Saat hamil Aidan, beberapa kondisi sulit membuat syndrome baby blues menjadi tamu tak diundang. Emosi menjadi kian labil. Mudah marah dan tersinggung. Banyak hal sepele yang kemudian mengundang airmata tanpa sebab. Parahnya, lingkungan yang ditempati terasa menghimpit lama kelamaan. Seolah-olah dipenuhi oleh manusia dengan wajah melebihi dua. Kau tak tahu mana yang asli dan mana yang dimanipulasi.

Setelah persalinan pun sama, fase menyusui berlalu dengan baby blues yang naik turun. Butuh waktu untuk sembuh dan keluar dari jerat itu. Ini bukan lagi perkara lemah iman atau sebagainya. Pun tak berhubungan dengan tingkat ibadah seseorang, seberapa banyak ia berinteraksi dengan Tuhan-nya. Nyatanya, baby blues seperti parasit. Tumbuh dan datang pergi begitu saja.

Menurut beberapa pakar psikologi. Yang diperlukan oleh ibu baru dengan kendala syndrome seperti ini hanya pengertian beserta perhatian lebih. Memberikan ruang bagi mereka untuk merasa berarti sekaligus berharga agar dapat menerima banyak hal yang tak lagi sama dalam hidupnya. Terlebih dari dalam dirinya sendiri.

Waktu tidur yang biasanya sesuai ritme kemudian menjadi acak bahkan tak tentu. Jika banyak hal yang bisa dilakukan untuk memanjakan diri sebelum memiliki buah hati. Maka yang terjadi setelahnya, adalah sedikit kesempatan sama seperti sebelumnya. Belum lagi kondisi fisik yang jauh berubah. Menjadi ruang stress tersendiri. Dan kamu masih harus beradaptasi habis-habisan menyesuaikan waktu dengan keadaan. Tak jarang untuk sekedar menikmati me time 'mandi' sering kali dihantui suara tangis bayi di antara gebyuran air. Beberapa kali harus melongok keluar dari pintu kamar mandi demi memastikan bukan bayimu yang menangis. Padahal tak ada bayi yang sedang menangis saat itu.

Tak sedikit ibu yang tak siap menerima perubahan yang kontras. Belum lagi jika lingkungan di sekitar sejak awal tak memberikan dukungan baik. Mudah sekali berkomentar bahkan menjudge si ibu baru sebagai ketidakbecusan dalam menangani bayi dan gagal menjadi sebaik-baik ibu. Padahal, semua memerlukan waktu. Proses untuk belajar. Sama halnya dengan bayi yang terlahir yang tak langsung bisa berjalan. Ada step by step, fase pertumbuhan yang harus dilalui hingga betul-betul menjadi seorang anak yang bisa berjalan bahkan berlari kencang.

Seorang ibu juga demikian. Menjadi ibu tak lantas menjadikannya sempurna dalam banyak hal. Dapat spontan memahami sesuatu yang tergolong baru. Apalagi dituntut untuk sempurna dengan embel-embel yang berpatok pada pengalaman orang lain. Perlu dicatat, setiap ibu memiliki tingkat pengelolaan emosi yang berbeda. Kesiapan yang berbeda dan kemantapan hati yang berbeda. Terlepas seberapa bahagia masa kehamilan yang dilalui, ada banyak faktor yang bisa menjadi sebab pemicu munculnya syndrome baby blues pasca persalinan. Tamu tak diundang yang bahkan dampaknya akan sangat menyeramkan ketika meningkat ke kasus post partum depression.

Di mana seorang ibu menyalahkan dirinya sendiri. Merasa tak becus. Tak layak. Tak berarti sebagai ibu dari anaknya. Atau bahkan sebaliknya, menganggap anak yang dilahirkannya sebagai ancaman. Banyak orang yang sulit sekali memfilter ucapan ketika berhadapan dengan situasi apapun yang ada di hadapannya. Lagi-lagi tolok ukur itu adalah dirinya sendiri. Merasa bahwa ia pernah menjadi ibu hebat yang melalui fase-fase itu dengan sempurna. Hingga tak lagi mempertimbangkan kondisi psikis orang lain yang mungkin takkan sama dengan medan yang pernah dilaluinya.

Nothing is perfect, mom. Kita manusia biasa dengan banyak kekurangan. Ada hal yang tak bisa kita kendalikan. Ada hal-hal yang memang tak bisa kita paksakan untuk terhandel hanya dengan dua tangan. Tak menjadi tugas kita untuk tampil baik, sesempurna mungkin di hadapan orang lain. Cukup dengan menjadi ibu yang hangat bagi anak-anak. Menenangkan dan terus berusaha menyembuhkan diri dari gejala-gejala tak sehat yang menyerang psikis kita.


