dulu Emma yang mengajarimu ngomong, sekarang kamu yang harus mengajari Emma. Emma ini bodoh, tak tahu apa-apa." Ucap Emma beberapa hari yang lalu. Emma terlalu blak-blakan, menurutku Emma hanya tak sadar potensi dalam dirinya. Namun yang pasti, usia tak menjadikannya murung untuk tetap belajar. Semangat Emma dalam hal ini tentu saja harus kuacungi jempol lebih dari dua, akan kupinjam jempol suami jika bisa.

Kendati kemampuan otak beliau merekam data berkurang seiring usia yang merenta, Emma tak malu untuk belajar. Bertanya kepada siapa saja jika dirasa beliau memang butuh pemahaman dari orang lain. Sampai di sini, malu rasanya jika masih bermalas-malas dalam menuntut ilmu. Jika Emma yang di usia tak lagi muda sadar betapa pentingnya belajar, bagaimana denganku? Aku masih jauh beruntung, untuk beroleh kesempatan menimba ilmu di bangku perkuliahan, tetapi masih menyeret langkah ke majelis ilmu. Tak bergegas dengan langkah-langkah besar. Kadang pula merasa penat hanya karena jarak tempuh yang menjadi alasan.

Sebutlah dari sosok Emma, banyak hal yang kupelajari. Kendati itu sesuatu yang salah di mata orang lain tetapi menjadi kebaikan di mataku, ada ibrah maupun hikmah yang kuambil dari sosok Emma berikut perjalanan hidupnya. Tak heran jika Emma protes, "Mengapa cuma Emma yang sering kamu tulis? Mengapa memangnya sama Emma? Mengapa bukan Etta?"

Emma sepertinya salah paham, jadi kujelaskan pada beliau betapa Emma adalah sumber inspirasi terbaik. Bak mata air yang tak pernah kering mengalirkan kisah yang sayang jika tak ditulis dan disampaikan. Paling tidak, aku menulis ini untuk kami. Karena Emma adalah ibuku, karena aku adalah anaknya. Kubilang pada Emma, sampai kapanpun beliau adalah inspirasi yang menyala.

Maka, lagi-lagi cerita yang tertulis tentang Emma, tentang kami, tentang hobby yang serupa kendati berbeda ruang dan kesempatan dalam belajar. Kami sejatinya adalah perempuan pembelajar. Dan sudah seharusnya, seorang pembelajar tak pernah lelah mengeja ilmu. Tak pernah jenuh apalagi mengeluh.

“The more you read, the more you know. The more that you learn, the more places you’ll go” (Dr. Seuss)
_______________________

Copyright : @bianglalahijrah
Magelang, 9 April 2019
[Image Source : Tumblr Picture]

Pada senja nan gerimis, wajah Emma hadir serupa rindu.

7 Komentar

  1. The more you read, the more you know. The more that you learn, the more places you'll go. Setuju banget. Terimakasih kakak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, sama-sama :) Terima kasih sudah berkunjung dan tinggalkan jejak

      Hapus
  2. Gak ada kata terlambat untuk ttp belajar dan berkarya... Doa emma akan selalu mengantarkan anakknya menuju sukses... Amiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, betul sekali Mbak. Doa ibu tak berhijab, langsung melesat ke langit, barangkali pula diamini oleh para malaikat. Masyaa Allah.

      Hapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

Assalamu'alaikum. Terima kasih sudah singgah dan membaca tulisan di Blog saya. Semoga bisa memberikan manfaat. Jangan lupa tinggalkan jejak baik di kolom komentar. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya. Ditunggu kunjungan selanjutnya :)