Jika menengok kembali masa-masa sulit waktu itu. Aku bersyukur semua dapat berlalu. Pelan-pelan, aku kembali menikmati menjadi diri sendiri setelah masa dua tahun menyusui Aidan telah tertunaikan dengan baik. Mulai mencari cela atau kesempatan untuk refresh. Kadang aku meminta waktu untuk keluar sendiri. Ke toko buku, minum dan makan di sebuah tempat sambil melihat lalu lalang orang.. kendati di waktu yang sama, pikiran seorang ibu hanya akan terkunci pada rumah beserta anaknya.

Perlu waktu untuk sembuh. Syndrome baby blues bukan penyakit yang secara fisik tampak. Tetapi menyerang beberapa sistem dalam otakmu. Mempengaruhi hormon dalam tubuhmu. Itu pula yang menyebabkan mood swing. Kondisi hati yang berubah-ubah. Kadang begitu senang, kadang begitu sedih. Siapa yang kita perlukan dalam kondisi seperti ini? Tak lain adalah support dari pasangan, orangtua, dan lingkungan terdekat.

Sebisa mungkin jauhi hal-hal yang dapat memperkeruh suasana. Kita tak sedang menarik diri dari lingkungan, suatu circle, maupun memutus silaturrahmi. Tetapi menurutku, penting untuk menyelematkan diri sendiri dari orang-orang yang latah. Yang tak bisa menahan diri untuk tak berkomentar perihal orang lain. Kita perlu rasa aman dan nyaman. Karena menjadi ibu tak semudah yang tampak. Dan setiap ibu memiliki perjuangan beserta kisahnya masing-masing.

Orang lain tak bisa menjadi tolok ukur. Karena medan juang dan pengalaman yang mempengaruhi keadaan juga berbeda.

Satu hal yang pasti, anak mengerti kegundahan ibunya. Ketika hamil dulu, Aidan selalu menendang keras begitu aku sedang berada pada titik kesedihan atau amarah yang memuncak. Hingga sekarang, pengalaman mengajari. Bahwa emosi seorang ibu juga akan tersalurkan pada anaknya. Baik atau buruk, emosi itu yang akan tergambar dengan jelas. Oleh karena itu, aku beruntung di sisi lain, Aidan begitu dekat dengan ayahnya. Ini membantuku untuk memberi ruang muhasabah bagi diri. Sampai kemudian mendekat dan benar-benar memposisikan diri sebagai teman sekaligus ibu bagi anakku.

Di satu titik, kehadiran Aidan kadang kala menjadi obat dan penenang. Tak jarang Aidan tahu kapan waktu ketika batin sang ibu sedang terguncang. Aidan lantas mendekat, memasang wajah sedih, kemudian berkata.. "Ibuk.. angan sedih ibuk. Aidan sedih." kemudian dua tangan mungil itu akan mengusap airmata yang mengalir di pipi ibunya.

Cara yang entah bagaimana bisa melenyapkan kesedihan begitu saja. Tak ada lagi perasaan lain selain tangis haru. Sesak yang menggumpal menguar ke udara.  Seperti baru saja terangkat dengan cara yang paling tenang. Kehadiran ananda nyatanya adalah obat.

Terima kasih, Aidan. Untuk hadir dalam kehidupan ibu. Sejatinya, ibu yang sedang belajar banyak hal darimu. Melihat keagungan-keagungan yang terpantul dari bening matamu. Banyak kejadian luar biasa yang ibu dapatkan setelah menjadi seorang ibu. Tentang bagaimana belajar menjadi sebaik-baik madrasah. Merendahkan ego. Menjadi teladan yang pantas. Pembelajaran yang tak pernah ada kata cukup dalam berproses lebih baik.


there is no perfect mother, tetapi cinta seorang ibu adalah yang paling utuh ..

Magelang, 5 Maret 2019
sebuah pengingat bagi diri, menatap lorong gelap yang pernah terlampaui di belakang sana
hargai perjuangan setiap ibu, minimal cukup jaga hatinya dari tajamnya lisan dan prasangka

2 Komentar

  1. perlu banyak dukungan dari orang sekitarnya ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau dari pengalamanku, dukungan dan pengertian itu sangat-sangat dibutuhkan dari orang2 terdekat. Sayangnya, masih sedikit orang yang mau mengerti, sekalipun itu pasangan sendiri. Padahal baby blues bukan perkara sepele karena jika dibiarkan, akan meningkat pada kasus depresi. Benar-benar memerlukan perjuangan untuk sembuh dan kembali normal..

      Hapus

Assalamu'alaikum. Terima kasih sudah singgah dan membaca tulisan di Blog saya. Semoga bisa memberikan manfaat. Jangan lupa tinggalkan jejak baik di kolom komentar. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya. Ditunggu kunjungan selanjutnya :)